Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

OJK Pastikan Penutupan BPR/S Bermasalah Tak Berdampak ke Nasabah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan tidak akan memberikan toleransi bagi Bank Perekonomian Rakyat/Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/S)

(KOMPAS.com/BAMBANG P. JATMIKO)
Logo OJK 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan tidak akan memberikan toleransi bagi Bank Perekonomian Rakyat/Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/S) bermasalah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan pemeriksaan intensif terhadap seluruh BPR/S untuk memastikan lembaga keuangan itu mampu melaksanakan tugas yang dibebankan sesuai dengan UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).

"Jadi kalau fundamentalnya sudah parah, apalagi ada fraud, sudah pasti (BPR/S itu-Red) akan kami tutup," katanya, saat konferensi pers secara daring, Senin (10/6).

Meski demikian, ia memastikan, penutupan BPR/S itu tidak akan berdampak terhadap nasib nasabah. Ia menyebut, pada 2024 sudah tercatat sebanyak 12 BPR ditutup, di mana hal itu tidak memberikan dampak berarti bagi nasabah.

"Kita melihat fenomena menarik bagaimana justru LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) memainkan peran lebih efektif dan efisien, di mana justru masyarakat melihat sekarang kalau ada BPR bermasalah, di situ sudah ada teman-teman dari LPS. Justru di situ mereka sudah senang, bahkan mengantre pun sudah tidak diperlukan, karena semua akan dibayar," bebernya.

Dian menilai, respons masyarakat terhadap kondisi bank semakin realistis. "Bank umum yang bangkrut walaupun tidak diharapkan, tapi di situ sudah menjadi hal biasa. Tetapi kita lihat sudah ada LPS, OJK, dan Bank Indonesia," ujarnya.

Adapun, OJK mencatat penurunan jumlah BPR/S dari tahun ke tahun. Pada 2022 tercatat BPR/S ada sebanyak 1.608 unit, kemudian turun menjadi 1.575 unit pada 2023.

"Per April 2024, tercatat sebanyak 1.562 BPRS/BPRS. Ini per posisi April 2024 kita lihat ada 1.206 BPR/BPRS telah memiliki modal inti di atas Rp 6 miliar, di mana 103 BPR/BPRS itu di antaranya telah memiliki modal inti bahkan di atas Rp 50 miliar," jelasnya.

Sementara, OJK mencatat saat ini ada 48 BPR/S yang telah selesai melaksanakan proses konsolidasi. Dengan konsolidasi itu, Dian menyebut, terjadi penurunan jumlahnya menjadi sebanyak 15 BPR/S.

"Sesuai roadmap, banyak konsolidasi akan kami lakukan sejalan dengan penguatan permodalan (BPR/S-Red) yang masih belum memenuhi (modal inti minimum-Red) sebesar Rp 6 miliar," jelasnya.

Ia berujar, OJK telah mengeluarkan aturan tentang BPR/BPRS melalui Peraturan OJK (POJK) No. 7/2024. POJK ini sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kelembagaan BPR/BPRS dari berbagai aspek, termasuk dalam proses konsolidasi dan dalam hal penguatan permodalan.

Sebagai penguatan BPR/S, Dian mengungkapkan, konsolidasi juga akan dilakukan BPR/S di bawah pemda. Menurutnya, ke depan pihaknya akan mendiskusikan lebih lanjut dengan stakeholder.

"Termasuk dengan Kemendagri, bahwa seluruh BPR ini akan dikonsolidasikan, yang nanti dibawahi oleh BPD, sehingga BPR bisa betul-betul optimal dan berkontribusi terhadap UMKM," tuturnya.

"Kenapa harus dibawahi BPD? Karena kami melihat BPD punya potensi sangat baik dalam konteks penyelamatan kalau sampai terjadi sesuatu dengan BPR," sambungnya.

Punya dana

Adapun, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan telah mempunyai dana untuk menjamin simpanan nasabah BPR/S yang ditutup.

“LPS saat ini masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang bank-nya ditutup,” ujar Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, baru-baru ini.

Menurut dia, saat ini LPS memiliki aset sebanyak Rp 224,66 triliun yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini. Ia menyebut, sumber dana LPS antara lain berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp 4 triliun.

Selain itu, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dan yang terakhir adalah hasil investasi.

Dimas menuturkan, LPS juga telah dan terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/S dalam hal ini ialah Perbarindo untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop, sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi.

“Sebagaimana diketahui, mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola,” terangnya.

Ia memastikan, LPS memiliki data internal yang merupakan bagian dari early warning system LPS. Sehingga, LPS mengetahui gejala awal jika ada bank yang sedang bermasalah. Koordinasi LPS dan OJK juga erat terkait monitoring kondisi perbankan baik secara industri maupun individual bank.

Dimas pun melihat dengan jumlah BPR saat ini yang ada sekitar 1.600 unit, sehingga masih banyak BPR yang sehat. Adanya penutupan BPR bukan berarti membuat nama BPR rusak secara keseluruhan.

“Bagi nasabah tidak perlu khawatir, karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya, LPS akan menjamin simpanan nasabah,” tandasnya. (idy/Kontan/Adrianus Octaviano)

Baca juga: Diguyur Hujan Ringan, Berikut Prakiraan Cuaca BMKG Kabupaten Batang Rabu 12 Juni 2024

Baca juga: Diduga Pukuli Santri, Oknum Guru Pondok Pesantren Dilaporkan ke Polisi

Baca juga: UMK Lepas 178 Mahasiswa KKN Mengabdi di 38 Desa

Baca juga: Mahasiswa Mabuk Kebut-kebutan, Pajero Tabrak Warteg di Jalan Kaliurang Yogyakarta

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved