Berita Semarang
Konflik Timur Tengah Bisa Berdampak Buruk bagi Perekonomian RI, Pengamat Beri Solusi
Konflik geopolitik berkepanjangan di Timur Tengah disebutkan memberikan dampak ekonomi bagi Indonesia.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Konflik geopolitik berkepanjangan di Timur Tengah disebutkan memberikan dampak ekonomi bagi Indonesia.
Pengamat Konflik Timur Tengah dan Diplomasi Indonesia yang juga akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Masyrofah mengatakan, hal itu mengingat Indonesia merupakan pengimpor minyak yang bersumber dari negara-negara di Timur Tengah.
Oleh karenanya, ia menilai penyelesaian konflik di Timur Tengah khususnya Israel - Palestina harus segera dilakukan.
“Ini menjadikan titik poin bahwa isu Palestina harus segera diselesaikan,” ungkapnya pada Dialog Forum Merdeka Barat 9 bertema 'Menakar Dampak Konflik Timur Tengah bagi Indonesia' secara daring, Senin (3/6/2024).
Masyrofah lebih lanjut memandang bahwa konflik berkepanjangan hanya akan mengganggu berbagai sektor perekonomian, seperti rantai pasokan barang dan jasa yang pada akhirnya berimbas pada kenaikan harga produk dan inflasi.
Menurutnya, pengakuan dari tiga negara Eropa yakni Norwegia, Irlandia, dan Spanyol, serta pemberian hak penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Palestina harus dijadikan momentum untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina.
“Tiga negara Eropa sudah mengakui negara Palestina, ini jadi momentum bahwa isu Palestina ini harus segera diselesaikan," tegasnya.
Penyelesaian konflik ini menurut Masyrofah menjadi krusial karena bukan hanya meringankan penderitaan masyarakat Palestina, tetapi juga untuk mencegah dampak ekonomi global yang lebih luas.
Masyrofah menilai bahwa Indonesia dapat berperan dengan menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk mendorong dialog dan perundingan damai antara pihak-pihak yang berkonflik.
Salah satunya diplomasi Indonesia yang konsisten mendorong Solusi Dua Negara atau Two State Solutions antara Israel dan Palestina menjadi jalan keluar untuk mencegah konflik yang berlarut-larut.
“Two State Solutions menjadi salah satu solusi, sehingga pada akhirnya konflik ini bisa diselesaikan,” ujarnya.
Namun, Masyrofah mengingatkan bahwa upaya diplomasi harus diiringi dengan langkah-langkah konkret untuk mencegah dampak buruk ekonomi yang lebih luas. Hal ini termasuk diversifikasi sumber energi, memperkuat ketahanan pangan, dan mendorong perdagangan dan investasi antar negara.
“Jadi menjaga kestabilan ekonomi Indonesia sangat penting, karena dinamika geopolitik di Timur Tengah berdampak langsung ke Indonesia,” ujarnya.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jailani menyebutkan Two State Solution dengan parameter internasional dikehendaki sebagai jalan keluar dari konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Disebutkan, Two State Solution yang diinginkan Indonesia memiliki tiga parameter utama. Pertama, yakni Indonesia menginginkan berdirinya negara Palestina yang berdaulat dengan batas negara. Menurutnya upaya ini telah dilakukan Indonesia sejak puluhan tahun silam.
“Paling tidak batas negara yang ada sebelum Perang 1967, itu posisi kita. Termasuk juga posisi Palestina dalam perundingan,” ujarnya.
Kedua, Indonesia juga menghendaki penghentian pembangunan pemukiman warga Israel di West Bank dan Gaza. Menurut dia, upaya pembangunan pemukiman tersebut harus segera dihentikan.
“Masyarakat internasional sangat prihatin karena kita ketahui bahwa Israel terus secara masif melakukan pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah West Bank secara masif. Dan itu yang kita tidak kehendaki,” ujarnya.
