Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Kader yang "Muntaber" dan Warga Kontak Erat yang Menolak Diterapi jadi Kendala Program Eliminasi TBC

Masyarakat yang kontak erat dengan penderita positif Tuberkulosis (TB/TBC) banyak yang menolak untuk mendapat Terapi Pencegahan Tuberkulosis.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rival al manaf
Tribun Jateng/ Mazka Hauzan Naufal
Rapat koordinasi program eliminasi tuberkulosis di Ruang Kembangjoyo Sekretariat Daerah Kabupaten Pati, Kamis (22/2/2024). 

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Masyarakat yang kontak erat dengan penderita positif Tuberkulosis (TB/TBC) banyak yang menolak untuk mendapat Terapi Pencegahan Tuberkulosis.

 

Hal itu menjadi salah satu kendala penanganan TB di Kabupaten Pati.


Selain itu, banyaknya kader yang tidak aktif juga menjadi kendala.

Baca juga: Hasil Liga 1: Persita Tangerang Vs Persebaya Surabaya Berbagi Angka, Paulo Henrique Bayar Kesalahan

Baca juga: CSR BRI Peduli Branch Office Salatiga Berikan Mobil Angkut, Mesin Press, Timbangan, Renovasi ke BSI


Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi program eliminasi tuberkulosis di Ruang Kembangjoyo Sekretariat Daerah Kabupaten Pati, Kamis (22/2/2024).


Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Pati, Joko Leksono Widodo,  mengatakan bahwa TPT mestinya diberikan pada orang di sekitar penderita positif TBC yang kontak erat.


"Tapi susah karena yang diobati orang yang sehat tetapi masih kontak. Kadang ada penolakan, tidak sakit, tidak positif TBC, kok diobati. Padahal ini program biar tidak menular. Apalagi menurut penelitian, 8-10 orang di sekitar (penderita TBC) akan tertular," jelas dia.


Menurut Joko, penolakan juga banyak terjadi lantaran jangka waktu terapi boleh dibilang tidak sebentar, mencapai enam bulan.


Banyaknya kader dari komunitas penanggulangan TBC yang tidak aktif juga jadi kendala. 


"Di Pati, kader Mentari Sehat Indonesia (MSI) sangat membantu dalam pencegahan TBC. Masalahnya, ada yang aktif dan ada yang tidak. Kalau yang aktif biasanya dia tulus, tidak punya pekerjaan lain yang mengganggu, artinya ada waktu luang. Biasanya dia awet," kata dia.


Joko mengatakan, pertimbangan finansial jadi salah satu alasan utama sejumlah kader tidak aktif. 


Misalnya di Batangan dan Juwana. Menurut Joko, diukur dari penghasilan, di sana bekerja di sektor perikanan lebih menjanjikan secara finansial ketimbang menjadi kader.


"Jadi tenaga tukang rajungan sehari bisa dapat ratusan ribu. Sementara kader cuma 60 (ribu). Tapi itu secara material. Kami harap masyarakat masih punya niat baik, tulus menjadi kader seperti di kecamatan-kecamatan lain," ucap Joko.


Lewat pertemuan ini, pihaknya berharap bisa mengevaluasi dan mengoordinasikan kebijakan pencegahan dan penanggulangan TBC bersama komunitas MSI.


"Bagaimana penanggulangan TBC tidak hanya melibatkan petugas kesehatan, melainkan juga kader, utamanya kader MSI," tutur dia.


Penanggulangan TBC tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, kata Joko, temuan kasus di Pati masih cukup tinggi. Angka meninggal dunia dalam waktu setahun masih ratusan. dia berharap, pada 2025 angka itu bisa turun setidaknya separuhnya.


Koordinator Program TBC Yayasan Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Pati, M Yasir Al Imron, tidak memungkiri bahwa banyak kadernya yang "muntaber" alias "mundur tanpa berita" setelah dilatih. Sehingga mereka tidak menjalankan program.


"Kader yang sudah kami latih sejak 2015 ada sekitar 150, yang aktif sekarang tinggal sekitar 50-60," kata dia.


Sebagai solusi, dalam waktu dekat, yakni bulan Maret, pihaknya bakal melatih sekitar 30 kader baru. Selain itu pihaknya juga bakal mengadopsi sistem "kader bayangan".


"Seperti di kabupaten lain, misal di satu kecamatan ada dua kader yang aktif, ditambah kader di bawahnya sebagai kepanjangan tangan," jelas Yasir.


Dia mengatakan, keaktifan kader sangat penting. Apalagi tugas pada 2024 tidak bisa dibilang mudah.


Pihaknya mendapat target untuk menginvestigasi semua pasien TBC, baik temuan rumah sakit, klinik, maupun Puskesmas. Jumlahnya ada 500-an.


Pihaknya juga ditarget untuk mendapatkan 200 orang kontak erat untuk diberi TPT.


Hal ini menjadi tantangan khusus. Mengingat banyak kontak erat yang menghindar ketika dikunjungi oleh kader.


"Ada juga yang ketika mau diperiksa dia merasa sehat, padahal ada tanda gejala TBC. Sedangkan TPT kan alurnya diperiksa dulu, ketika negatif baru dikasih TPT. Biasanya mereka merasa 'ngapain TPT wong saya diperiksa sudah negatif'. Padahal TPT ada infeksi laten tuberkulosis dalam paru-paru, sewaktu-waktu bisa berkembang, maka perlu TPT," tandas dia. (mzk)

 

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved