Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Viral

10 Fakta Viral Pungutan Uang Gedung Rp 1,5 Juta di SMKN 1 Jombang

pungutan uang gedung di SMKN 1 Jombang, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Pungutan sebesar Rp 1,5 juta per siswa

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
Instagram/ SMK 1 Jombang
10 Fakta Viral Pungutan Uang Gedung Rp 1,5 Juta di SMKN 1 Jombang 

10 Fakta Viral Pungutan Uang Gedung Rp 1,5 Juta di SMKN 1 Jombang

TRIBUNJATENG.COM- Kasus pungutan uang gedung di SMKN 1 Jombang, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Pungutan sebesar Rp 1,5 juta per siswa untuk kelas X ini menuai perdebatan, terlebih bukti pembayaran yang dianggap janggal. Berikut rangkuman 10 faktanya:

1. Bermula dari Unggahan Akun Instagram

Isu pungutan uang gedung ini pertama kali viral setelah diunggah oleh akun Instagram @brorondm. Dalam unggahan itu, akun tersebut menampilkan tangkapan layar chat berisi keluhan seorang warganet yang mengaku sebagai kakak ipar siswa kelas X SMKN 1 Jombang. Postingan itu menyertakan bukti tanda terima pembayaran uang gedung yang memicu kecurigaan publik.

2. Postingan Viral dan Banjir Komentar

Unggahan akun tersebut dengan cepat menjadi viral. Hingga sore hari, postingan itu sudah mendapat 3.971 likes, dibagikan 128 kali, dan dipenuhi 577 komentar dari warganet. Mayoritas komentar bernada kritik terhadap dugaan pungutan liar di sekolah negeri yang seharusnya gratis dari pungutan semacam itu.

3. Bukti Pembayaran Dinilai Tidak Jelas

Hal yang paling menimbulkan kecurigaan adalah bukti tanda terima pembayaran. Warganet mengungkapkan tanda terima tersebut tidak mencantumkan nama sekolah, tidak ada kop resmi, tanpa stempel, serta tanpa tanda tangan pihak berwenang. Nominal pembayaran pun ditulis singkat dan terkesan asal-asalan, sehingga menimbulkan dugaan adanya praktik tidak transparan.

4. Kritik Tajam Warganet

Dalam unggahannya, akun @brorondm bahkan menuliskan kalimat sindiran keras:

> "Tanda terima tidak ada nama sekolah, tidak ada stempel, tidak ada ttd. Begitu liciknya kah para pendidik anak kita. Atau ini hanyalah hoax dari alam ghoib? Monitor bang @emildardak."
Kritik ini kemudian ramai dikutip oleh warganet lain yang mempertanyakan integritas pihak sekolah.

 

5. Keluhan Keluarga Siswa

Kakak ipar salah satu siswa kelas X juga menyuarakan kekesalan karena adanya pungutan uang gedung. Ia mengaku kecewa karena di Jawa Timur seharusnya sudah tidak ada pungutan berupa uang gedung maupun SPP di sekolah negeri. Lebih parah lagi, bukti pembayaran dianggap tidak layak untuk ukuran lembaga pendidikan resmi.

6. Pihak Sekolah Akhirnya Angkat Bicara

Menanggapi polemik yang viral, pihak sekolah melalui Humas SMKN 1 Jombang, Zainuri, akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa pungutan uang gedung tersebut bukan pungutan liar, melainkan hasil kesepakatan dalam rapat antara pihak sekolah, komite, dan wali murid kelas X.

7. Disebut sebagai “Kontribusi Komite”

Menurut Zainuri, uang Rp 1,5 juta itu bukan disebut uang gedung, tetapi kontribusi komite yang sifatnya hanya sekali bagi siswa kelas X. Selain itu, para orang tua juga menyepakati adanya biaya bulanan yang dinamakan partisipasi pendidikan sebesar Rp 100 ribu per bulan, yang berlaku layaknya SPP.

8. Dana Bisa Capai Rp 918 Juta

Jumlah siswa kelas X di SMKN 1 Jombang mencapai 612 orang. Jika semuanya membayar Rp 1,5 juta, maka dana yang terkumpul bisa mencapai Rp 918 juta. Dana sebesar itu rencananya digunakan untuk pembangunan sejumlah prasarana sekolah. Namun, pihak sekolah mengakui tidak semua orang tua siswa mampu membayar, sehingga ada mekanisme keringanan.

9. Ada Jalur Keringanan untuk Siswa Kurang Mampu

Zainuri menegaskan bahwa pungutan ini tidak bersifat mengikat. Siswa yang masuk melalui jalur afirmasi keluarga tidak mampu dibebaskan dari kewajiban membayar kontribusi tersebut. Bahkan, ada juga siswa non-afirmasi yang mengajukan keringanan dan permohonan itu tetap disetujui pihak sekolah.

10. Dana Dikelola Bendahara Komite

Meski disebut kontribusi komite, pembayaran tetap dilakukan melalui loket di sekolah. Setelah itu, dana diserahkan kepada bendahara komite. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik, karena seharusnya pengelolaan dana komite dilakukan secara transparan dan tidak bercampur dengan mekanisme administrasi sekolah.


(*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved