Berita Jateng
Riwayat Kakek Mertua Ganjar Pranowo, KH. Hisyam Abdul Karim Kalijaran
KH Hisyam Abdul Karim, mungkin namanya tak se-masyhur ulama besar lain di Jawa Tengah namun termasuk ulama kharismatik yang erat dengan NU.
Penulis: hermawan Endra | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - KH Hisyam Abdul Karim, mungkin namanya tak se-masyhur ulama besar lain di Jawa Tengah.
Tapi bagi masyarakat Banyumas, terutama di Purbalingga, kiai yang akrab dengan nama Hisyam Kalijaran adalah ulama kharismatik yang erat hubungannya dengan Nahdhlatul Ulama (NU).
Mbah Hisyam, begitu biasa dipanggil, tak lain adalah kakek dari istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Siti Atikoh.
Baca juga: Gubernur Ganjar Minta Implementasi Pancasila Diamalkan di Setiap Sektor Pelayanan Publik
Lahir dan besar di Purbalingga, sepak terjang Kiai Hisyam menjadi seorang ulama dilalui dengan penuh perjuangan.
Jejaknya dimulai dari pondok ke pondok. Berawal selama empat tahun di bawah bimbingan Al Mukarom Syeikh KH Muhammad Zuhdi, Ponpes Randegan, Banyumas.
Mbah Hisyam, demikian masyarakat Purbalingga mengenalnya, kemudian lanjut nyantri selama delapan tahun di Ponpes Jampes, Kediri, Jawa Timur, dalam asuhan Syeikh KH Muhammad Dahlan.
Belasan tahun usai mengembara menuntut ilmu dan di usianya yang masih terbilang muda, tahun 1929 Mbah Hisyam pulang dan mendirikan Pondok Pesantren Sukawarah Roudlotus Sholichin, di Desa Kalijaran, Purbalingga.
Hingga kini, eksistensi Ponpes Kalijaran terus berlanjut. Di bawah asuhan anak-anak dan cucu-cucunya, ponpes tersebut menjadi salah satu tempat pendidikan rujukan bagi masyarakat di Banyumas Raya.
Termasuk kegiatan pengajian hari Sabtu atau lebih dikenal Setuan, yang sejak zaman Mbah Hisyam masih berlangsung hingga masa kini.
Saat ini Ponpes Kalijaran diasuh oleh KH Ahmad Musta'id Billah, salah seorang putranya.
Walau telah wafat pada 12 Januari 1989, kharisma Mbah Hisyam tak lekang oleh waktu yang membuat masyarakat mempercayakan pendidikan anaknya di ponpes tersebut.
Mbah Hisyam adalah sosok ayah sekaligus guru, kenang Kiai Musta'id. Semangatnya menyebarkan Islam di Purbalingga sangat kuat hingga menurun ke anak dan cucunya.
Salah satu ajaran yang lekat di masyarakat dan santri Ponpes Kalijaran adalah nadhom dan terjemahan Lam Yahtalim.
Syair tersebut berisikan keistimewaan Nabi Muhammad SAW.
"Kalau di Purbalingga, masyarakat ada yang kenalnya Mbah Hisyam Lam Yahtalim. Karena memang itu yang sampai saat ini terus diajarkan dan dilantunkan setiap harinya," kata Musta'id, ditemui di rumah jabatan Gubernur Jawa Tengah, Puri Gedeh, Semarang, Sabtu (17/6) lalu.
Kiai Musta'id menuturkan sejak Mbah Hisyam wafat, pengelolaan dan pengasuh Ponpes Kalijaran diteruskan turun temurun oleh anak-anaknya.
Hingga saat ini para cucu Hisyam Abdul Karim juga turut berperan pada berkembangnya ponpes Kalijaran.
Semasa hidupnya, kata Kiai Musta'id, Mbah Hisyam menanamkan nilai pentingnya menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dibuktikan dengan keaktifannya saat masa perang kemerdekaan, menjadikan Ponpes Kalijaran sebagai tempat pengkaderan para pejuang.
Mbah Hisyam juga aktif di organisasi NU.
Tercatat Ia pernah menjadi Rais Syuriah NU di Purbalingga selama tiga periode kurun waktu tahun 1973-1983.

Jejaknya ini juga diikuti oleh salah satu putranya, Ahmad Moesoddiq Supriyadi yang juga merupakan ayahanda Siti Atikoh dan kakak dari Kiai Musta’id.
Selain ikut mengasuh Ponpes Kalijaran, Ahmad Moesoddiq Supriyadi juga aktif dalam politik.
Ia bergabung dan menjadi Wakil Ketua DPRD Purbalingga selama beberapa periode bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Mendiang ayahanda Atikoh ini juga pernah menjadi anggota MPR RI.
"Mbah Hisyam pesannya selalu belajar dan bermanfaat untuk masyarakat. Tapi tidak pernah secara lisan, dibuktikan dengan sikap beliau dan itu tertanam ke anak cucunya," tutur Kiai Musta'id.
Ia yang merupakan paman dari Siti Atikoh ini mengatakan, tidak semua anak dan cucu Hisyam Abdul Karim berkecimpung di Ponpes Kalijaran.
Seperti contoh kakaknya yang aktif di politik dan pemerintahan.
"Ya itu juga menurun ke anak-anaknya, termasuk Atikoh yang sekarang istrinya Mas Ganjar," katanya.
Kiai Musta'id menjelaskan, Siti Atikoh adalah anak keempat dari lima bersaudara pasangan Ahmad Moesoddiq dan Astuti Ibrahim.
Kakak sulung Siti Atikoh bernama Ahmad Cholid telah meninggal dunia.
Putra kedua adalah Ahmad Hamid. Kemudian yang ketiga adalah Nurul Hidayah. Berikutnya adalah Siti Atikoh dan yang terakhir bernama Zaini Makarim.
Baca juga: SDG Jateng Gelar Pelatihan Ekonomi Kreatif di Batang, Kiai Syafiul Umam Doakan Ganjar Presiden
Kakak perempuan Siti Atikoh, Nurul Hidayah juga berkecimpung di dunia politik dan saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari PPP.
"Prinsipnya bermanfaat untuk masyarakat di manapun tempatnya. Jadi ada yang di pemerintahan, politik, dan yang jadi guru juga ada," ujarnya.
Pengelolaan Ponpes Kalijaran yang dikerjakan dengan kompak membawa ponpes yang juga dikenal dengan Ponpes Perjuangan itu makin berkembang. Saat ini bahkan sudah memiliki sekolah formal setingkat SMA. (*)
Alasan Polda Jateng Belum Pecat Robig Selepas Sidang Vonis 15 Tahun |
![]() |
---|
Tekankan Spirit Kritisisme, Mohammad Saleh Ajak Mahasiswa Koreksi Program Pemerintah |
![]() |
---|
Erick Thohir: Liga 4 Perebutkan Piala Bupati/Walikota, Liga 3 Piala Gubernur Jawa Tengah |
![]() |
---|
Pemulihan Bisnis Perhotelan di Jateng Belum Signifikan pada Awal Semester II |
![]() |
---|
Hari Anak Nasional: Bunda Forum Anak Kunjungi LPKA Kutoarjo dan Salurkan Bantuan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.