Wonosobo Hebat

Lembaga Keagamaan Wonosobo Tolak Penerapan Sekolah 5 Hari, Khawatir Ganggu Jadwal Ngaji

Tribun Jateng/Imah Masitoh
SEKOLAH LIMA HARI - Komisi D DPRD Kabupaten Wonosobo adakan rapat dengar pendapat di DPRD Wonosobo, Rabu (6/8/2025). Agenda ini untuk menggali pandangan berbagai pihak terkait usulan lima hari sekolah. 

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Sejumlah lembaga keagamaan di Kabupaten Wonosobo menyatakan penolakan tegas terhadap rencana penerapan sekolah lima hari atau full day school. 

Mereka menilai kebijakan itu akan mengganggu kegiatan pendidikan keagamaan yang selama ini berjalan efektif di luar jam sekolah.

Baca juga: Menuju Kabupaten Sehat, Wonosobo Fokus Perbaiki Indikator dan Lengkapi Data Dukung

Perwakilan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Wonosobo, Huda Afton, menyebut bahwa NU mendorong agar pendidikan tetap dilaksanakan enam hari.

“Secara prinsip bahwa kita mendorong untuk tetap pendidikan 6 hari sekolah,” ucapnya usai menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Wonosobo, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, anak-anak membutuhkan pendampingan dari guru dan ustadz tidak hanya dalam durasi, tetapi juga sebaran hari. 

Ia menilai hari libur yang terlalu banyak rawan disalahgunakan oleh peserta didik.

“Penambahan jam bukan solusi. Secara psikologis anak butuh istirahat. Dengan jam yang begitu lama, efeknya ke kelelahan dan psikologi anak,” lanjutnya.

Huda juga menyampaikan pengalaman langsung bahwa anak mulai kelelahan setelah Dzuhur dan penambahan jam justru membuat konsentrasi anak menurun.

“Sementara ini keputusan PBNU wilayah sampai Kabupaten Wonosobo tetap menolak,” tegasnya.

Sementara itu, penolakan juga disampaikan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Wonosobo. 

Ketua FKDT Kabupaten Wonosobo, Ahmad Mansur, menilai penerapan lima hari sekolah akan sangat mengganggu jadwal ngaji di TPQ dan madrasah diniyah.

“Wonosobo kebanyakan di pedesaan dan agamis, rata-rata ngaji bada Dzuhur. Jam 1 mulai TPQ, jam 2 madrasah diniyah, ada juga yang malam,” lanjutnya.

Jika siswa baru pulang jam 4 sore, maka akan sulit bagi anak memiliki waktu istirahat dan bersiap untuk kegiatan diniyah.

“Meskipun tadi PGRI menjamin jam 1 udah pulang, itu belum tentu dan nggak ada jaminan,” sebutnya.

FKDT mencatat saat ini terdapat 688 madrasah diniyah di Wonosobo dengan sekitar 20 ribu santri, yang akan terdampak langsung jika lima hari sekolah diterapkan.

Baca juga: Perolehan Bulan Dana PMI Wonosobo 2025 Naik 20 Persen, Capai Rp1,9 Miliar

“Sebetulnya yang paling dirugikan itu TPQ, karena masuknya awal. Madrasah diniyah di jam berikutnya saja itu sudah sangat terganggu,” imbuhnya.

Ahmad Mansur juga menegaskan bahwa lima hari sekolah bukan kewajiban nasional, melainkan opsi yang seharusnya mempertimbangkan kearifan lokal.

Pihaknya meminta agar pemerintah daerah tidak memaksakan penerapan sekolah lima hari di Wonosobo. (ima)