Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

RS Swasta Somasi Pemerintah Soal Pandemi Covid, Kemenkes Nunggak Rp 5,4 Triliun

Tarif yang belum dibayarkan sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) Nomor 5673 Tahun 2021.

Editor: m nur huda
Tribunnews/JEPRIMA
Ilustrasi pasien Covid-19 - Status pandemi Covid-19 sudah dicabut oleh pemerintah Indonesia, namun tagihan rumah sakit pelayanan pasien Covid-19 anggota Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) belum lunas. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Status pandemi Covid-19 sudah dicabut oleh pemerintah Indonesia, namun tagihan rumah sakit pelayanan pasien Covid-19 anggota Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) belum lunas.

Tarif yang belum dibayarkan sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) Nomor 5673 Tahun 2021.

Klaim tarif tagihan untuk pelayanan pasien Covid-19 di dalam aturan tersebut adalah Rp 8,8 triliun.

Namun, di tengah jalan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah petunjuk teknis kalimat mengenai biaya Covid-19 tanpa jajak pendapat.

Kemenkes kemudian menerbitkan aturan KMK. Nomor 1112 Tahun 2022, pada 7 April 2022. Akibatnya tagihan berubah menjadi hanya Rp 3,4 triliun. Sehingga masih ada biaya Rp 5,4 triliun yang belum dibayarkan.

"Ada pembayaran belum dilakukan atas pelayanan pasien Covid-19 yang belum dituntaskan," ujar Ketua Umum ASSRI drg Ling Ichsan Hanafi, MARS.,MH, saat konferensi pers kemarin.

Padahal menurut Sekretaris Jenderal ARSSI dr Noor Arida Sofiana, MBA.,MH, pelayanan terhadap pasien Covid-19 telah dilakukan. Mulai dari penyediaan ruang isolasi, pengadaan alat-alat kesehatan hingga pembelian obat-obatan.

Selain itu juga ada biaya untuk membayarkan tenaga kesehatan (nakes) yang melayani pasien.

"Dalam hal ini berdampak juga. Sudah memberikan pelayanan dan juga sudah merencanakan pembelian peralatan kesehatan, pembiayaan terhadap nakes yang sudah menjalani Covid-19," tutur dr Noor.

Semuanya itu kata dr Noor berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat.

"Dan saat ini kami sedang melakukan proses pemulihan pascapandemi. Tentu biaya itu sangat membantu bagi rumah sakit swasta dalam proses pengembangan dan pembenahan di pasca pandemi," jelasnya.

Menurut dr Noor sudah terjadi kerugian pada rumah sakit swasta.

"Kami sudah turut berkontribusi, tentunya tanggungjawab kami rumah sakit swasta membantu pemerintah dan pasien penderita Covid-19 dan tenaga kesehatan garda terdepan itu sangat membuat kaget anggota kami," tuturnya.

"Tentunya dengan selisih tarif hampir berkurang 60 persen tagihan kita harus tagihkan. Tentunya pelayanan ini sudah dilaksanakan dalam pemberian pelayanan," tambahnya.

Apalagi kata dr Noor dalam pemberian layanan mewakili RS swasta yang berdiri mandiri tanpa dapat subsidi dari pemerintah.Telah hampir satu tahun lebih ARSSI melakukan permohonan kepada Kementerian Kesehatan(Kemenkes).

Tiada tanggapan, pihaknya pun melakukan somasi dan menunjukkan kuasa hukum.

"Sudah berproses minta kepada Kemenkes menunda KMK Nomor 1112 Tahun 2022. Namun tidak ada jawaban secara memuaskan.

Akhirnya kami memutuskan dari pengurus pusat, cabang dan anggota untuk meneruskan somasi kepada Kemenkes," jelas dr Noor.

Pihaknya pun mengaku telah diundang oleh Kemenkes. Tapi jawaban Kemenkes belum menyetujui usulan yang disampaikan.

"Akhirnya sebagai masyarakat kami mengadu pada ombudsman RI. Karena kami sebagai pemberian layanan mewakili faskes RS swasta yang berdiri mandiri tanpa dapat subsidi pemerintah,"ujar dr Noor.

Namun jawaban ombudsman yang ditunggu selama lima bulan menurut ARSSI terkesan membenarkan keputusan dari Kemenkes. Kuasa Hukum ARSSI, Muhammad Joni, S.H., M.H menyebut respon Ombudsman jumping conclution karena menyitir Pasal 59 ayat 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

Isi pasal tersebut berbunyi 'suatu keputusan tidak dapat berlaku surut kecuali menghindari kerugian lebih besar dan/atau terabaikan hal warga masyarakat.

"Jika pasal ini mengatur pengecualian keputusan dapat berlaku surut hanya diperuntukkan untuk perlindungan warga, bukan untuk membuat keputusan," tegas Joni.

ARSSI pun menyampaikan tiga pernyataan terbuka. Pertama, meminta presiden Republik Indonesia ikut menuntaskan kisruh pembayaran tagihan RS anggota ARSSI.

Kedua, mengingatkan Menteri Kesehatan bertanggungjawab mutlak atas tagihan RS Anggota ARSSI yang tidak dibayarkan akibat beleids KMK Nomor 1112 Tahun 2022 yang berlaku surut.

Ketiga, meminta pemeriksaan lebih lanjut/investigasi atas motif dan tindakan yang merugikan RS Anggota ARSSI.

Terkait hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelatanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi beri tanggapan. Menurutnya terkait klaim covid-19 harus mengikuti aturan yang ada dan ada jatuh tempo yang sudah diberikan.

"Tentunya terkait klaim Covid-19 mengikuti aturan yag ada, ada tenggat waktu untuk klaim Covid-19 ini," ujarnya saat dihubungi Tribun.

Menurutnya, situasi ini bisa saja karena tenggat waktu klaim biaya pelayanan Covid-19 telah lewat atau kedaluwarsa.

"Mungkin ini terlewatkan dari tenggat waktu tersebut karena tentunya ada aturan terkait pengelolaan keuangan," ujarnya.

"Pasti ada tenggat waktu terkait hal tersebut dan juga melihat kondisi. Sehingga ada penyesuaian terhadap tarif biaya," tutupnya.(Tribun Network/ais/wly/tribun jateng cetak)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved