Berita Pati
Penarikan PNBP Dinilai Ugal-Ugalan, Ratusan Nelayan Pati Unjuk Rasa di Juwana
Barisan Muda Nelayan Pantura (BMNP) menggelar aksi unjuk rasa untuk memprotes sejumlah kebijakan yang menurut mereka mencekik para nelayan.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: raka f pujangga
"Hal tersebut sangat memberatkan nelayan karena berapapun hasil tangkap nelayan saat ini tidak akan dipercayai oleh KKP jika pembayaran PNBP-nya di bawah Pra-Produksi dan nelayan dipaksa membuat Laporan Penghitungan Mandiri (LPM) Tambahan dengan ancaman dokumen kapal tidak akan dikeluarkan jika tidak mengisi LPM Tambahan tersebut," lanjut BMNP dalam surat pernyataan sikapnya.
BMNP juga menyoroti keberadaan Harga Acuan Ikan (HAI) yang seharusnya menjadi kontrol KKP untuk mengendalikan harga ikan dengan upaya melindungi nelayan.
Menurut mereka, pada praktiknya HAI hanya dijadikan standar penarikan pungutan hasil perikanan.
Padahal, yang terjadi di lapangan harga ikan jauh di bawah harga patokan ikan yang dikeluarkan KKP.
"Ditambah lagi, sistem pendataan yang tidak bisa menampung cara kerja nelayan juga menjadi masalah yang sampai saat ini belum terselesaikan oleh petugas pendataan sebab dalam e-PIT hanya ada satu grade ikan.
Sementara di lapangan ada beberapa grade ikan yang harganya berbeda-beda. Ikan yang harganya berbeda ini tetap dimasukan sebagai ikan dengan grade bagus untuk pembayaran PNBP Pasca-Produksinya," tambah Kabid Aksi dan Advokasi BMNP Jaharudin.
Dia memberi contoh, penarikan PNBP ikan layang didasarkan pada HAI sebesar Rp 10 ribu.
Sedangkan harga ikan di lapangan hanya di kisaran Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu .
Sementara biaya pengiriman dari lokasi penangkapan di WPP 718 sampai ke Jawa sebesar 4.500 per kilogram.
Nelayan juga saat ini masih membayar retribusi TPI, biaya bongkar ikan, bayar PNBP Pasca Produksi, serta biaya produksi yang terus mengalami peningkatan.
Jaharudin menuntut ada penyesuaian regulasi dengan kondisi lapangan. Nelayan menuntut agar kapal yang tidak melaut tidak harus dibebankan dengan PNBP.
"Sekarang yang terjadi, kapal melaut atau tidak dibebankan PNBP, nominalnya bervariasi mulai Rp 80 juta sampai Rp 150 juta. Itu benar-benar memberatkan nelayan," jelas dia.
Kemudian, Jaharudin juga mengatakan bahwa nelayan menuntut KKP menunda penerapan PP nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Teruku sebelum sarpras memadai.
"Bicara PP ini, seperti memindahkan industri dari A ke B. Jadi itu sampai saat ini belum terlaksana. Ketika PP ini diterapkan, siapa yang berani jamin bahwa ikan kami akan dibeli di fishing ground, seperti zona 1, 2, dan 3," ucap dia.
Dari latar belakang tersebut, BMNP menyatakan empat poin pernyataan sikap sebagai berikut.
Jubir Gerindra Pati Duga Aksi Demo Minta Penggantian Anggota Pansus dari PDIP Ada yang Menunggangi |
![]() |
---|
Janji Berpihak ke Rakyat Diuji di Pati: Warga Desak Partai Gerindra Pecat Bupati Sudewo |
![]() |
---|
Bupati Pati Sudewo Sanggupi Tuntutan Petani soal Izin Tambang hingga Reforma Agraria |
![]() |
---|
Petani Desak Bupati Pati Sudewo Keluarkan Rekomendasi Pengajuan TORA 7,3 Hektare di Pundenrejo |
![]() |
---|
Suara Semar dari Lereng Kendeng: Jerit Petani Pati yang Tanah dan Airnya Dirampas Tambang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.