Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jabatan Kepsek Safrin Zebua Dicopot! Bisa Jadi Segera Dipecat, Pukulannya Bikin Mati Siswa SMK

Beginilah nasib Safrin Zebua si kepala sekolah SMK di Nias Selatan yang bikin nyawa Yaredi melayang. Dia terancam dipecat.

istimewa
Jabatan Kepsek Safrin Zebua Dicopot! Bisa Jadi Segera Dipecat, Pukulannya Bikin Mati Siswa SMK 

TRIBUNJATENG.COM - Beginilah keberlanjutan kasus penganiayaan berujung kematian yang dilakukan Safrin Zebua selaku kepala sekolah kepada siswa SMK di Nias Selatan, belum lama ini.

Suhendri dari Dinas Pendidikan Sumatra Utara mengomentari kejadian meninggalnya Yaredi Nduru (17), seorang siswa SMK Negeri 1 Siduaori Nias Selatan, yang diduga akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah, Safrin Zebua (37).

Menurut Suhendri, awalnya Safrin Zebua ingin melakukan tindakan disiplin terhadap sekelompok siswa yang sedang menjalani praktek kerja lapangan (PKL).

lihat fotoLima Kali Pukulan Pak Kepsek di Kepala Bikin Siswa SMK Meninggal
Lima Kali Pukulan Pak Kepsek di Kepala Bikin Siswa SMK Meninggal

Baca juga: Lima Kali Pukulan Pak Kepsek di Kepala Bikin Siswa SMK Meninggal: Syarafnya Putus, Demam, Mengigau

"Saya mendapat informasi dari pihak yang kami minta untuk memeriksa bahwa para siswa tersebut melakukan PKL di sebuah tempat dan dianggap tidak bekerja dengan baik," ungkap Suhendri dalam wawancara pada Kamis (18/4/2024).

Dia menjelaskan bahwa saat itu, kepala sekolah berharap tindakan disiplin tersebut dapat memperbaiki perilaku siswa yang sedang mengikuti program PKL.

"Pihak sekolah mendapatkan laporan tentang hal tersebut dan salah satu oknum kepala sekolah melakukan pembinaan agar ke depannya PKL dapat dilaksanakan dengan lebih baik," katanya.

Namun, menurut Suhendri, pembinaan yang dilakukan justru diduga berujung pada tindakan kekerasan terhadap salah satu siswa.

"Situasi ini sangat disayangkan. Kami dari Dinas Pendidikan Sumut sangat menyesalkan dan berduka cita atas kejadian ini. Semoga keluarga mendapat kekuatan dalam menghadapi situasi ini," ucapnya.

Saat ini, lanjut Suhendri, kepala sekolah sedang dalam pemeriksaan dan pengawasan oleh cabang dinas, serta akan dimintai keterangan secara tertulis.

"Kami terus memantau perkembangan dan berharap proses dapat berjalan dengan baik. Kami juga meminta agar semua pihak bersabar agar dapat menemukan fakta yang jelas," tambahnya.

Terancam Dipecat

Suhendri menyebut, jika terbukti bersalah, oknum kepsek akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Termasuk pemecatan.

"Saat ini yang bersangkutan dibebastugaskan terlebih dahulu untuk kepentingan pemeriksaan," katanya.

Ia menuturkan, saat ini proses pembelajaran tetap dilakukan tanpa kepala sekolah karena wewenangnya sudah diambil alih.

"Untuk sementara dialihkan ke cabang dinas pendidikan agar pembelajaran bisa tetap berlangsung," pungkasnya.

Duduk Perkara

Keluarga Yaredi (17 tahun), seorang siswa di Nias Selatan, Sumatera Utara, yang diduga meninggal setelah mengalami kekerasan fisik dari kepala sekolah, menyerukan keadilan kepada pihak berwenang.

Mereka menegaskan penolakan mereka terhadap tindakan kekerasan yang menimpa anak mereka.

Sekhezatulo Ndruru mengungkapkan tragedi kekerasan yang menimpa Yaredi hingga menyebabkan kematiannya setelah menerima hukuman dari kepala sekolah pada Sabtu (23/3/2024) pagi.

Pada saat itu, Yaredi bersama dengan rekan-rekannya sedang melakukan kegiatan lapangan di Kantor Camat Sidua’ori, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara.

Mereka diminta oleh wakil camat untuk memindahkan generator listrik.

