Sidang Korupsi Mbak Ita
Iuran Pungutan Pegawai Bapenda Semarang Disalurkan ke Jumat Berkah, Dibahas saat Pengajian Kamis
Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sidang kasus korupsi dengan terdakwa Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berkutat dengan keterangan dari kesaksian para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi meminta keterangan saksi Kepala Subbidang Penetapan Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Agung Wido Catur Utomo untuk mengurai aliran uang dari iuran kebersamaan di lingkungan Bapenda Semarang.
Iuran kebersamaan di kalangan pegawai Bapenda tidak memiliki landasan aturan yang jelas.
Iuran tersebut berasal dari bonus pegawai Bapenda yang berasal dari upah pungut pajak daerah.
Aliran uang ini bisa mencapai Rp1 miliar setiap tiga bulan sekali atau sekira Rp4 miliar per tahun.
Uang ini diduga mengalir ke Mbak Ita dan suaminya Alwin.
Dalam kesaksian di persidangan, Agung Wido menyebut, uang hasil iuran kebersamaan untuk kebutuhan kegiatan pegawai Bapenda di antaranya pergi piknik, membayar pegawai non ASN Bapenda, kebutuhan pengajian hingga sodakoh Jumat Berkah.
"Setahu saya iuran kebersamaan digunakan untuk membayar pegawai yang tidak dapat TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) seperti cleaning service, beli seragam, piknik, kebutuhan konsumsi pengajian tiap Kamis dan Jumat Berkah," kata Wido di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (2/7/2025).
Wido mengaku, pungutan pegawai Bapenda tersebut terjadi sejak tahun 2017. Dasar pemotongan itu tidak ada aturan yang jelas hanya kesepakatan bersama pegawai Bapenda.
Dia mengklaim, seluruh pegawai terutama di bidangnya menerima iuran itu.
"Laporan penggunaan uang Iuran Kebersamaan selalu dilaporkan Setiap Kamis sore saat pengajian di kantor," terangnya.
Setiap pegawai Bapenda mendapatkan jatah iuran yang berbeda-beda sesuai dengan jabatannya antara Rp8 juta sampai Rp13 juta perorang.
Skema iuran dikoorindir oleh Aris Kadarningsih sebagai pejabat Pengelola Bahan Perencanaan lalu disetorkan ke Sarifah sebagai Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bapenda Kota Semarang.
"Setoran dikumpulkan oleh Bu Aris lalu disetor ke Bu Sarifah. Setoran uang semua ditransfer," lanjutnya.
Hakim Gatot Sarwadi memaparkan, uang hasil iuran kebersamaan pada triwulan ke 4 tahun 2022 terkumpul uang sebesar Rp969 juta.
Triwulan 1 tahun 2023 ada kenaikan menjadi Rp1,155 miliar.
Berikutnya pada Triwulan 2 tahun 2023 sebesar Rp1,126 miliar.
Hakim Gatot menanyakan soal turunnya jumlah uang iuran tersebut.
Wido menanggapi dengan menyebutkan, penurunan terjadi karena ada pegawai pensiun "Jadi mereka tidak diwajibkan," paparnya.
Berikutnya pada Triwulan 3 tahun 2023 naik menjadi Rp1,503 miliar. Jumlah itu naik dibandingkan triwulan sebelumnya.
"Rincian kenaikan saya tidak tahu. Namun, setahu saya ada tambahan pegawai, semuanya naik sekitar 3,5 juta - 4 juta," sambung Wido.
Sementara uang iuran pada Triwulanan 4 tahun 2023 sebesar Rp1,48 miliar.
Berikutnya pada 2024 triwulan 1 sebesar Rp1,2 miliar. "Dana iuran turun turun banyak karena ada kebutuhan rapat yang besar. Jadi penarikan dikurangi 3 juta," sambung Wido..
Dia melanjutkan, jumlah kenaikan iuran atau turunnya iuran setiap triwulannya tergantung pada kebutuhan yang disampaikan pimpinan.
Hakim Gatot Sarwadi sempat menyinggung soal adanya kenaikan uang iuran sebesar Rp300 juta selepas ada pertemuan antara Indriyasari Bapenda dengan terdakwa Ita, pada Desember 2022.
Wido mengaku, kenaikan iuran itu atas perintah atasannya di antaranya Kepala Bapenda Indriyani atau Mbak Iin.
"Perintah itu atas perintah pimpinan yaitu Pak Bambang, Pak Binawan, Bu Sarifah dan Bu Indriyasari," tuturnya.
Selepas mendapatkan perintah ada kenaikan iuran, Wido membagi rata kepada 116 pegawai Bapenda.
"Saya langsung bagi, setiap orang dapat tambahan iuran Rp3 juta," paparnya.
Sementara ketika disinggung aliran uang tersebut masuk ke Mbak Ita dan Alwin melalui dukungan acara lomba nasi goreng, Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Wido mengaku tidak mengetahuinya.
Sementara, Pegawai Bapenda Semarang, Dewi Astrianti mengatakan, menyetorkan iuran kebersamaan sebesar Rp 8 juta hingga Rp 13 juta per triwulan sekali.
"Saya iuran berdasarkan sesuai daftar nama saya yang sudah ditentukan," ungkapnya.
Menurutnya, uang tersebut digunakan untuk piknik, membeli seragam baru dan kebutuhan lainnya.
"Soal aliran uang ke Mbak Ita tidak tahu," terangnya.
Saksi Aris Kadarningsih yang menjabat sebagai pejabat Pengelola Bahan Perencanaan Bapenda mengatakan, menghimpun dana iuran kebersamaan per bagian bidang.
"Lalu saya setorkan ke Bu Sarifah," katanya.
Sementara, Terdakwa Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita mengungkap, tidak tahu adanya pungutan itu.
"Saya pernah datang ke Bapenda sudah memberikan intruksi potongan termasuk iuran kebersamaan," paparnya. (Iwn)
Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi |
![]() |
---|
Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin Basri Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding |
![]() |
---|
Ini Alasan KPK Belum Periksa Indriyasari Bapenda Semarang, Mbak Ita Merasa Dijebak |
![]() |
---|
Sidang Tanggapan Pembelaan Mbak Ita & Suami, Jaksa Minta Hakim Tetap Vonis Ita 6 Tahun Alwin 8 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.