Berita Regional
Mahasiswa STIP Jakarta Tewas Dianiaya Senior: Upaya Penyelamatan Berujung Kematian Korban
Korban dipukul sebanyak lima kali di bagian ulu hati hingga terkapar. Ia meninggal dunia saat dibawa ke klinik.
TRIBUNJATENG.COM - Jumat (3/5/2024), seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dinyatakan meninggal dunia.
Mahasiswa dengan pangkat taruna tingkat 1 itu bernama Putu Satria Ananta Rastika.
Putu diduga tewas akibat dianiaya oleh seniornya, T (21).
Baca juga: Keluarga Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Sebut Korban Tak Punya Musuh
Korban dipukul sebanyak lima kali di bagian ulu hati hingga terkapar.
Ia meninggal dunia saat dibawa ke klinik.

Berikut sejumlah fakta terkait kejadian penganiayaan mahasiswa STIP Jakarta yang menyebabkan korban meninggal dunia.
1. Korban tidak sendirian
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hadi Saputra Siagian mengungkapkan, penganiayaan terjadi dalam sebuah toilet yang berada di lantai dua gedung STIP Jakarta.
Saat itu, Putu disebut baru mengecek sejumlah kelas usai kegiatan jalan santai bersama empat rekannya.
“Setelah memastikan tak ada orang di dalam kelas, mereka (korban dan temannya) dipanggil oleh T. T mempertanyakan korban kenapa mengenakan baju olahraga saat ke gedung pendidikan,” ujar Hadi, diberitakan Kompas.com, Sabtu (4/4/2024).
Pelaku lantas membawa Putu dan empat temannya ke kamar mandi. Kelimanya diminta berbaris tanpa mengetahui tujuan pelaku.
“Setelah berbasis, T langsung melepaskan pukulan dengan tangan kosong kepada korban (Putu) ke arah ulu hati,” jelas Hadi.
Setelah dipukul lima kali, Putu lemas dan terkapar. Pelaku lantas meminta empat teman Putu pergi dan korban dibawa ke klinik yang berada di lingkungan STIP.
2. Dipukul usai korban mengaku lebih kuat dari temannya
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan menyebutkan, pelaku mengaku perlu menindak korban yang merupakan juniornya ketika melakukan kesalahan.
Sebab, Putu dan empat temannya dinilai bersalah karena mengenakan seragam olahraga dalam gedung pendidikan.
Setelah mengumpulkan Putu dan empat orang temannya dalam toilet, T menanyakan siapa orang yang paling kuat di antara mereka.
“Ada satu kalimat dari tersangka yang menyatakan gini, ‘Mana yang paling kuat?’," kata Gidion, dikutip dari Kompas.com, Sabtu.
"Kemudian korban (Putu) mengatakan bahwa dia yang paling kuat karena dia merasa dirinya adalah ketua kelompok dari komunitas tingkat 1 ini,” lanjutnya.
Mengetahui hal itu, T langsung memukul korban tepat di ulu hatinya sebanyak lima kali, sehingga tersungkur pingsan.
“Motifnya ya itu, kehidupan senioritas. Jadi mungkin tumbuh rasa arogansi,” ujarnya.
3. Upaya penyelamatan justru berujung kematian korban
Menurutnya, pukulan dengan tangan kosong yang dilakukan T bukan penyebab utama korban meninggal dunia.
“Ternyata yang menyebabkan hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah ketika dilaksanakan upaya-upaya yang menurut tersangka (TRS) merupakan penyelamatan,” jelas dia.
Berdasarkan pengakuan T, dia berupaya menolong Putu yang pingsan dengan menarik lidahnya keluar.
Namun, cara ini justru membuat korban tidak bisa bernapas sehingga kehilangan nyawa.
“Penyelamatan dilakukan dengan memasukkan tangan ke mulut korban untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia,” imbuh Gidion.
4. Korban dipulangkan ke Bali
Jenazah Putu selesai menjalani otopsi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur pada Sabtu (4/5/2024) siang.
Kepala Rumah Sakit (Karumkit) RS Polri Kramat Jati Brigjen (Pol) Hariyanto mengungkapkan, Putu menderita luka memar di beberapa bagian tubuh, termasuk mulut, lengan, dada, bibir, serta organ dalam.
"Secara umum didapatkan berupa memar pada mulut, lengan atas dan dada, luka lecet di bibir, memar pada paru, dan perbendungan organ dalam," tutur Hariyanto.
Hariyanto menambahkan , jenazah Putu berada di rumah duka RS Polri Kramat Jati hingga diterbangkan ke kampung halamannya di Bali pada Minggu (5/5/2024) pagi.
5. T menjadi tersangka tunggal
Polisi telah menetapkan T sebagai tersangka tunggal dalam kasus penganiayaan Putu.
Tersangka dijerat dengan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Sementara itu, Gidion menyebutkan bahwa tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap korban disaksikan empat rekan tersangka dalam toilet.
Namun, mereka tidak dipidanakan karena tidak ikut menganiaya korban.
“Jadi kesimpulan penyidikan tersangkanya hanya satu dalam konteks ini. Karena kalau melihat rekonstruksi pasal yang kami terapkan, teman tersangka jelas tidak bisa menjadi tersangka,” jelas Gidion, diberitakan Kompas.com, Sabtu.
“Karena pasalnya kan barang siapa yang melakukan (pembunuhan), menghilangkan nyawa orang, melakukan kekerasan menyebabkan hilangnya nyawa orang.
Jadi tidak bisa,” tegasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Fakta Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Usai Dianiaya Senior"
Baca juga: "Mana Yang Lebih Kuat" Pertanyaan Senior Yang Jadi Penyebab Putu Satria Mahasiswa STIP Tewas
Jasad Wanita Nyaris Tanpa Busana Ditemukan di Semak-Semak Lahan Kosong |
![]() |
---|
Anggota TNI Pembunuh Istri Acungkan Jari Tengah ke Keluarga Korban saat Rekonstruksi |
![]() |
---|
Mengenal Dwi Hartono, Terduga Otak Pembunuhan Kacab Bank Dikenal Royal dan Berambisi Jadi Bupati |
![]() |
---|
Foto Visum Bagian Vital Diduga Disebarkan Dokter, Selebram Murka Somasi RS Bhayangkara |
![]() |
---|
Diduga Ada Kelalaian, Ibu Muda Akan Tempuh Jalur Hukum Usai Bayinya Meninggal Saat Persalinan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.