Berita Jakarta
Cukai Minuman Berpemanis Mulai Diterapkan Tahun Ini Dipastikan Harga akan Naik
Aturan mengenai penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) bakal diterapkan tahun ini.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Aturan mengenai penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) bakal diterapkan tahun ini. Aturan mengenai hal itu kini tengah dalam proses penggodokan.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani mengatakan, pihaknya melalui Badan Keuangan Fiskal (BKF) telah melakukan pendekatan dengan kementerian/lembaga (K/L) lain, satu di antaranya dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin.
Menurut dia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung aturan itu dengan tujuan kesehatan.
"Menkes memang sangat menyupport (mulai diterapkan-Red) pada 2024. Kemenkeu sudah melakukan koordinasi lintas K/L untuk mempersiapkan regulasi dan revisi MBDK," ujarnya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/2).
"Setelah tahapan itu, pemerintah baru mengumumkan kebijakan tersebut. Sejalan dengan itu, diskusi kami juga berjalan di DPR Komisi XI," sambungnya.
Sejak 2016, isu mengenai cukai MBDK sudah mencuat. Alasan penerapan cukai tersebut karena efek minuman berpemanis berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Selain itu, ada laba yang bisa diraup masuk ke kantong negara.
Setidaknya, ada tiga kategorisasi MBDK yang akan dikenakan cukai.
Pertama, MBDK yang mengandung pemanis berupa gula dengan kadar lebih dari 6 gram per 100 ml.
Kedua, MBDK yang mengandung pemanis alami dalam kadar berapapun. Ketiga, MBDK yang mengandung pemanis buatan dalam kadar berapapun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebut, potensi penerimaan dari cukai MBDK menembus Rp 6,25 triliun, dengan asumsi tarif cukai minuman kemasan dengan berpemanis sebesar Rp 1.500/liter.
Dilansir dari data Kemenkeu, produksi minuman kemasan jenis teh saja mencapai 2.191 juta liter/tahun dengan potensi penerimaan Rp 2,7 triliun.
Untuk minuman berkarbonasi, asumsi tarif cukai dikenakan sebesar Rp 2.500/liter, dengan kapasitas produksinya mencapai 747 liter/tahun, dengan potensi penerimaan Rp 1,7 triliun.
Dengan adanya penerapan cukai tersebut, produsen akan menaikkan harga jual atau mempertahankan harga jual, tapi dengan memperkecil atau mengurangi isi dalam kemasan dan mengorbankan margin demi mempertahankan pasar.
Bagi perusahaan yang tulang punggung pendapatan ada di minuman berpemanis tentu akan terpukul. Akan tetapi, efeknya mungkin akan sementara, karena minat masyarakat Indonesia akan minuman manis yang tinggi.
Berdasarkan data Statista, pendapatan rata-rata penjualan minuman ringan di Indonesia berada di tren yang meningkat dari tahun ke tahun, dan akan terus naik hingga 2028.
Cukai Minuman Berpemanis
minuman berpemanis dalam kemasan
minuman berpemanis
Cukai Produk Minuman Berpemanis
Mutasi Polri: 7 Kapolda Baru, Dari Irjen Asep Edi Suheri Hingga Brigjen Hengki |
![]() |
---|
Lowongan 1.000 Petugas Damkar Jakarta 2025: KTP Luar Jakarta Boleh Daftar! |
![]() |
---|
Prabowo Beri Abolisi dan Amnesti: Tom Lembong & Hasto Dapat Pengampunan |
![]() |
---|
IHSG Melemah 65 Poin di Akhir Juli, Saham Perbankan Tekan Pasar |
![]() |
---|
Dolar Bisa Rp 1.000? Ini Syarat dan Pro Kontra Soal Hilirisasi Ekspor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.