Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tanoto Foundation

Menghidupkan Makna Belajar di Kelas Melalui Deep Learning

Essai Umi Salamah, M.Pd.
Pengawas Dinas Dikbud Kabupaten Tegal, Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Umi Salamah, M.Pd.
Pengawas Dinas Dikbud Kabupaten Tegal dan Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation. (Dok) 

Menghidupkan Makna Belajar di Kelas Melalui Deep Learning

Umi Salamah, M.Pd.
Pengawas Dinas Dikbud Kabupaten Tegal
*) Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation

TRIBUNJATENG.COM - Di era yang dipenuhi tuntutan berpikir kritis, kreatif, dan adaptif, pembelajaran di ruang kelas perlu bertransformasi. Tidak cukup lagi hanya mengandalkan hafalan atau metode ceramah satu arah. Proses belajar harus mampu menyentuh aspek kognitif, emosional, dan sosial peserta didik secara utuh. Salah satu pendekatan yang menjawab tantangan ini adalah deep learning, yaitu pembelajaran mendalam yang menekankan makna, keterkaitan dengan kehidupan nyata, serta pelibatan aktif siswa.

Deep learning dalam konteks pendidikan bukanlah istilah teknis dari kecerdasan buatan, melainkan pendekatan yang mengajak siswa memahami apa yang dipelajari, mengapa hal itu penting, dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mendorong tumbuhnya keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir kritis, analitis, reflektif, dan kolaboratif.

Ilustrasi pembelajaran mendalam dapat digambarkan melalui beberapa skenario kelas. Dalam kegiatan tematik di PAUD, misalnya, anak-anak tidak hanya mengenal uang melalui lembar kerja, melainkan melalui proyek bermain “Toko-Tokoan”. Mereka berperan sebagai penjual, pembeli, dan kasir, sehingga mampu belajar tentang menghitung uang, memahami konsep kebutuhan dan keinginan, serta berlatih komunikasi sosial.

Aktivitas pembelajaran yang dilakukan Umi Salamah, M.Pd, pengawas Dinas Dikbud Kabupaten Tegal dan juga 
Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation. (Dok)
Aktivitas pembelajaran yang dilakukan Umi Salamah, M.Pd, pengawas Dinas Dikbud Kabupaten Tegal dan juga Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation. (Dok) (Istimewa)

Di tingkat SD, materi tentang peta dan lingkungan dapat dikembangkan menjadi aktivitas observasi dan aksi sosial. Siswa diminta menandai titik rawan sampah atau banjir di sekitar rumah, kemudian menyusun laporan dan menyampaikan usulan solusi kepada teman-teman sekelas. Pembelajaran seperti ini mendorong kepedulian, berpikir sistematis, dan komunikasi yang efektif.

Sementara di jenjang SMP, ketika siswa menghadapi tantangan dalam menulis esai argumentatif, pendekatan deep learning dapat dilakukan melalui debat interaktif. Dimulai dari menonton video singkat, dilanjutkan diskusi kelompok, lalu debat di kelas, dan akhirnya menuangkannya ke dalam tulisan. Kegiatan ini melatih keterampilan berpikir kritis, menyusun argumen, dan menyampaikan pendapat dengan percaya diri.

Untuk mendukung pelaksanaan deep learning secara sistematis, dikenal model pembelajaran 5E yang terdiri dari lima tahap: Engage (Menggugah minat), Explore (Mengeksplorasi), Explain (Menjelaskan), Elaborate (Menerapkan), dan Evaluate (Merefleksikan dan Menilai). Model ini berakar pada teori konstruktivistik dan menekankan keterlibatan siswa dalam memahami konsep secara mendalam.

Pada tahap Engage, guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa dengan pemantik seperti cerita, gambar, atau pertanyaan. Tahap Explore mengajak siswa mengalami langsung melalui eksperimen atau diskusi kelompok. Explain adalah saat siswa menyampaikan pemahamannya dan guru membantu memperjelas konsep. Elaborate memberi ruang penerapan dalam konteks baru, seperti proyek atau studi kasus. Terakhir, Evaluate digunakan untuk mengevaluasi proses dan hasil belajar melalui refleksi, penilaian diri, atau kuis.

Selain itu, pendekatan MIKiR yang digagas oleh Tanoto Foundation juga relevan diterapkan. MIKiR merupakan singkatan dari Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi. Siswa tidak hanya menerima materi, tetapi mengalami langsung proses belajar, berinteraksi dengan teman dan lingkungan, berkomunikasi untuk membangun pemahaman bersama, dan merefleksikan hasil serta makna belajar mereka.

Ketika pembelajaran dirancang secara bermakna, aktif, dan reflektif, maka proses belajar tidak hanya menjadi kewajiban, melainkan menjadi kebutuhan. Pendidikan yang demikian akan meninggalkan jejak lebih dalam di hati dan pikiran peserta didik, membentuk generasi yang tidak hanya tahu, tetapi juga paham dan peduli. (***)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved