Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ini Tarif Royalti Musik yang Harus Dibayarkan Restoran, Dihitung per Kursi

Sebuah foto struk pembayaran dari salah satu restoran menjadi viral setelah menampilkan komponen biaya tak biasa: royalti musik sebesar Rp29.140

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
Istimewa
Ini Tarif Royalti Musik yang Harus Dibayarkan Restoran, Dihitung per Kursi 
- Transpose +

Ini Tarif Royalti Musik yang Harus Dibayarkan Restoran, Dihitung per Kursi

 

TRIBUNJATENG.COM- 

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.02/2016, tarif royalti adalah:

Restoran & Kafe

Hak pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun

Hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun


Pub, Bar & Bistro

Hak pencipta: Rp180.000 per m⊃2;/tahun

Hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun


Diskotek & Klub Malam

Hak pencipta: Rp250.000 per m⊃2;/tahun

Hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun


Pembayaran dilakukan minimal setahun sekali dan bisa diurus secara daring melalui situs resmi LMKN.

Simulasi Perhitungan

1. Kafe kecil kapasitas 20 kursi

Hak pencipta: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun

Hak terkait: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun

Total: Rp2.400.000/tahun (~Rp200.000/bulan)

 

2. Restoran kapasitas 50 kursi

Hak pencipta: Rp3.000.000/tahun

Hak terkait: Rp3.000.000/tahun

Total: Rp6.000.000/tahun (~Rp500.000/bulan)

 

3. Restoran kapasitas 100 kursi

Hak pencipta: Rp6.000.000/tahun

Hak terkait: Rp6.000.000/tahun

Total: Rp12.000.000/tahun (~Rp1.000.000/bulan)

 


Berlaku untuk Musik Lokal & Internasional

Isu pembayaran royalti musik untuk pelaku usaha kembali jadi sorotan publik setelah penegakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta semakin ketat.

Banyak pemilik kafe dan restoran mencoba menghindari kewajiban tersebut dengan mengganti musik menjadi suara alam, seperti kicauan burung atau gemericik air.

Namun, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan upaya itu tidak membebaskan pelaku usaha dari kewajiban membayar royalti.

Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, menekankan bahwa rekaman suara apapun, termasuk suara alam, tetap dilindungi hak terkait.

 “Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” ujarnya dikutip dari YouTube KompasTV, Selasa (5/8/2025).

 

Kenapa Suara Alam Tetap Kena Royalti?

Banyak yang mengira suara alam gratis digunakan. Padahal, suara yang diputar biasanya berasal dari rekaman komersial milik produser fonogram. Produser ini memiliki hak eksklusif untuk menentukan bagaimana rekaman digunakan. Jika diputar untuk kepentingan komersial di ruang usaha, maka wajib membayar royalti.

Dharma menilai anggapan bahwa royalti membebani usaha kecil adalah keliru.

“Ada narasi yang sengaja dibangun keliru, seakan-akan (kami) mau mematikan kafe. Itu keliru sekali, karena dia enggak baca aturannya, enggak baca Undang-Undang. Bahkan belum bayar, sudah kembangkan narasi seperti itu,” tegasnya.

 

 

 

 

Indonesia juga terikat kerja sama global hak cipta, sehingga royalti berlaku untuk lagu lokal maupun internasional, termasuk musik instrumental asing.

Dharma mengingatkan, baik memutar lagu populer dunia maupun musik instrumental, semua masuk kategori pemanfaatan komersial yang wajib membayar royalti.

 “Bagaimana kita pakai sebagai menu hiburan tapi tidak mau bayar? Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” ujarnya.

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved