Stikes Telogorejo Semarang
Pentingnya Nutrasetikal Tepat Untuk Lansia Sehat
Nutrasetikal dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh; dianggap aman dan kecil kemungkinannya dalam menimbulkan efek samping
Disusun Oleh : apt. Fransisca Gloria, M.Farm ( Dosen Program Studi S1 Farmasi STIKES Telogorejo Semarang )
TRIBUNJATENG.COM - Semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di dalam dunia kesehatan, semakin banyak istilah yang dikembangkan, salah satunya adalah nutrasetikal.
Menurut European Nutraceutical Association, nutrasetikal adalah kombinasi dari kata antara “nutrition” (nutrisi) dan “pharmaceutical” (farmasi), didefinisikan sebagai “senyawa bioaktif yang diturunkan secara alami yang ditemukan dalam makanan, suplemen makanan, dan produk herbal, dan memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, atau sebagai obat”.
Nutrasetikal dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh; dianggap aman dan kecil kemungkinannya dalam menimbulkan efek samping.
Vitamin, koenzim, L-carnitin, Gingko biloba, gandum, lemak dan omega 3 merupakan contoh senyawa nutrasetikal yang diperlukan tubuh baik untuk anak-anak hingga lansia.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Kebutuhan nutrisi pada lansia satu dengan lainnya sangatlah berbeda yang disebabkan karena kondisi tubuh mengalami penurunan seperti menurunnya kecepatan metabolisme tubuh, menurunnya sistem daya tahan tubuh, menurunnya fungsi-fungsi organ-organ vital, menurunnya sistem kognitif, menurunnya massa otot, sehingga dalam mengonsumsi, perlu penyesuaian takaran (dosis) menurut kondisi masing-masing individu.
Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan (dosis) tersebut antara lain jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, riwayat penyakit, riwayat alergi dan sebagainya.
Lansia lebih rentan terhadap gangguan gizi dan berbagai penyakit, termasuk terlalu gemuk, terlalu kurus, penyakit hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, osteoporosis, osteoartritis dan lain-lain.
Maka para lansia harus dapat mengontrol apa yang dikonsumsi, misalnya membatasi konsumsi gula, garam dan minyak, serta tinggi purin. Sebaliknya lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang cukup sehingga dapat menurunkan resiko sulitnya buang air besar atau sembelit dan kegemukan.
Oleh karena itu, kebutuhan nutrisi tersebut haruslah seimbang. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait gizi, maka pola makan lansia perlu ditingkatkan ke arah konsumsi gizi seimbang.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, pengertian dari gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
Prinsipnya adalah menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g per orang per hari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 ½ potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang).
Bila dari mengonsumsi sayur dan buah belum cukup untuk memenuhi gizi harian, dapat ditambah dengan mengonsumsi suplemen makanan.
Lantas, bagaimana cara mengetahui apakah gizi kita sudah terpenuhi ? Saat kita memilih atau akan mengonsumsi suatu produk (makanan, minuman, suplemen makanan dan minuman) maka perhatikan dan cermati kandungan gizi yang terkandung dan dapat kita temui pada label gizi kemasan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan bahwa produk yang memiliki izin edar wajib mencatumkan Informasi Nilai Gizi pada label gizi kemasan. Dengan memahami Informasi Nilai Gizi dapat membantu konsumen untuk memilih produk sesuai kebutuhan.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kondisi fisiologis tubuh sehingga Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.
Dalam Informasi Nilai Gizi terdapat takaran saji, kalori, zat gizi, AKG dan catatan kaki terkait persentase AKG berdasarkan kebutuhan energi total. Takaran saji merupakan jumlah yang wajar dikonsumsi dalam satu waktu makan.
Kalori merupakan jumlah energi yang diperoleh setelah mengonsumsi satu takaran saji. Zat gizi merupakan jenis dan jumlah zat gizi yang diperoleh setelah mengonsumsi satu takaran saji. Angka kecukupan gizi (AKG) merupakan berapa banyak kontribusi zat gizi dalam satu takaran saji terhadap kebutuhan gizi sehari.
Mengenal Perbedaan Expire Date dan Beyond Use Date |
![]() |
---|
Seberapa Penting Sih Memilih Kampus Dilihat dari Fasilitas? |
![]() |
---|
Stress Kerja Melanda, 2-Mind Solusinya |
![]() |
---|
Deteksi Dini Kanker Payudara, SADAR DIRI dengan SADARI dan SADANIS |
![]() |
---|
Resmi Dilantik, HIMAFAR STIKES Telogorejo Semarang Siap Jalankan Kepengurusan 2025/2026 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.