Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Buku Kumcer Antawacana di Sunyi Kurusetra karya Achiar yang Berpijak pada Kisah-Kisah Pewayangan

Sejak kecil, Achiar M Permana (49), menaruh minat tinggi pada wayang. Sejak kanak-kanak, dia suka menonton pagelaran wayang pada acara sedekah bumi

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal 
Bedah Buku Kumpulan Cerpen Antawacana di Sunyi Kurusetra karya Achiar M Permana di Joglo Sucen, Jalan Pasucen-Lahar Kilometer 3, Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil, Pati, Jumat (29/9/2023) malam. 

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Sejak kecil, Achiar M Permana (49), menaruh minat tinggi pada wayang. Sejak kanak-kanak, dia suka menonton pagelaran wayang pada acara sedekah bumi di kampung. Minat itu terus terawat hingga kini.

Itulah yang dituliskan Achiar dalam bagian kata pendahuluan atau prawacana kumpulan cerita pendek (kumcer) karyanya yang baru terbit tahun ini, Antawacana di Sunyi Kurusetra (AdSK).

Kumpulan cerpen yang diterbitkan oleh Cipta Prima Nusantara dan Dadeeara Book itu dibedah dalam forum Bedah Buku SambangSastra#3 di Joglo Sucen, Jalan Pasucen-Lahar Kilometer 3, Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil, Pati, Jumat (29/9/2023) malam.

Dua orang pembedah dihadirkan dalam acara ini, yakni Gunawan Budi Susanto dan Azis Wisanggeni.

Dalam pengantar diskusi, Achiar menjelaskan bahwa kisah-kisah pewayangan yang dia gemari menjadi inspirasi utamanya dalam menerbitkan kumpulan cerpen ini.

Kumcer AdSK memuat 12 cerpen yang berangkat atau berpijak dari kisah-kisah pewayangan. Sebagian besar memanfaatkan kisah wayang untuk memotret fenomena dan problematika kiwari. Sebagian lainnya berupa penafsiran ulang atas kisah-kisah wayang yang ada.

Tema-tema seputar pewayangan memang jadi ciri khas karya-karya Achiar selama ini.

Sebelum menerbitkan Kumcer AdSK pada 2023, wartawan Tribun Jateng telah terlebih dahulu menerbitkan buku kumpulan esai Dusta Yudhistira pada 2018 dan kumpulan puisi Sepasang Amandava pada 2020. Karya yang disebutkan terakhir mendapatkan Penghargaan Prasidatama dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sebagai antologi puisi terbaik.

Meski digarap dalam tiga bentuk berbeda, yakni esai, puisi, dan cerpen, ketiga buku tersebut punya benang merah yang sama, yakni berpijak pada kisah pewayangan.

Karena itulah, Achiar menyebut ketiga karyanya itu sebagai trilogi. Bahkan berpotensi jadi tetralogi karena dia juga punya keinginan menulis novel dengan corak serupa.

"Saya menulis buku dengan kepentingan agar wayang bisa kembali hidup dan teman-teman muda mau melirik wayang. Sebab memiliki kaitan dengan kondisi saat ini," ujar Achiar saat diwawancarai.

Bagi dia, wayang memiliki banyak nilai yang bisa dipakai untuk memotret kondisi hari ini. Namun, jika kisah wayang hanya dituliskan sebagaimana adanya, menurut Achiar, kalangan muda mungkin tidak akan tertarik.

"Karena itulah, pilihan saya adalah menautkan wayang dengan fenomena dan persoalan hari ini. Misalnya berkait konflik pembebasan lahan di Kendeng. Cerita wayang saya kaitkan untuk melihat situasi ambyar, hati yang tersakiti, sebagai pijakan untuk menggambarkan peristiwa dan persoalan hari ini," jelas Achiar.

Misalnya dalam cerpen berjudul "Tulung" yang merupakan judul kedua dalam antologi ini. Achiar menceritakan tentang keraguan tokoh "Saya" berangkat ke Kota untuk membantu Pak Bos menyukseskan pembebasan lahan untuk proyek pembangunan pabrik semen.

Dilema moral menghantui tokoh Saya lantaran baik Pak Bos maupun tokoh penolak pembebasan lahan sama-sama kawannya. Terlebih, istri "Saya" yang bernama Surtikanti punya kekhawatiran dan kecemasan berlebih menjelang keberangkatan tokoh "Saya" ke Kota.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved