Wonosobo Hebat
Mengenal Prosesi Wisuda Penari Lengger di Dusun Giyanti Wonosobo
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO – Kesenian lengger menjadi ciri khas Kabupaten Wonosobo yang sudah ada sejak dahulu dan masih dilestarikan secara turun temurun hingga saat ini.
Di Dusun Giyanti, Desa Giyanti, Kecamatan Selomerto, lengger masih terus dijaga kelestariannya.
Wisuda lengger ditujukan untuk menjaga kelestarian lengger.
Melalui wisuda lengger ini seorang penari lengger tidak hanya sekedar bisa menari saja.
Mereka dibentuk untuk dapat menjadi seorang penari lengger yang professional, paham akan makna dan sejarahnya.
Tahun ini wisuda lengger sudah kali keempat dilaksanakan. Pada Sabtu (8/7/2023) lalu sebanyak 18 penari telah mengikuti serangkaian kegiatan prosesi wisuda lengger.
18 penari yang diwisuda, sebanyak 16 penari berasal dari Wonosobo, 1 penari dari Temanggung, dan 1 penari dari Kebumen.
Rata-rata usia penari yang mengikuti wisuda lengger tahun ini kisaran usia 18 tahun.
Panitia Wisuda lengger sekaligus dalang muda Wonosobo, Tatag Taufani menjelaskan mengenai prosesi wisuda lengger di Dusun Giyanti Wonosobo.
Dijelaskannya, Sebelumnya penari yang akan mengikuti wisuda lengger terlebih dahulu diseleksi oleh panitia.
Untuk selanjutnya, penari yang berhasil lolos akan mengikuti pembekalan selama satu bulan penuh yang terdiri dari teori dan praktik.
Di hari yang telah ditentukan dalam wisuda lengger, diawali dengan ziarah ke makam para tokoh adat Dusun Giyanti.
Dalam ziarah makam ini, para penari mengenakan kebaya hitam dengan bawahan kain jarik, dan rambut terurai.
“Ziarah makam dimaksudkan kita harus mau mendoakan dan juga mengikuti jejak leluhur,” ujarnya.
Setelah ziarah makam, para penari akan berlanjut mengikuti prosesi selanjutnya yakni jamasan, simpuh lengger, dan larung sesaji.
Prosesi ini dilaksanakan di area persawahan yang terdapat sebuah kolam besar dan terdapat sumber mata air.
Dalam prosesi ini para penari akan mengenakan kain putih yang dililitkan di badan seperti kemben dan mengenakan bawahan kain jarik.
Secara berbaris, para penari menuruni satu per satu tangga menuju area persawahan yang terdapat sumber mata air.
Meskipun gerimis hujan mengiringi prosesi ini, namun tidak mengurungkan para penari untuk menyelesaikan serangkaian prosesi wisuda yang harus dijalani.
Berlanjut, penari satu per satu akan dimandikan oleh sesepuh dengan air kembang.
Kurang lebih ada sebanyak 3 kali guyuran gayung batok kelapa membasahi kepala penari hingga ke badan.
”Siram jamas ini sebagai wujud pensucian,” ujarnya.
Setelah itu, penari akan melakukan simpuh lengger dengan cara duduk membungkukkan badan di kaki sesepuh.
Semua penari akan berjalan menuju sebuah kolam air dengan membawa sesaji dan satu buah telur yang nantinya akan dilarung.
“Telur yang dilarung memiliki simbol makna tertentu, diharapkan penari lengger dapat berkembang dan nantinya bermanfaat bagi sesama,” terangnya.
Dengan berjejer memanjang, secara bersamaan penari akan jongkok dan mengulurkan tangan yang berisi sesaji, lantas melarungkannya di kolam air.
Prosesi akan berlanjut malam harinya, yakni prosesi inti wisuda lengger.
Penari akan disematkan sampur, kemudian meminum air suci.
“Air suci ini sebagai wujud tolak bala,” imbuhnya.
Dalam prosesi wisuda lengger, penari akan mengikrarkan ‘Catur Darma Lengger’ atau 4 hal yang harus dipatuhi oleh seorang lengger.
“Diharapkan nanti lengger-lengger mempunyai kompetensi baik secara teoritis praktik dan menjaga martabat seorang penari lengger,” sambungnya.
Prosesi wisuda lengger akan ditutup dengan pentas lengger lintas zaman.
Mulai dari lengger anak-anak, lengger sepuh, lengger lanang, dan juga lengger kreasi.