Berita Jakarta
Pakar Hukum : Masa Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun Tak Berlaku untuk Firli Cs
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 tahun tidak berlaku untuk periode kepemimpinan saat ini.
Feri mengatakan, jika masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun langsung berlaku saat periode ini berarti memberlakukan surut putusan MK.
“Kalau dilihat dalam konteks penerapan hukumnya tidak dapat diterapkan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK yang ada saat ini,” kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/5).
Menurutnya, tindakan yang tepat adalah menerapkan putusan MK itu pada pimpinan KPK periode berikutnya.
Hal tersebut merupakan bentuk prinsip yang berlaku universal yakni asas non-retroaktif. Asas tersebut melarang suatu undang-undang diberlakukan secara surut.
“Yang tepat adalah menerapkan ya kepada pimpinan KPK di periode berikutnya,” tutur Feri.
“Itu prinsip yang menurut saya berlaku universal ya, asas non retroaktif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Feri menilai, keputusan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun janggal dan terdapat nuansa tidak sehat.
Sebab, perpanjangan itu dilakukan di penghujung masa jabatan.
Sementara, pimpinan KPK saat ini tengah disorot terkait berbagai kasus yang dinilai bernuansa politis.
Mereka dipandang mengkriminalisasi calon-calon politik tertentu demi kepentingan politik kepartaian.
“Jadi memperpanjang pimpinan saat ini tentu saja memperpanjang rencana untuk mempermasalahkan kasus kasus tertentu yang sifatnya politis,” terang Feri.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu 4 tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.
MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK.
Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya.
Adapun ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5).
Selain mengabulkan JR Pasal 34, MK juga mengabulkan permohonan koreksi Ghufron terkait batas usia calon pimpinan KPK minimal 50 tahun.
MK menilai, Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK atau UU KPK baru bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan,” kata Anwar Usman.
Adapun masa jabatan pimpinan KPK saat ini akan habis pada Desember mendatang.
Hakim MK Terbelah
Meski gugatan yang diajukan Ghufron dikabulkan, namun putusan yang dibuat MK itu tidak bulat. Empat Hakim Konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Empat Hakim Konstitusi tersebut yakni: Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Keempat hakim konstitusi tersebut menilai seharusnya gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron ditolak.
“Kami berpendapat, petitum pemohon yang memohon kepada mahkamah untuk memaknai norma pasal 34 UU 30/2002 menjadi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun' adalah tidak beralasan menurut hukum sehingga seharusnya mahkamah menolak permohonan a quo," kata Hakim Konstitusi Enny saat membacakan dissenting opinion atas putusan MK yang mengabulkan gugatan Nurul Ghufron.
Enny menjelaskan argumen yang dibangun oleh pemohon sama sekali tidak menyinggung soal keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dengan konteks kelembagaan. Ghufron dinilai hanya mengutarakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang lebih singkat dibandingkan beberapa lembaga lainnya memunculkan ketidaksetaraan.
"Munculnya anggapan bahwa kedudukan KPK lebih rendah dibandingkan dengan lembaga non kementerian lainnya merupakan asumsi belaka karena tidak ditopang oleh bukti yang cukup meyakinkan," kata Enny.
Terlebih lagi, terkait dengan masa jabatan sejumlah komisi atau lembaga berbeda dengan KPK, sebagaimana dalil Ghufron, ternyata memang tidak seragam pengaturannya.
Enny mencontohkan bahwa KPK memang masa jabatannya pimpinannya 4 tahun. Tetapi bukan hanya KPK saja yang berbeda, tidak 5 tahun, seperti lembaga lainnya. Enny menyebut sejumlah lembaga lain yang masa jabatannya juga 4 tahun bahkan ada yang 3 tahun.
"Misalnya pimpinan KPK memegang jabatan 4 tahun, anggota komisi informasi diangkat untuk jabatan 4 tahun, masa jabatan anggota KPPU adalah 5 tahun, masa jabatan Keanggotaan Komnas HAM 5 tahun, Komisi Yudisial 5 tahun dan masa jabatan ketua dan wakil ketua anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 tahun," kata Enny.
Ketidakseragaman mengenai masa jabatan ini dinilai oleh keempat Hakim Konstitusi tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan dan ketidakpastian hukum serta diskriminatif dan timbulnya keraguan masyarakat atas posisi independensi KPK. "Sebagaimana didalilkan oleh pemohon," kata Enny.
Lebih lanjut, terhadap argumentasi Ghufron keempat Hakim Konstitusi menyebut seharusnya upaya mengubah masa jabatan pimpinan lembaga negara dikaitkan dengan desain kelembagaan dan bukan berkenaan dengan ketidakadilan atau perlakuan yang tidak sama antara masa jabatan satu pimpinan lembaga negara dengan masa jabatan pimpinan lembaga negara lainnya.
Kemudian, terkait argumentasi mengenai pengubahan masa jabatan pimpinan lembaga negara adalah adanya kerugian hak dari Ghufron sebagai pimpinan KPK atas perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya pemohon membangun dalil mengenai ketidakadilan tanpa mempertimbangkan hak orang lain yang juga berminat untuk mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPK.
"Dengan mahkamah mengabulkan permohonan yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, dikhawatirkan akan memantik permohonan lain di kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan di beberapa lembaga atau komisi negara," kata Enny. "Dalam kondisi demikian, mahkamah akan masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukannya," kata Enny.
Atas dasar itulah, keempat hakim konstitusi tersebut menolak gugatan Ghufron. Meski demikian, keempatnya kalah suara dari lima hakim konstitusi lainnya yang mengabulkan gugatan Ghufron yakni masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.(tribun network/mar/dng/dod/Ni'am/kps)
Baca juga: Kunci Jawaban Kelas 4 Tema 9 Halaman 145 146 148 149 150 Kelestarian Alam Indonesia
Baca juga: Video Bhiku Thudong Menangis Terharu Lihat Penyambutan Masyarakat Indonesia yang Luar Biasa
Baca juga: Al-Hilal akan Merekrut Messi, Di Maria, dan Busquets: Fakta atau Hanya Spekulasi?
Baca juga: Buah Bibir : Agatha Pricilla Investasi Kebahagiaan
Seusai Bupati Pati Sudewo Diperiksa KPK Terkait Suap Proyek Rel Kereta, Ini Fakta Terbarunya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Naik ke 7.936,17, Saham PGEO dan MBMA Jadi Pendorong Utama |
![]() |
---|
Alasan PDIP Copot Bambang Pacul dari Ketua DPD Jawa Tengah, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Ditutup Melemah, Apa Penyebabnya? |
![]() |
---|
Bahaya Asbes di Indonesia: Sengketa Hukum, Korban, dan Desakan Pelarangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.