Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jamaah Islamiyah Bubar

Kisah Sabarno Eks Jamaah Islamiyah 10 Tahun Kucing-kucingan dengan Densus 88, Jualan Baksonya Laris

Lalu bagaimana nasib Sabarno setelah JI bubar atau membubarkan diri? Sabarno mengaku ingin kembali hidup normal di tengah masyarakat mengurus keluarga

|
Editor: muslimah
Tribunnews.com
Sabarno alias Pak Sabar alias Amali kader Jamaah Islamiyah selama bertahun-tahun. Posisi terakhirnya 10 tahun lalu adalah ketua toliah JI wilayah timur. 

Ia pernah dikirim kursus singkat ke wilayah Moro atau MILF di Mindanao. Lalu terjun ke konflik Ambon, dan paling jauh, diberangkatkan ke Suriah.

Di Mindanao, Sabarno belajar selama empat bulan saat pecah perang total antara pasukan MILF dan militer Filipina.

Kamp Abubakar, lokasi pelatihan militer para jihadis dari Indonesia saat itu sudah hancur lebur diserbu tentara.
Sabarno dan sejumlah orang asal Indonesia, menjalani kursus di hutan Mindanao di tempat seadanya.

Setelah selesai, Sabarno pulang lewat Malaysia. Kepulangannya tertunda-tunda karena apparat keamanan Indonesia memperkuat perbatasan.

Akhirnya ia bisa masuk ewat jalur tikus, dan melanjutkan aktivitasnya di JI, termasuk misi khusus JI ke Suriah.

Hingga akhirnya, toliahnya terendus dan anakbuahnya pun ditangkapi 10 tahun lalu. Sabarno bergegas memboyong keluarganya lari dari tempat tinggalnya di Karanganyar, Jateng.

Pertama ia menyelamatkan diri ke sebuah tempat di Sragen, Jateng. Ia sempat berdagang ban bekas, jualan tahu bakso, dan bekerja apa saja untuk bertahan hidup.

Tak lama di Sragen, ia hijrah ke sebuah daerah di Kalimantan. Di sana cukup lama dan berjualan bakso. Kata Sabarno usaha jualan baksonya cukup berhasil.

Setelah lama di Kalimantan, Sabarno kembali masuk ke Jawa sampai terakhir ia berpindah-pindah di seputaran Bekasi hingga Cikarang.

Selama dalam pelarian itu, Sabarno sudah tidak pernah lagi berhubungan dengan jamaah lain terkait kegiatan organisasi.

Jalur komunikasinya juga sangat terbatas karena diawasi, dilacak, dan dijejaki oleh para pemburu dari Densus 88 Antiteror.

Ia tidak pernah menggunakan telepon seluler, laptop, atau peranti lunak lain untuk berhubungan dengan teman dan kerabatnya.

Sabarno kembali ke jalur komunikasi tradisional, misalnya menggunakan kurir atau telepon jadul. “Saya tahu saya terus dicari dan dilacak,” kata pria yang memiliki lima orang anak ini.

Sabarno juga membatasi diri saat berselancar di dunia maya. Ia menghindari penggunaan mesin pencari dan menggunakan kata-kata kunci yang berhubungan dengan terorisme dan gerakan radikal.

“Semua diawasi. Pokoknya entah bagaimana caranya, alat apa yang mereka pakai, menggunakan kata-kata tertentu, misal jihad, bisa jadi jalur pelacakan,” jelasnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved