Readers Note
Hakim Berkaraoke Apakah Salah
Publik tentu punya bayangan sendiri tentang sosok hakim: tegas, tenang, dan berwibawa di ruang sidang.
Hakim Berkaraoke Apakah Salah
Oleh H Asmu’i Syarkowi
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin
Baru-baru ini, Ketua Mahkamah Agung, menyampaikan pernyataan yang menggelitik perhatian: para hakim boleh saja pergi ke diskotek atau karaoke, namun "usia jabatannya tidak akan panjang". Petuah tersebut disampaikan dalam pembekalan hakim baru di Hotel Mercure, dan dimaksudkan sebagai nasihat tentang pentingnya menjaga integritas. Bukan sebagai kutukan, melainkan peringatan bijak berdasarkan realitas yang telah berkali-kali terbukti. (Kompas.com, 13/6/2025).
Publik tentu punya bayangan sendiri tentang sosok hakim: tegas, tenang, dan berwibawa di ruang sidang. Namun di balik toga yang megah dan palu simbolik, mereka tetap manusia biasa—yang bisa lelah, letih, dan butuh ruang untuk sekadar menarik napas. Di sinilah hiburan seperti karaoke hadir sebagai ruang katarsis. Tempat di mana seorang hakim bisa melepas beban yang tak tertuang dalam amar putusan, tempat untuk menjadi manusia seutuhnya.
Bernyanyi Tidak Dilarang
Lantas, salahkah seorang hakim bernyanyi? Tentu tidak. Bernyanyi bukanlah pelanggaran kode etik. Bahkan, bisa menjadi sarana menjaga kesehatan jiwa. Hakim tidak hanya dituntut sehat secara fisik, tapi juga mental dan emosional. Namun persoalannya bukan pada aktivitas bernyanyinya—melainkan di mana dan dengan siapa aktivitas itu dilakukan.
Sayangnya, dunia karaoke hari ini bukan sekadar ruang musik dan lagu. Ia telah berkembang menjadi kawasan “abu-abu” yang kerap dikaitkan dengan gaya hidup malam: alkohol, perempuan pemandu, dan aroma transaksi tersembunyi. Banyak tempat karaoke kini justru menjadi tempat bercampurnya berbagai kepentingan yang tidak selaras dengan nilai profesi kehakiman.
Terlalu sering kita membaca berita tentang razia narkoba di tempat karaoke. Terkadang, yang tertangkap bukan orang sembarangan—termasuk, ironisnya, oknum penegak hukum. Ada yang awalnya hanya ingin melepas lelah, namun terbiasa, lalu terlena. Dari satu malam yang “biasa-biasa saja”, perlahan tergelincir ke jurang kelalaian yang berujung pada panggilan Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Dan ketika tiba di titik itu, semuanya sudah terlambat.
Maka ketika Ketua MA berkata bahwa “usia jabatan tidak akan panjang”, itu bukan ancaman, melainkan refleksi dari pengalaman. Karena sejarah membuktikan: integritas tidak hancur seketika, tetapi retak sedikit demi sedikit dari kebiasaan yang dibiarkan.
Harus Tahu Batas
Tidak ada larangan eksplisit bagi hakim untuk bernyanyi atau berkaraoke. Tidak ada ayat undang-undang yang menabukan nada dan irama. Namun kita semua tahu, profesi ini mengemban amanah yang tidak ringan. Seorang hakim dinilai bukan hanya dari putusannya, tetapi juga dari sikap hidupnya. Ia dituntut untuk menjadi teladan—bukan malaikat, tapi setidaknya manusia yang tahu batas.
Karena itu, bila ingin bernyanyi, silakan. Tapi tidak harus di ruang karaoke dengan lampu temaram dan aroma alkohol. Tak perlu duduk di meja yang dihias botol dan dipenuhi rayuan basa-basi. Cukuplah di ruang keluarga, bersama pasangan, anak, atau sahabat dekat. Sebab sejatinya, hiburan bukan soal tempat—melainkan soal tujuan.
Tetap Menjaga Maruah
Menjadi hakim adalah panggilan, bukan sekadar profesi. Dan setiap panggilan datang dengan tanggung jawab yang melekat, termasuk menjaga diri dari hal-hal yang tampak sepele tapi bisa berdampak besar. Bernyanyilah, bila memang dapat membantu menjaga kewarasan. Tapi jangan biarkan satu lagu merusak reputasi, dan jangan biarkan satu malam mengubur karir. Karena menjaga integritas bukan hanya tentang berkata “tidak” pada yang besar, tetapi juga berani mundur dari hal-hal kecil yang bisa menyeret ke arah yang salah.
Presiden boleh menjanjikan kenaikan gaji, publik bisa mengagumi putusan, tapi hanya hakim itu sendiri yang bisa menjaga martabatnya. Dan martabat, seperti kepercayaan, mudah hancur karena kebiasaan yang dianggap remeh, termasuk kebiasaan berkaraoke. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.