Berita Nasional
Tapera Berlaku Tahun 2027, Beban Iuran Pekerja Diusulkan 1 Persen Saja
Program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi sorotan dan banjir protes. Meski begitu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut program
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi sorotan dan banjir protes. Meski begitu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut program itu tidak akan ditunda, dan tetap berjalan tahun 2027.
Ia menyebut saat ini program Tapera belum dijalankan dan belum ada pemungutan iuran, baik ke pegawai swasta maupun pegawai negeri. Menurutnya ada kekosongan dari 2020 hingga 2024 sejak perubahan dari Bapertarum ke BP Tapera.
"Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan. Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024 tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan," tegas Moeldoko.
Moeldoko menyatakan iuran Tapera sebesar 3 persen gaji akan diterapkan setelah ada peraturan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR).
"Nanti akan berjalan untuk ASN yang setengah persen APBN setelah ada peraturan menteri dari Kemenkeu. Selanjutnya untuk pekerja swasta setelah ada Peraturan Menteri dari Kemnaker, itu baru berjalan dengan baik," beber Moeldoko.
Ia pun menyebut waktunya masih fleksibel. "Flexibility ya (menurut fleksibilitas)," ujar Moeldoko kepada wartawan di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Saat ditanya apakah ada dorongan agar aturan tiga kementerian itu cepat diterbitkan, Moeldoko menyinggung aturan Tapera yang tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024.
Berdasarkan aturan itu, program iuran Tapera akan diterapkan pada 2027 untuk pegawai swasta maupun pekerja mandiri.
"Itu sampai dengan 2027 paling lambat," ujar mantan Panglima TNI itu.
"Belum (akan diterbitkan segera) mungkin masih mendengarkan evaluasi dan masukan-masukan saat ini," kata Moeldoko.
Bukan Diundur
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono membantah kabar bahwa pungutan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) ditunda sampai 2027.
Basuki menjelaskan, sejak awal program iuran Tapera ini memang baru akan diberlakukan pada 2027. Hal ini sesuai dengan Pasal 68 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 yang menyebut pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya kepada BP tapera paling lambat 7 tahun sejak PP diberlakukan.
"Bukan diundur 2027, memang aturannya mulai berlaku tahun 2027 paling lambat," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jumat (7/6/2024).
Selain itu, dia juga menanggapi kegaduhan masyarakat terkait program Tapera. Menurutnya, kegaduhan itu terjadi karena sebelumnya pernah terjadi kasus penyelewengan dana pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), dan PT Taspen.
"Ya karena itu tadi, ada trust (masalah kepercayaan) itu. Masih ada UKT, ada Asabri, jadi itu kepercayaan dan memang beban kehidupan masyarakat sekarang mungkin lagi susah," ucapnya.
Kendati demikian, dia meyebut, pemberlakukan iuran Tapera ini tergantung pada keputusan yang diambil pemerintah pusat dan usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kalau ditanya sikap pemerintah, saya enggak bisa jawab karena pemerintah kan banyak. Undang-undangnya inisiatif DPR, ini adalah PP, kecuali kalau itu Peraturan Menteri PUPR saya bisa jawab," tuturnya.
Desak Pembatalan
Partai Hanura mendesak pemerintah untuk membatalkan implementasi iuran kalangan pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal itu menjadi salah satu sikap politik mereka dalam Rapimnas II Hanura, Sabtu (8/6/2024).
"Partai Hanura mendesak pemerintah untuk membatalkan peraturan perundangan tersebut," kata Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Benny Rhamdani, Sabtu sore.
Ia menegaskan bahwa seandainya pemerintah ingin menerapkan program seperti ini, pemerintah mesti melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait dan dalam pelaksanaannya tidak memberatkan masyarakat dan pengusaha.
Hanura menyinggung soal kesenjangan kepemilikan rumah dengan backlog yang diperkirakan mencapai 16 juta orang. Hal itu dianggap menjadi bukti bahwa pemerintah abai dalam mengurus dan memenuhi kebutuhan dasar tersebut.
Hanura juga menyinggung soal Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapetarum PNS) ketika dulu aparatur sipil negara diminta menyisihkan gajinya.
"Kurang lebih Rp 550 miliar dan kemudian tidak diketahui di mana rimbanya tabungan tersebut," ujar Benny.
Dalam keadaan seperti itu, pemerintah justru memperluas target pengenaan iuran kepada seluruh masyarakat pekerja.
"Aturan tersebut harusnya disosialisasikan dulu, sebab aturannya berbau wajib alias 'pemaksaan' kepada pekerja dan pengusaha," pungkas dia.
Dikaji Ulang
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyarankan agar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dibatalkan karena hanya cocok diskemakan untuk aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri.
“Bisa saja itu dibatalkan saja. Karena itu memang khusus untuk ASN cocoknya, dan TNI/Polri,” kata Trubus saat dihubungi, Minggu (9/6/2024). Namun, jika iuran Tapera ingin dikaji ulang, Trubus menyarankan ada peran negara di dalamnya.
“Dengan memasukkan peran negara di situ. Jadi kontribusi negara. Misalnya (iuran) 3 persen (dari gaji) untuk pekerja swasta, itu negara harusnya berkontribusi 2 persen. Jadi karyawan cukup bayar 1 persen saja,” ujar Trubus.
Kemudian untuk pekerja mandiri atau freelance, Trubus menyarankan agar iuran ditanggung negara seluruhnya.
“Untuk WNA (warga negara asing) enggak usah dilibatkan,” tutur Trubus. “Solusi lain jangan memasukkan pekerja swasta, pekerja mandiri, dan WNA. Jadi itu untuk ASN saja,” kata dosen Universitas Trisakti itu.
Selama ini, lanjut Trubus, pemerintah gagal menjamin pengelolaan uang aparatur negara. Ia mencontohkan kasus korupsi Asabri.
“Selama ini kan dipegang oleh Asabri, nah Asabri dikorupsi semua habis akhirnya, Jiwasraya dan Taspen dikorupsi semua habis, apalagi cuma Tapera. Negara tidak punya kekuatan untuk menjamin terwujudnya perumahan yang dijanjikan,” kata Trubus.
“Hitung-hitungannya harus jelas. Ini untuk orang miskin, yang kaya beda lagi. Jangan dicampuradukkan. Jangan yang kaya sampai ikut beli. Nanti ujung-ujungnya dibangun kontrakan atau kos-kosan. Jadi harus tegas,” kata Trubus.
“(Juga) harus ada kepastian dapat rumahnya, sesuai domisili atau KTP-nya,” ucap dia.(*Tribun Jateng Cetak
Kemenham Jateng dan Dinas Perdagangan Bahas Penataan PKL Berbasis HAM di Kota Semarang |
![]() |
---|
Syarat Terbaru Masuk TNI AD: Tinggi Badan Diubah, Umur 24 Tahun Masih Bisa Daftar |
![]() |
---|
Kanwil Kemenham Jateng Gelar Rakor Penilaian HAM Bagi Pelaku Usaha dan Bimtek Aplikasi PRISMA |
![]() |
---|
Ikrar Tak Sekadar Seremonial: Kemenham Jateng Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila |
![]() |
---|
Kanwil Kemenham Jateng Soroti Perwal Lokasi PKL: Pastikan Regulasi Berbasis HAM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.