Wonosobo Hebat
Desa Banyukembar Wonosobo Tembus 10 Besar Nasional Desa Digital, 70 Persen Rumah Terkoneksi Internet
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Desa Banyukembar, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo mencuri perhatian dalam gelaran program Desa Digital 2025.
Terletak di kawasan perbukitan dengan jarak antar wilayah dusun yang cukup berjauhan, desa ini berhasil masuk ke dalam 10 besar nasional berkat terobosan digital dalam pelayanan publik dan pengelolaan desa.
Transformasi itu dimulai sejak Muslihatun menjabat sebagai Kepala Desa Banyukembar.
Saat itu, hampir seluruh administrasi desa masih dilakukan secara manual.
“Pelayanan masih pakai kertas dan tulis tangan. Arsip tercecer, pencarian data lama sekali.
Padahal warga kami banyak yang merantau, jadi butuh pelayanan yang cepat,” ujarnya saat ditemui tribunjateng.com, Rabu (9/7/2025).
Baca juga: Delapan Tahun Konsisten, Pedagang Pasar Induk Wonosobo Salurkan Bantuan di Bulan Muharram
Kondisi geografis yang terpencil membuat pelayanan manual semakin tidak efektif.
Jarak ke pusat kota cukup jauh mencapai 15 kilometer dengan medan jalan yang berkelok-kelok dan naik turun.
Sementara beberapa dusun di desa ini pun berjarak cukup jauh hingga 3 kilometer dari kantor desa.
Kini, suasana kantor desa mulai berubah. Tidak lagi ramai antrean seperti dulu.
Warga cukup mengakses layanan melalui website desa.
Semua kebutuhan administrasi bisa dilakukan dari rumah atau bahkan dari luar daerah hanya dengan telepon genggam.
Muslihatun menjelaskan, tahun 2023 menjadi titik balik ketika Desa Banyukembar mulai mengadopsi sistem Open Sistem Informasi Desa (OpenSID) yang disupport oleh Diskominfo Wonosobo.
Sistem ini memungkinkan desa mengelola data dan pelayanan secara digital dan terintegrasi.
"Surat pengantar, keterangan domisili, hingga akta kelahiran sekarang bisa diurus secara online. Tanda tangan kepala desa juga sudah elektronik,” jelas Muslihatun.
Warga yang datang ke kantor desa kini telah disediakan sebuah tablet PC berukuran kecil pada bagian resepsionis untuk layanan mandiri.
Petugas hanya tinggal memverifikasi dan menyetujui permohonan, lalu dokumen langsung bisa dicetak.
“Yang tadinya perlu waktu berhari-hari, sekarang bisa selesai dalam beberapa menit saja,” tambahnya.
Digitalisasi di Desa Banyukembar tidak berhenti di pelayanan administrasi saja.
Sekretaris Desa Banyukembar, Andi Muhsin lebih lanjut menjelaskan, di sektor ekonomi, desa juga telah mengembangkan Lapak Desa.
Lapak Desa merupakan sebuah platform daring untuk memasarkan produk UMKM lokal.
Di rumah-rumah warga, beberapa pelaku usaha kecil sudah mulai terbiasa memotret produk mereka dan mengunggahnya ke situs desa.
Produk seperti keripik, kopi lokal, dan kerajinan tangan kini bisa dilihat oleh siapa saja secara daring.
“Dulu bingung mau jualan ke mana. Sekarang tinggal unggah di Lapak Desa, nanti ada yang pesan,” ucapnya.
Di bidang pendidikan, perpustakaan digital juga dihadirkan untuk anak-anak sekolah.
Siswa bisa membaca koleksi buku yang ada atau mengakses e-book menggunakan Wi-Fi gratis yang tersedia.
Posyandu Digital juga dikembangkan pemerintah desa. Petugas tidak lagi mencatat berat badan bayi atau status gizi secara manual.
Semua data langsung dimasukkan ke sistem dan digunakan sebagai bahan perencanaan penanganan stunting.
Andi bercerita sembari mengingat masa lalu. Dulu, sinyal menjadi kendala besar di Desa Banyukembar ini.
Satu rumah bisa menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk membeli kuota internet.
Kini di beberapa dusun, terlihat antena kecil terpasang di atap rumah, menandakan jaringan Wi-Fi desa telah menjangkau pelosok.
Desa Banyukembar dihuni kurang lebih 3.778 jiwa, terdiri atas 1.280 Kepala Keluarga (KK), dan 1.072 rumah.
Meskipun secara geografis desa ini terbilang terpencil, namun tingkat penggunaan internet cukup tinggi.
Andi menyebut, saat ini sekitar 70 persen dari total rumah atau kurang lebih 700 rumah telah terkoneksi dengan jaringan internet.
Di beberapa titik, seperti pos kamling, perpustakaan desa, dan GOR, warga juga bisa mengakses Wi-Fi gratis yang disediakan pemerintah desa.
“Kalau dulu sinyal lemot dan mahal, sekarang cukup satu langganan bisa dipakai ramai-ramai di rumah,” jelasnya.
Untuk memudahkan warga, desa juga membentuk kader digital yang bertugas membantu warga, terutama lansia dan kelompok rentan, agar bisa memanfaatkan teknologi.
Salah satu kendala awal yang dihadapi adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Dulu kami sempat kesulitan karena perangkat desa dan warga belum terbiasa dengan teknologi.
Tapi sekarang sudah mulai membaik. Banyak pemuda yang lulus sarjana dan mereka ikut membantu," terangnya.
Tantangan terbesar saat ini adalah literasi digital masyarakat. Tidak semua warga langsung memahami sistem digital yang diterapkan.
"Setiap tahun kami adakan pelatihan literasi digital. Harapannya agar seluruh masyarakat, dari remaja sampai lansia, bisa mengikuti perkembangan," lanjutnya.
Muslihatun menambahkan, proses menuju 10 besar nasional bukan hal yang mudah dan butuh perjuangan.
Sebelumnya setelah lolos ke 15 besar, tim dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) datang langsung ke lokasi untuk melakukan verifikasi lapangan.
“Alhamdulillah, dari situ kami lolos ke 10 besar. Penjurian selanjutnya dilakukan lewat presentasi Zoom, semoga bisa tembus 6 besar,” ucap Muslihatun yang juga satu-satunya kepala desa perempuan di Wonosobo ini.
Ia berharap Desa Banyukembar bisa menjadi contoh bagaimana transformasi digital bisa diterapkan meskipun berada di wilayah terpencil.
“Harapan kami, program ini bisa berlanjut. Teknologi berkembang terus, dan kami ingin desa kami tidak tertinggal," tandasnya. (ima)