Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

Wakil Direktur Indef Khawatir Penurunan Masyarakat Kelas Menengah Tambah Banyak

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto meminta pemerintah menunda pemberlakuan

Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Warga menujukkan uang NKRI pecahan baru sesuai antre penukaran di mobile konter Bank Indonesia di Blok M, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016). Bank Indonesia (BI) hari ini meluncurkan 11 uang rupiah Emisi 2016 dengan gambar pahlawan baru. Peluncuran uang rupiah baru ini dilakukan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto meminta pemerintah menunda pemberlakuan sejumlah kebijakan yang akan membebani kelas menengah.

Kebijakan itu di antaranya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) dari 11 persen jadi 12 persen pada 2025, pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 1 Oktober 2024, iuran tambahan untuk dana pensiun pekerja, hingga subsidi KRL Jabodetabek melalui penerapan tiket elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada 2025.

"Kalau bisa sebetulnya segala yang terkait dengan administered prices (harga yang diatur pemerintah-Red) ini harus dievaluasi dulu," ujarnya, dalam diskusi virtual, Senin (9/9).

Sebab, menurut dia, kebijakan-kebijakan itu dapat menambah beban bagi penduduk kelas menengah yang saat ini banyak yang turun kelas. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), selama 5 tahun terakhir tercatat sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah yang turun kelas.

Eko khawatir apabila kebijakan-kebijakan itu diterapkan di tengah kondisi saat ini, jumlah kelas menengah yang turun kelas akan semakin bertambah.

"Implikasinya itu akan semakin menurunkan kelas menengah lagi dalam situasi ekonomi yang sebetulnya sedang mengalami perlambatan saat ini," jelasnya.

Ia pun meminta pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan-kebijakan tersebut agar penduduk kelas menengah dapat memiliki ruang untuk mengatur perekonomian mereka.

"Kalau dari saya sih tidak tepat ya momennya. Jadi sekali lagi, tadi saya merekomendasikan sebisa mungkin hal-hal yang bisa ditunda itu dilakukan penundaan, untuk memberikan nafas bagi kelas menengah bisa meningkat lagi," ucapnya.

Eko memperkirakan, dalam waktu dekat perekonomian nasional akan kembali bergairah seiring dengan penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed rate) yang akan diikuti dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dalam beberapa bulan mendatang. Dengan menurunnya suku bunga acuan, dia menambahkan, maka suku bunga kredit juga akan ikut turun, sehingga masyarakat dapat memulai berusaha di sektor riil.

Sementara jika kebijakan-kebijakan tersebut diterapkan saat ini, ia berujar, kesempatan untuk memulihkan perekonomian kelas menengah tersebut akan menjadi sia-sia.

"Momentum tren dari penurunan suku bunga belum terjadi ya, tapi sebentar lagi kemungkinan akan terjadi. Itu harus disambut dengan kebijakan-kebijakan yang lebih pro growth terhadap konsumsi. Bukan pungutan-pungutan dan sebagainya," tandas Eko. (Kompas.com/Isna Rifka Sri Rahayu)

Baca juga: KISAH NYATA : Usia adalah Hanyalah Angka di Kisah Cinta Mbah Karman Nikahi Murid Beda Usia 41 Tahun

Baca juga: Jual Furniture, Elektronik, Info Kesehatan dan Iklan Kehilangan di Semarang, Rabu 11 September 2024

Baca juga: Respon Potensi Megathrust, Kilang Pertamina Cilacap Gelar Minor Emergency Drill

Baca juga: Pertamina Kaji Minyak Jelantah untuk Bahan Bakar Pesawat, Wisnu: Tekonologi Kami Sudah Siap 

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved