Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Viral Rumah Dirobohkan di Pati

Rumah Pria di Pati Dirobohkan, Terima Rp 250 Juta dari Pacar yang Jadi TKW, Tapi Nikahi Wanita Lain

Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Semarang membongkar dan merobohkan rumah seorang pria.

|
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: rival al manaf

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Semarang membongkar dan merobohkan rumah seorang pria di Desa Terteg, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati.

Motifnya, wanita bernama Karsini (38) tersebut sakit hati karena tidak jadi dinikahi secara resmi oleh warga Terteg bernama Sumadi (44).

Padahal, rumah di Desa Terteg tersebut dibangun menggunakan uang yang selama ini dikirimkan oleh Karsini dari hasil kerjanya sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Dubai, Uni Emirat Arab.

Baca juga: TKW Asal Salatiga Bongkar Rumah Pria Pati Karena Tak Jadi Dinikahi, Sudah Transfer Uang Rp 300 Juta

Baca juga: Semarakkan Momen HUT ke-79 RI, Kafe di Pati Bikin Promo Mukbang Seafood Cuma Rp 10 Ribu

TKW Asal Salatiga Bongkar Rumah Pria Pati Karena Tak Jadi Dinikahi, Sudah Tranfer Uang Rp 300 Juta
TKW Asal Salatiga Bongkar Rumah Pria Pati Karena Tak Jadi Dinikahi, Sudah Tranfer Uang Rp 300 Juta (Tiktok @samiranet)

Video pembongkaran rumah tersebut viral di media sosial.

tribunJateng.com pun melakukan penelusuran ke lokasi untuk mengetahui fakta sebenarnya, Jumat (16/8/2024).

Desa Terteg, Kecamatan Pucakwangi, berjarak sekira 27 kilometer ke arah Tenggara dari Alun-Alun Pati.

Di lokasi, tampak bangunan rumah bercat warna-warni dominan kuning yang sudah jadi puing-puing.

Rumah berkonstruksi bata ringan (hebel) tersebut atapnya sudah hilang, yang tersisa tinggal tembok-tembok yang berlubang-lubang besar menganga.

Usut punya usut, dari keterangan yang dihimpun tribunJateng.com, Karsini dan Sumadi sebelumnya sudah menikah siri.

Adapun Sumadi sendiri berstatus duda setelah istri sebelumnya wafat.

Karena dijanjikan akan dinikahi secara resmi, Karsini pun berani mengirim uang kepada Sumadi untuk membangun rumah.

Total uang yang sudah dikirimkan Karsini mencapai Rp 250 juta.

Namun, Karsini baru tahu belakangan bahwa ternyata Sumadi sudah menikah secara resmi dengan perempuan lain. 

Bahkan rumah yang dibangun dari uang yang dia kirimkan tersebut juga ditinggali Sumadi bersama istri barunya.

Karena itulah dia marah dan kecewa sehingga meminta uangnya dikembalikan.

Karsini tidak meminta seluruh uangnya dikembalikan.

Dia hanya meminta Rp 100 juta.

Namun, karena Sumadi tidak menyanggupi, akhirnya Karsini memilih merobohkan bangunan rumah tersebut.

Hal ini telah melalui kesepakatan kedua belah pihak.

Bahkan kesepakatan tersebut dituliskan dalam surat pernyataan bermeterai yang ditandatangani oleh Sumadi, Karsini, dan Kepala Desa Terteg Nur Khamim.

Dalam surat bertanggal 10 Agustus 2024 tersebut, tertulis kata-kata "Rumah tembok yang sampai saat ini masih berdiri dan ditempati saudara Sumadi sepakat kami robohkan".

Ditemui di kediamannya, Kades Terteg Nur Khamim mengatakan, awalnya dirinya tidak mau menandatangani surat tersebut.

"Tanggal 10 Agustus jam 9 malam ada tamu datang. Dia (Karsini) minta stempel dan tanda tangan (surat kesepakatan merobohkan rumah)."

"Saya baca di situ menyatakan bahwa Karsini merupakan istri Sumadi. Mengakunya nikah siri. Saya tidak berani tanda tangan karena status pernikahannya tidak resmi,"  ucap Nur Khamim, Jumat (16/8/2024) siang.

Dia lalu meminta Sekretaris Desa untuk mengubah kata-kata dalam surat pernyataan tersebut.

Status "suami-istri" diubah menjadi "pernah menjalin cinta". Hal ini untuk mengantisipasi konsekuensi hukum yang mungkin terjadi.

Setelah redaksional surat disesuaikan, barulah Khamim bersedia menandatangani surat kesepakatan antara Sumadi dan Karsini.

Dalam surat tersebut, tercantum bahwa Karsini merupakan warga Desa Semowo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.

"Dia bilang sudah kirim uang Rp 250 juta untuk membangun rumah sampai jadi."

"Begitu tahu Sumadi sudah menikah, minta ganti rugi. Awalnya minta Rp 200 juta, turun jadi Rp 100 juta."

"Karena tidak disanggupi, keduanya sepakat lebih baik rumah dirobohkan," jelas Khamim.

Karena tindakan merobohkan rumah merupakan kesepakatan kedua belah pihak dan mereka sepakat membuat surat pernyataan bermeterai, Khamim selaku kepala desa pun tidak melakukan intervensi lebih lanjut. (mzk)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved