Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Astaga! RS di Jateng Ajukan Klaim Palsu ke BPJS hingga Rp 20 Miliar, Seperti Ini Modusnya

Ada rumah sakit (RS) di Jateng yang mengajukan klaim palsu ke BPJS Kesehatan. Nilainya pun tak main-main hingga mencapai puluhan miliar rupiah

Editor: muslimah
Shutterstock
Ilustrasi rumah sakit 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ada rumah sakit (RS) di Jateng yang mengajukan klaim palsu ke BPJS Kesehatan.

Nilainya pun tak main-main hingga mencapai puluhan miliar rupiah.

Tentu saja hal ini berpotensi merugikan keuangan negara.

Untuk itu Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) segera mengambil langkah.

Dinkes meminta semua rumah sakit untuk berbenah.

Kondisi Jenazah Vina Cirebon di Foto Menurut Kuasa Hukum Saka Tatal: Saya Kaget Juga

Baca juga: Kecelakaan di Tol Tangerang-Merak, Mobil Boks Terbakar Setelah Tabrak Pembatas Jalan

Hal ini buntut dari adanya temuan salah satu rumah sakit (RS) di Jateng yang mengajukan klaim palsu ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga Rp 20 miliar.

Kepala Dinkes Jateng Yunita Dyah Suminar menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali melakukan monitoring setiap enam bulan sekali ke sejumlah rumah sakit yang dilakukan secara acak.

Pihaknya tidak menginginkan temuan serupa kembali didapati oleh KPK, BPJS, Tim Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN), dan Kementerian Kesehatan terkait penyelewengan pengelolaan di rumah sakit.

"Ini sebagai warning, nanti 6 bulan kemudian akan dilakukan sampling kembali. KPK kan turun kalau uji petik langsung dengan Kemenkes dan Tim PK-JKN karena mereka memang punya kegiatan monitoring," ungkap Yunita melalui sambungan telepon, Jumat (26/7/2024).

Pihaknya membenarkan temuan kasus dugaan korupsi itu setelah audit pada 2023 dilakukan oleh KPK dan jajarannya.

Mereka memeriksa 6 rumah sakit di Indonesia sebagai sampel yang berawal dari laporan fraud pihak BPJS

 "Misalnya, katarak operasi 1 (tindakan) dibilang 2 (tindakan medis), tindakan fisioterapi sekali dibilang berapa gitu," lanjutnya.

Peningkatan profesionalitas dan integritas dalam pelayanan

Yunita mengimbau agar seluruh rumah sakit meningkatkan profesionalitas dan integritas dalam penyelenggaraan layanan kesehatan kepada masyarakat.

"Jadi, KPK masih memberikan kesempatan, kalau ada yang tahu (ada temuan klaim palsu) atau ada yang merasa bahwa ada yang enggak pas, ya dikembalikan.

Pada saat kita memberikan layanan ya sesuai dengan kaidah-kaidah atau syarat pelayanan yang ada dan jangan melakukan penyimpangan" tegasnya.

Sehingga, sebelum KPK dan jajarannya kembali melakukan monitoring atau uji petik, seluruh rumah sakit sudah mengevaluasi layanan kesehatan.

"Iya, rumah sakit harus mengembalikan (klaim palsu BPJS) kalau enggak ingin terkena penindakan. Jadi ini masih persuasif, tetapi sudah tidak diberi ruang untuk mengulangi, waktunya untuk bertobat," terangnya.

Lebih lanjut, potensi kecurangan juga dapat terjadi dari BPJS.

Untuk itu pihaknya meminta semua pihak agar lebih berhati-hati.

"Saya selalu menyampaikan di setiap event pertemuan. Karena fraud tidak hanya dari sisi rumah sakit, BPJS juga bisa lho, jangan salah, dua sisi. Misalnya klaim gitu ya, itu juga disampaikan oleh BPJS nya, gimana nih supaya dia dapet tip (imbalan) atau apa gitu, bisa jadi," bebernya.

Sebelumnya diberitakan, KPK mengusut perkara dugaan klaim fiktif di sejumlah rumah sakit (RS) swasta ke Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, tindakan sejumlah rumah sakit itu diduga merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.

Adapun dugaan kecurangan klaim itu ditemukan tim gabungan KPK, BPJS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Mereka memeriksa 6 rumah sakit sebagai sampel yang berawal dari laporan fraud pihak BPJS.

“Pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke (Kedeputian) Penindakan,” kata Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Hasilnya, RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) diduga melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar.

Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar.

Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar. 

( Kompas.com )

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved