Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Mudik Lebaran 2025

Jumlah Pemudik di Jateng Turun, Sebenarnya Apa Yang Terjadi?

Jumlah pemudik yang masuk ke Jateng pada 2025 mencapai 5,5 juta orang. Data tersebut dari pendataan Posko Harian Terpadu Provinsi Jateng.

Penulis: budi susanto | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
ARUS BALIK - Kendaraan pemudik melintas di GT Banyumanik, Kamis (3/4/2025). Polisi menyebut pergerakan arus balik sudah mulai terlihat pada H+4 lebaran. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jumlah pemudik yang masuk ke Jateng pada 2025 mencapai 5,5 juta orang.

Data tersebut dari pendataan Posko Harian Terpadu Provinsi Jateng.

Di mana posko tersebut mencatat jumlah pemudik sejak 21 Maret hingga 1 April 2025.

Meski besar, namun jumlah pemudik 2025 mengalami penurunan sangat signifikan dari 2024.

Di mana catatan Pemprov Jateng pada 2024 jumlah pemudik yang masuk ke Jateng tembus mencapai 16,8 juta orang.

Jika dihitung, total pemudik 2025 yang masuk ke Jayeng tak ada separuhnya dibandingkan tahun lalu.

Prediksi yang disampaikan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi usai mengikuti Rakor lintas sektoral pertengahan Maret lalu pun sangat jauh dari pendataan di lapangan.

Pasalnya data prediksi pemudik yang disebutkan Gubernur Luthfi mencapai 17,9 juta orang, yang akan masuk ke Jateng.

Kondisi tersebut membuat membuat sejumlah jalan protokol di berbagai daerah di Jateng, nampak sepi saat masa lebaran.

Turun atau naiknya angka pemudik tentunya menjadi dinamika tahunan di masa lebaran.

Namun, apa yang sebenarnya terjadi pada masa mudik 2025, yang tak seramai tahun sebelumnya.

Beberapa warga Jateng yang memilih tak pulang kampung pun menyebutkan alasannya.

Satu di antaranya adalah faktor perekonomian di Indonesia yang tak menentu.

Selain itu, PKH massal yang berdampak pada masyarakat secara langsung.

"Cari uang susah tidak seperti beberapa tahun lalu, dari pada pulang kampung lebih baik saya bertahan di perantauan dulu," terang Reza satu di antara warga Kabupaten Semarang yang bekerja di Bekasi melalui pesan singkat, Kamis (3/4/2025).

Menurutnya, lebaran 2025 tidak seperti lebaran tahun sebelumnya. 

Ia menyebut kondisinya hampir sama saat pandemi Covid di mana semua serba sulit.

"Biasanya dagangan laku, tapi tahun ini seperti banyak yang menyimpan uang jadi tidak ada yang belanja. Dagangan saya saja sampai menumpuk banyak," jelas Reza yang mengadu nasib dengan menjual pakaian itu.

Tak hanya Reza, Tatik warga Grobogan juga mengeluhkan hal serupa. Bahkan ia terdampak pengurangan karyawan di tempat ia bekerja di Jakarta Barat.

"Serba bingung saya, OHK di mana-mana kalau pulang pun butuh modal. Untuk kembali lagi tak bisa," katanya.

Tatik mengatakan bukan hanya dirinya, rekan-rekannya asal Jateng juga memilih bertahan di daerah perantauan dan tikda mudik lantaran kesulitan perekonomian.

"Bisa bayar kontrakan dan makan saja masih beruntung. Entah tahun depan bisa lebih baik atau tidak kami juga belum tahu," paparnya.

Imbas Kebijakan Pemerintah 

Menurut Ki Darmaningtyas, Peneliti Inisatif Strategis Untuk Transportasi, penurunan jumlah pemudik 2025 lantaran pemerintah menerapkan kebijakan efesiensi anggaran. 

Dampak efisiensi anggaran sangat luas dan berpenggaruh terhadap minat warga untuk melakukan mudik lebaran. 

Bagi ASN muda, yang masih punya tanggungan anggsuran rumah dan kendaraan, dijelaskannya memilih tidak mudik.

Hal tersebut lantaran selama 3 bulan terakhir mereka tidak mendapatkan tambahan penghasilan, baik dari perjalanan dinas ataupun kegiatan seremonial, dan konsultansi. 

"Mereka lebih baik mengefiensikan pendapatannya untuk membayar cicilan rumah dan kendaraan, sehingga memilih tidak mudik," terangnya melalui keterangan.

Bagi kaum lansia, minat untuk bepergian amat dipengaruhi oleh berita-berita mengenai cuaca ekstrim.

Sedangkan untuk sektor swasta, banyak Perusahaan melakukan PHK. 

Hotel hotel dan tempat tempat hiburan juga sepi penggunjung dan berdampak pada turunnya kesejahteraan karyawan sehingga mereka tidak bisa mudik. 

"Mereka lebih baik menghemat pendapatnya untuk kelangsungan hidup berikutnya sambil menunggu kepastian nasib mereka," katanya.

Terkait dengan persiapan pemerintah menyambut persiapan mudik lebaran terasa cukup berlebihan. 

Hal itu karena mengacu pada hasil survey Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan yang menyatakan bahwa 146 juta berpotensi untuk melakukan mudik Lebaran. 

Atas dasar hasil survei tersebut, pemerintah dengan melibatkan berbagai steakholder merumuskan kebijakan persiapan penyelenggaran angkutan mudik Lebaran. 

"Sayang dalam perumusan kebijakan ini hanya mendasarkan hasil survei saja, tidak mendasarkan pada evaluasi lapangan pelaksaan mudik lebaran 2024 maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat," jelasnya.

Ia menambahkan bila mendasarkan pada hasil evaluasi arus mudik Lebaran 2024 dan kondisi perekonomian nasional, maka persiapannya tidak perlu berlebih.

Karena dipastikan jumlah pemudik akan turun, sehingga pelarangan kendaraan truk sumbu tiga yang terlalu panjang selama 16 hari pun tidak diperlukan. 

"Pelarangan kendaraan truk yang terlalu lama, di satu sisi menurunkan kinerja ekonomi nasional, dan di sisi lain menyebabkan hilangnya sumber pendapatan selama 16 hari bagi para pengusaha dan awak truk, akhirnya mereka pun tidak bisa mudik," tambahnya. 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved