Tanoto Foundation
Sambut Murid Baru dengan Taman Numerasi
Berikut essai Diannita Ayu Kurniasih, S.Pd.SD., M.Pd, Kepala SDN 1 Kebumen, Kabupaten Kendal, Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation.
Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Oleh: Diannita Ayu Kurniasih, S.Pd.SD., M.Pd, Kepala SDN 1 Kebumen, Kabupaten Kendal, Fasilitator PINTAR Tanoto Foundation
AWAL tahun ajaran baru selalu menjadi titik penting dalam perjalanan pendidikan seorang anak. Bagi murid baru, khususnya di jenjang sekolah dasar, hari-hari pertama memasuki gerbang sekolah tidak sekadar soal mengenal bangku dan guru, melainkan juga tentang membentuk kesan pertama yang akan melekat dan membentuk persepsi jangka panjang terhadap sekolah dan proses belajar itu sendiri.
Di SDN 1 Kebumen, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, penyambutan murid baru tahun ini dilakukan dengan cara yang tak biasa. Sekolah mempersembahkan sebuah ruang belajar terbuka bernama Taman Numerasi. Sebuah inisiatif yang dirancang untuk menanamkan literasi numerasi melalui pendekatan yang menyenangkan dan kontekstual. Murid tidak hanya disambut oleh guru dan teman-teman baru, tetapi juga oleh mural penuh warna yang memuat ular tangga angka, tangga satuan panjang, permainan sudamanda, serta kata-kata ajaib seperti “maaf,” “tolong,” “permisi,” dan “terima kasih”.
Inisiatif ini sejalan dengan semangat Gerakan Numerasi Nasional (GNN) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. GNN bertujuan membangun budaya numerasi sejak dini, melanjutkan fondasi yang telah dibentuk oleh Gerakan Literasi Nasional (GLN).
Pemerintah Kabupaten Kendal mendukung penuh gerakan ini melalui Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2024 tentang Gerakan Peningkatan Kemampuan Literasi dan Numerasi. Regulasi tersebut mengarahkan sekolah-sekolah di Kendal untuk menghadirkan lingkungan belajar yang tidak hanya kaya informasi, tetapi juga kaya pengalaman.
Taman numerasi di SDN 1 Kebumen menjadi bentuk nyata dari interpretasi kebijakan tersebut. Di sekolah ini, proses belajar tidak dibatasi oleh dinding kelas. Murid-murid bisa memainkan ular tangga sambil mempelajari urutan angka, melompat di atas sudamanda untuk mengenal operasi hitung dan bentuk bangun datar, atau berjalan di tangga satuan panjang yang membantu mereka memahami ukuran secara konkret. Seluruh aktivitas ini dirancang agar murid terbiasa menyelesaikan masalah keseharian melalui pendekatan numerik yang praktis dan menyenangkan.
Lebih dari sekadar media pembelajaran, taman numerasi juga menjadi ruang untuk menghidupkan kembali permainan tradisional yang sarat nilai edukatif. Melalui aktivitas fisik yang ringan dan kolaboratif, murid tidak hanya diajak untuk aktif bergerak, tetapi juga belajar bekerja sama, menunggu giliran, serta menghargai teman sebayanya. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, taman numerasi mendukung terwujudnya dimensi profil lulusan seperti kemandirian, gotong royong, kreativitas, serta bernalar kritis.
Salah satu aspek penting yang juga ditanamkan melalui taman ini adalah pendidikan karakter. Kata-kata seperti “tolong” dan “terima kasih” yang tertulis di sudut-sudut taman menjadi pengingat visual bagi murid untuk membiasakan diri dengan sopan santun dalam interaksi sehari-hari. Pesan ini sejalan dengan visi sekolah untuk membentuk peserta didik yang berkarakter, inovatif, santun, dan andal.
Respons murid terhadap keberadaan taman numerasi pun menunjukkan antusiasme yang tinggi. Agha, murid kelas IV, mengaku lebih bersemangat ke sekolah karena taman tersebut tidak hanya menjadi tempat bermain, tetapi juga tempat belajar yang menyenangkan. “Selain dapat digunakan untuk bermain, taman ini juga menjadi sarana belajar kami di sekolah,” ujarnya di hari pertama masuk sekolah.
Kehadiran taman numerasi mempertegas pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan ramah anak. Pendekatan ini tidak hanya menyasar aspek kognitif, tetapi juga afektif dan sosial, memberikan ruang bagi murid untuk tumbuh secara utuh. Dalam konteks pendidikan dasar, pengalaman positif di awal sekolah berpotensi menumbuhkan kecintaan belajar yang akan dibawa anak hingga jenjang yang lebih tinggi.
Apa yang dilakukan SDN 1 Kebumen menjadi contoh konkret bahwa transformasi pendidikan tidak selalu memerlukan teknologi canggih atau anggaran besar. Inovasi dapat dimulai dari pemanfaatan ruang yang ada, kreativitas warga sekolah, dan kemauan untuk memanusiakan proses belajar. Melalui taman numerasi, sekolah ini membuktikan bahwa matematika dapat hadir dengan wajah yang ramah, menyenangkan, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari anak-anak. (*)