Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Video

Video Arab Digarap Adat Dirumat, Petuah Sunan Kalijaga yang Masih Dijaga Erat Keturunannya di Kendal

Pergeseran peradaban kehidupan modern, telah membenamkan sebagian tradisi dari ajaran agama yang dibawa ulama zaman dahulu. 

Berikut ini video Arab digarap adat dirumat, petuah Sunan Kalijaga yang masih dijaga erat keturunannya di Kendal.

TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Pergeseran peradaban kehidupan modern, telah membenamkan sebagian tradisi dari ajaran agama yang dibawa ulama zaman dahulu. 


Padahal tradisi itu merupakan simbol pendekatan humanis para ulama dalam menyebarkan ajaran islam, sesuai kultur dan budaya masyarakat tiap daerah.


Di Dukuh Ngrau Krajan Kelurahan Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kendal misalnya, yang masih memegang teguh petuah Sunan Kalijaga tersebut.


Di sana terdapat satu makam Syekh Bhre Bintoro, atau Raden Bintoro yang merupakan keturunan Sunan Kalijaga


Syekh Bintoro merupakan keturunan Sunan Kalijaga melalui pangeran Hadikusumo (Sunan Hadi). Ia adalah anak dari isteri kedua Sunan Kalijaga bernama Dewi Sarokah binti Sunan Gunung Jati. 


Setiap tahunnya, warga Ngrau Krajan Kelurahan Tunggulsari menggelar tradisi haul, penjamasan pusaka dan ganti luwur di makam Syekh Bintoro.


Tradisi itu masih dipertahankan di tengah hiruk pikuk masyarakat menghadapi budaya luar, yang silih masuk berdatangan.


"Meneruskan apa yang menjadi adat budaya beliau yakni Islam dijalankan dengan baik, jawanya juga dibawa. Seperti sabda eyang Sunan Kalijaga, jowo digowo, arab digarap dan adat dirumat," kata perwakilan keluarga ahli waris Sunan Kalijaga Kasepuhan Kadilangu, Raden Eko Widodo di sela acara, Minggu (7/7/2024).


Ia menambahkan, sosok Syekh Bintoro merupakan ulama yang ikut membantu Sunan Katong menyebarkan ajaran islam di Kaliwungu Kendal


Syekh Bintoro diceritakan menjadi orang pertama yang melakukan "babat alas" Dukuh Ngrau Krajan. 


Sehingga, warga pun memberikan penghormatan berupa peringatan haul hingga penjamasan pusaka dan pergantian kain luwur setiap tahunnya.


"Dahulu Syekh Bintoro berperang dengan penunggu desa ini, kemudian penunggunya kalah dan dijadikan murid oleh beliau,"


"Nah tongkatnya beliau ini perwujudan dari penunggunya itu. Nama tongkatnya Jogokali yang kita jamas hari ini," terangnya.


Sesepuh Desa Tunggulsari sekaligus penjaga makam Syekh Bintoro, Martijo Siswanto mengatakan tradisi ini dipercaya masyarakat sebagai bentuk "ngalap" keberkahan dari jejak spiritual yang dilakukan Sunan Bintoro di masa lampau.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved