Berita Jakarta
Kala UMKM Ritel Tertekan Kenaikan Cukai Rokok
Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 menuai penolakan pelaku UMKM ritel, menyusul potensinya terhadap aktivitas bisnis
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 menuai penolakan pelaku UMKM ritel, menyusul potensinya terhadap aktivitas bisnis di sektor itu.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi mengatakan, potensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Menurut dia, tingginya kenaikan cukai rokok yang terjadi tiap tahun telah menurunkan daya beli konsumen terhadap rokok bercukai.
Hal itu sekaligus membuka pintu peredaran rokok ilegal di masyarakat, karena permintaan konsumen terhadap rokok di Indonesia relatif sama, tetapi daya belinya tidak mampu mengimbangi kenaikan cukai.
“Cukai rokok yang terus-menerus naik ini hanya membuat konsumen justru beralih ke produk tembakau tanpa cukai. Karena ketika cukai itu naik, masyarakat akan menyesuaikan untuk adaptasi belanja sesuai kemampuannya,” katanya, melalui keterangan tertulis, Selasa (16/7).
Anang menuturkan, cukai rokok yang terus mengalami kenaikan hingga double digit setiap tahun telah menekan pendapatan para pelaku usaha kecil. Padahal, kontribusi pelaku usaha kecil saat ini mencapai 60 persen dari total PDB.
Ia menyebut, rencana kenaikan cukai rokok tahun depan hanya akan membuat fenomena rokok ilegal semakin parah, dan mempersulit para pedagang kecil.
“Rokok itu menyumbang hampir 50 persen dari total penjualan para pedagang kecil, dan mayoritas semua pedagang ritel itu menjual rokok, karena ini adalah produk fast moving. Kalau ada kenaikan cukai lagi justru membuat pedagang makin lemah,” bebernya.
Tk hanya potensi kenaikan cukai rokok, Anang turut mengkhawatirkan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang dinilai mengancam keberlangsungan peritel maupun UMKM di seluruh Indonesia.
Sejumlah pasal pengaturan tembakau dalam RPP Kesehatan seperti adanya jarak penjualan rokok sejauh 200 meter dari instansi pendidikan akan berdampak langsung kepada omzet para pedagang kecil.
“RPP Kesehatan yang terbaru ini sangat mengekang bagi penjual atau bagi peritel, baik koperasi maupun UMKM, di mana pembatasan tempat penjualan akan sangat mengganggu bagi kami. Padahal situasi ekonomi saat tengah melemah,” tuturnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Ali Mahsun Atmo menyesalkan apabila RPP Kesehatan disahkan dengan pasal tembakau yang berlaku.
Hal itu terutama berkaitan dengan larangan zonasi 200 meter yang mengancam keberlangsungan pelaku usaha kecil UMKM.
“Karena ini betul-betul akan membunuh ekonomi rakyat, dan memberikan dampak signifikan terhadap omzet mereka, juga terhadap masyarakat ekonomi bawah untuk membeli rokok,” ucapnya.
Berkait dengan rencana kenaikan cukai di 2025, Ali membenarkan adanya penurunan omzet secara signifikan yang dialami oleh para pedagang kecil akibat kenaikan cukai yang tinggi.
Seusai Bupati Pati Sudewo Diperiksa KPK Terkait Suap Proyek Rel Kereta, Ini Fakta Terbarunya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Naik ke 7.936,17, Saham PGEO dan MBMA Jadi Pendorong Utama |
![]() |
---|
Alasan PDIP Copot Bambang Pacul dari Ketua DPD Jawa Tengah, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
IHSG Hari Ini Ditutup Melemah, Apa Penyebabnya? |
![]() |
---|
Bahaya Asbes di Indonesia: Sengketa Hukum, Korban, dan Desakan Pelarangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.