Selanjutnya, mengembalikan dengan penuh hak-hak bagi pengungsi Palestina akibat peristiwa pada 1948. Di mana ratusan ribu warga Palestina terusir dari tanah kelahiran mereka sejak kejadian itu.
“Kita ketahui pada peristiwa Naba pada 1948, lebih dari ratusan ribu orang Palestina telah terusir dari kota-kota dan desa-desanya. Mereka menuntut memiliki akses kembali terhadap tanah,” ujarnya.
Berikutnya, mendorong upaya agar Yerusalem sebagai ibu kota negara Palestina. Indonesia maupun beberapa negara lain, ungkapnya, telah mengecam berkali-kali terhadap keputusan sepihak Amerika Serikat yang mengakui pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
“Selanjutnya, yang lebih penting lagi bahwa Yerusalem harus sebagai ibukota Palestina,” ujarnya.
Meski demikian, Jailani mengakui, untuk mewujudkan Two State Solution merupakan hal yang sangat sulit, mengingat adanya penolakan dari berbagai negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat.
Dia menerangkan, bagaimanapun Indonesia akan terus untuk mendorong Two State Solution bersama komunitas internasional sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang adil dan permanen di Palestina. Upaya ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam meraih kemerdekaannya.
“Two State Solution tidak bisa diwujudkan apabila negara lain tidak mengakui Palestina. Jadi kita perlu terus mendorong semakin banyak negara yang mengakui keberadaan negara Palestina,” katanya.
Di sisi itu pemerintah Indonesia kini tengah berupaya menjaga stabilitas ekonomi nasional dalam menghadapi dampak ekonomi global yang ditimbulkan oleh konflik di Timur Tengah.
Di antaranya dengan memanfaatkan mata uang lokal dalam perdagangan dengan negara mitra atau dikenal dengan skema Local Currency Settlement (LCS).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan mengungkapkan bahwa pendekatan LCS merupakan bagian dari upaya mitigasi dampak konflik Timur Tengah terhadap perekonomian dunia, khususnya Indonesia.
"Timur Tengah adalah salah satu sumber energi utama dunia, sehingga setiap peningkatan harga minyak yang disebabkan oleh konflik ini berpotensi meningkatkan harga energi secara global," jelasnya.
Menurutnya, peningkatan harga energi ini dapat memicu inflasi, yang pada gilirannya berdampak pada kebijakan moneter yang diterapkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, kebijakan moneter, seperti penyesuaian suku bunga dan LCS dapat digunakan sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Strategi melalui kerja sama dengan negara-negara mitra dagang untuk memanfaatkan mata uang lokal dalam transaksi menurutnya memiliki peran penting dalam mitigasi terhadap dampak buruk akibat dinamika geopolitik di Timur Tengah. Skema LCS ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada mata uang asing dan meningkatkan efisiensi ekonomi.
"Kami telah bekerja sama dengan negara-negara mitra dagang untuk memanfaatkan uang lokal untuk transaksi bilateral, seperti Thailand, Malaysia, Jepang, Tiongkok, hingga Korea Selatan," jelas Ferry.
Ferry menambahkan, koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat. Bank Indonesia, sebagai bank sentral, bekerja sama dengan pemerintah dalam menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Gagal Penuhi Target Emas, Kontingen Catur Jateng Sebagai Tuan Rumah Pomnas XIX Hanya Raih Segini |
![]() |
---|
BSB Village Gelar Pasar Rasa, Buka Akses Danau dan Lepas 16.000 Benih Ikan |
![]() |
---|
Siap-siap! Warga Diminta Tampung Air di Tandon, 2 Hari Ada Perbaikan Intake Jatibarang Semarang |
![]() |
---|
Momen Langka Terpidana Korupsi Mbak Ita dan Suami Diizinkan Ke Luar Lapas Semarang Hadiri Pernikahan |
![]() |
---|
Bus Trans Semarang Tanpa Penumpang Kecelakaan Tunggal Saat Uji Coba di Mijen: Diduga Rem Blong |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.