”Ada beberapa siswa yang bersedia dan beberapa lainnya tidak bersedia untuk memindahkan generator karena dianggap terlalu berat. Namun, akhirnya mereka tetap memindahkan generator tersebut. Namun, wakil camat melaporkan kepada kepala sekolah bahwa anak-anak sulit diarahkan,” kata Sekhezatulo, yang dikenal dengan nama panggilan Hasrat, ayah dari Yaredi, Kamis (18/4/2024).

Berdasarkan informasi dari teman-teman anaknya, Hasrat menyimpulkan bahwa Yaredi adalah salah satu yang pertama kali dipukul oleh Safrin Zebua.

Kemudian, siswa lainnya juga menerima hukuman yang sama dari Safrin Zebua.

Hasrat menyatakan, Safrin Zebua menyerang Yaredi di area kening dengan kekuatan yang cukup besar.

Tidak ada tanda-tanda memar setelah serangan itu, namun kening Yaredi membengkak sebagai akibatnya.

Yaredi tidak segera menceritakan insiden tersebut kepada orang tuanya.

Dia hanya mengeluhkan sakit kepala kepada ibunya yang baru saja kembali dari ladang pada sore hari itu.

Pada saat itu, Yaredi belum mengungkapkan bahwa dia telah diserang oleh kepala sekolah.

Ibunya memberikan obat pereda sakit kepala kepada Yaredi.

Namun, seminggu kemudian, sakit kepala Yaredi tidak kunjung mereda dan bahkan semakin parah.

Dia meminta izin untuk tidak masuk sekolah karena tidak mampu menahan rasa sakit yang semakin parah.

Pada Jumat (29/3/2024), Yaredi mengalami demam tinggi.

Setelah demamnya turun, dia akhirnya mengaku kepada orangtuanya bahwa dia telah diserang oleh kepala sekolahnya.

Safrin kemudian menanyai teman-teman Yaredi, yang mengungkapkan bahwa mereka juga pernah dihukum oleh kepala sekolah satu minggu sebelumnya.

Karena kondisinya semakin memburuk, Yaredi dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Thomsen Gunungsitoli pada Selasa (9/4/2024).

Namun, meskipun mendapatkan perawatan di rumah sakit, kondisinya tidak kunjung membaik.

Hasil foto rontgen kepala dan pemeriksaan fisik oleh dokter mengindikasikan adanya pendarahan atau pembekuan darah di kepala Yaredi.

Setelah menerima laporan tersebut, polisi mengunjungi RSUD Dr. Thomsen.

Namun, karena kondisi Yaredi semakin memburuk, petugas tidak dapat meminta keterangan darinya.

Kesehatannya terus menurun hingga akhirnya meninggal pada Senin (15/4/2024) malam setelah dirawat selama seminggu.

Setelah menerima hasil pemeriksaan, keluarga Yaredi melaporkan Safrin Zebua atas dugaan penganiayaan ke Polres Nias Selatan.

Polisi mengatur pertemuan antara keluarga Yaredi dan Safrin Zebua.

Kepala sekolah mengaku menegur dan memukul siswanya, tetapi mengklaim tidak keras.

Namun, keluarga Yaredi menyatakan bahwa anak mereka dipukul hingga lima kali di kening, sehingga mereka meminta agar proses hukum dilakukan.

Jenazah Yaredi awalnya dibawa pulang dan dijadwalkan untuk dimakamkan pada Selasa (16/4/2024).

Namun, polisi meminta dilakukan autopsi terlebih dahulu untuk pemeriksaan forensik.

Pada Kamis siang, keluarga Yaredi masih menunggu autopsi dilakukan di RSUD Dr. Thomsen.

"Mereka sangat sedih kehilangan anak kesayangan mereka. Sekarang mereka berada di rumah sakit menunggu dokter forensik dari Medan datang. Mereka hanya ingin anak mereka mendapat keadilan," kata mereka.

Proses Hukum Berjalan

Bripka Dian Octo Tobing, Kepala Seksi Humas di Kepolisian Resor Nias Selatan, menyatakan bahwa proses hukum terkait kasus tersebut masih berlangsung.

Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap kepala sekolah, anggota keluarga korban, murid, dan beberapa individu lainnya.

Meskipun begitu, hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam peristiwa tersebut.

Dian menjelaskan bahwa Polres Nias Selatan masih menantikan hasil autopsi dari dokter forensik yang berasal dari Polda Sumut.

Rencananya, autopsi akan dilakukan pada Kamis (18/4/2024) siang.

Dian menekankan bahwa pemeriksaan tersebut memiliki signifikansi penting dalam menetapkan penyebab meninggalnya Yaredi.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Kepsek di Nias Selatan Diduga Lakukan Kekerasan ke Siswa Hingga Tewas, Ini Penjelasan Disdik Sumut

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved