DPRD Prov Jateng
Tantangan Jateng Jadi Lumbung Beras, Ketua DPRD Jawa Tengah: Lahan Berkurang oleh Pembangunan
Untuk mengembalikan kejayaan seperti di masa lalu, menurut Sumanto, Jawa Tengah harus fokus pada pelestarian lahan pertanian.
TRIBUNJATENG.COM - Semarang – Sejak masa penjajahan Belanda, Provinsi Jawa Tengah telah menjadi pusat produksi beras atau lumbung pangan utama. Hal ini disebabkan oleh lahan yang subur dan sistem irigasi yang baik.
Pernyataan itu Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, sampaikan saat menjadi narasumber dalam program Dialog NTV Prime di NusantaraTV pada Rabu, 29 Mei 2024 lalu dengan tema ‘Jawa Tengah Penyangga Produksi Beras Nasional’.
Sumanto, yang memiliki latar belakang sebagai pengacara sebelum menjadi politisi PDI Perjuangan dan kini menjabat sebagai Ketua DPRD Jawa Tengah, memiliki wawasan yang luas mengenai sejarah pertanian beras di Jawa Tengah sebagai lumbung pangan Indonesia.
“Jawa Tengah menjadi lumbung pangan karena tanahnya sangat cocok untuk pertanian. Sejak zaman penjajahan Belanda, lahan di Jawa telah fokusnya untuk tanaman seperti kopi, tebu, dan pertanian,” tutur Sumanto.
Pada masa itu, lanjut Sumanto, Indonesia di bawah kekuasaan Belanda pernah berjaya dalam produksi tebu hingga mampu mengekspor gula ke luar negeri.
“Sekarang, kita malah menjadi pengimpor gula terbesar di dunia. Padahal, pada tahun 1928, kita pernah menjadi produsen gula terbesar kedua di dunia. Kini, kita harus mengimpor gula dalam jumlah besar,” jelasnya.
Untuk mengembalikan kejayaan seperti di masa lalu, menurut Sumanto, Jawa Tengah harus fokus pada pelestarian lahan pertanian.
“Pengelolaan lahan harus ketat. Tanah kita sudah subur dan irigasinya sudah ada sejak lama. Ini harus kita jaga agar lahan pertanian tetap lestari,” ucapnya.
Lahan pertanian beras di Jawa Tengah semakin berkurang Sumanto menekankan pentingnya menjaga lahan pertanian di Jawa Tengah karena luasnya semakin berkurang akibat pembangunan jalan dan perumahan.
"Di Jawa, pembangunan jalan tol dan perumahan mengurangi luas lahan pertanian sekitar 2 persen setiap tahun,” ujarnya.
Jika tidak teratasi dengan serius, Sumanto khawatir produksi beras di Jawa Tengah dan Jawa Timur akan semakin menurun.
“Jawa Tengah adalah penyangga pangan terbesar kedua nasional. Kita perlu penanganan khusus agar bisa terus memenuhi kebutuhan beras nasional,” terang mantan anggota DPRD Kabupaten Karanganyar itu.
Selain itu, saat ini banyak negara penghasil beras enggan mengekspor produksinya, sehingga impor beras menjadi sulit.
“Sekarang mengimpor beras sudah sulit karena negara-negara lain menjaga kebutuhan dalam negeri mereka,” bebernya.
“Jika pemerintah tidak serius dalam menangani hal ini, kita akan menghadapi kesulitan pangan di masa depan,” tandasnya. (*)
Harga Beras Sering Fluktuasi, DPRD Jawa Tengah Ungkap Penyebabnya di Bidang Pertanian
Sejak awal tahun 2024 hingga saat ini, fluktuasi harga beras masih menjadi isu hangat. Masyarakat mempertanyakan langkah-langkah pemerintah ambil untuk menangani berbagai masalah di sektor pertanian, salah satunya soal harga beras.
Di tengah tantangan produksi pertanian di Indonesia, khususnya beras, ada dua provinsi yang menjadi tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan beras nasional. Keduanya yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang telah lama masyhur sebagai pusat produksi beras utama.
Hal tersebutlah yang Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, sampaikan dalam program Dialog NTV Prime bertema ‘Jawa Tengah Penyangga Produksi Beras Nasional’ pada Rabu, 29 Mei 2024 lalu.
Sebelum terjun ke dunia politik, Sumanto sudah memiliki perhatian khusus terhadap peningkatan produksi pertanian, terutama beras, yang berawal dari Kabupaten Karanganyar.
“Saya sudah di DPR sejak era reformasi tahun 1996 dan 1998. Menjadi anggota DPR di Kabupaten Karanganyar selama tiga periode sebelum dapat tugas oleh partai untuk ke provinsi,” ujar Sumanto.
Selama menjabat di DPRD Kabupaten Karanganyar dan Provinsi Jawa Tengah, Sumanto konsisten mendorong kemajuan industri pertanian, termasuk peternak, nelayan, dan pelaku UMKM agar mereka bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Sebagai politisi yang berasal dari keluarga petani, Sumanto sangat memahami permasalahan dan tantangan yang para petani hadapi.
“Saya ini anak petani. Jadi saya tahu betul sejarah pertanian sejak ayah saya hingga kakek saya,” terangnya.
"Dulu swasembada pangan sudah dicanangkan. Sampai sekarang masih ada swasembada pangan. Kita bisa, tapi belum pernah benar-benar merasakannya,” ungkapnya.
Harga beras sering tinggi, Sumanto ungkap penyebabnya di bidang pertanian
Belum tercapainya swasembada pangan, menurut Sumanto, penyebabnya ialah banyaknya masalah klasik yang masih melanda dunia pertanian di Indonesia, mulai dari masalah pupuk, pengairan, dan lain sebagainya.
"Masalah pupuk. Bahkan masalah pupuk ini semakin sulit dari waktu ke waktu. Kemudian masalah pengairan. Dari zaman kakek saya sampai sekarang masih sulit,” ucapnya.
“Saya berpikir bagaimana caranya meningkatkan sektor pertanian. Dan harga beras yang setiap tahun terus mengalami masalah yang sama,” sambungnya.
Melihat kondisi ini, Sumanto meminta pemerintah agar fokus menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
“Saya terus menyampaikan ini. Supaya pemerintah fokus terhadap masalah ini. Jadi kalau gejolak harga beras mencapai 15 ribu saja sudah seperti itu,” tegasnya.
Menanggapi soal mengapa masalah terus berulang, Sumanto menjawab bahwa kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah yang ada menjadi penyebabnya.
Akibatnya, Indonesia kini tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia, yang dulunya kalah dari Indonesia.
“Dulu kita unggul daripada Vietnam, Thailand, Malaysia sejak merdeka. Baik dari segi pendidikan maupun pertanian. Tapi sekarang kita jauh tertinggal. Dengan China juga begitu. Sekarang kita kalah jauh,” jelasnya. "Mesti ada masalah yang harus dipecahkan,” tandasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.