TRIBUNJATENG.COM - Sepanjang tahun ini pasar modal Indonesia terus mendapat tekanan akibat faktor global, dengan IHSG di kisaran 4.300. Tak hanya Indonesia, bursa di kawasan Asia juga tercatat mengalami pelemahan. Meski demikian, kondisi pasar modal relatif terjaga, dengan tidak adanya saham-saham yang rontok secara beruntun dan tiba-tiba.
Sejumlah instrumen seperti obligasi juga diperdagangkan secara aktif di pasar. BEI pun terus memacu masuknya investor lokal dari berbagai level lewat berbagai program. Selain itu, emiten baru juga terus dibidik untuk makin memperkuat bursa. Berikut petikan wawancara wartawan Tribun Jateng, Hermawan Endra Wijonarko dengan Direktur pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Semarang, Stephanus Cahyanto Kristiadi.
Bagaimana perkembangan dunia pasar modal di Jateng?
Kalau untuk penambahan jumlah rekening efek di area kami meliputi pantura Jateng. Tahun ini, target kami adalah 4.000 single investor identity. Saya yakin target itu sudah bisa tercapai karena berdasarkan data per akhir November 2015 sudah mencapai 3.891. Belum lagi penambahan pemecahan rekor Muri di Unnes beberapa waktu lalu yang sekitar 1.500.
Dari nilai transaksi, periode Oktober-November rata-rata Jateng mencapai Rp 3 triliun. Untuk Semarang sendiri rata-rata Rp 850 miliar. Perkembangan transaksi jika dibanding bulan sebelumnya, setelah Januari 2015 memang ada kecenderungan penurunan karena IHSG juga turun. Waktu itu di Januari sekitar Rp 500 miliar. Setelah itu sempat drop sampai Rp 300 miliar per bulan untuk Semarang. Selama ini, perkemabangan transaksi mengikuti pergerakan IHSG. Jika dilihat di Bursa Efek Indonesia, transaksi tahun ini memang lebih rendah dibanding periode sebelumnya. Secara nasional rata-rata transaksi harian tahun lalu sekitar Rp 6 triliun kalau sekarang antara Rp 4 triliun sampai 5 triliun.
Bagaimana proyeksi pada 2016 dan apa saja faktor pendukungnya?
Untuk 2016, kami targetkan nilai transaksi di area kami, yakni pantura Jawa Tengah naik tiga kali lipat dari rata-rata per bulan Rp 500 miliar di 2015 menjadi Rp 1,5 triliun di 2016. Target tersebut sesuai dengan optimisme para pelaku pasar yang menyebutkan perekonomian pada 2016 akan membaik dibandingkan dengan 2015.
Ketidakpastian dari The Fed sudah sirna setelah mereka menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebesar 0,25% ke 0,50% yang menandakan bahwa perekonomian Amerika Serikat sudah mulai pulih. Selain itu, juga diperkirakan perekonomian Tiongkok masih akan tetap tumbuh diatas 6% yang akan memberikan dampak positif bagi Indonesia karena Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Apabila perekonomian 2016 tumbuh sesuai prediksi, maka diharapkan IHSG akan bisa kembali ke level 5000-an. Jika akhir tahun IHSG bisa tutup diatas 4700, maka 2016 diharapkan IHSG dapat kembali ke angka tertingginya di 5523.
Melihat dari optimisme pelaku pasar, BEI juga menargetkan jumlah emiten baru pada 2016 lebih dari 30. OJK juga akan mendukung dengan mempermudah proses IPO pada 2016. Tujuannya untuk mendorong diversifikasi pembiayaan, khususnya melalui pasar modal. Untuk bisa mencapai itu semua, BEI akan fokus pada pengembangan bursa.
Kegiatan edukasi dan sosialisasi pasar modal akan lebih intensif pada 2016, didukung dengan adanya Galeri Investasi (GI) di beberapa kampus dan rencana pembukaan lebih banyak GI di 2016. Selain itu, juga akan dilakukan kegiatan edukasi bagi para investor nonaktif supaya lebih aktif lagi dalam bertransaksi.
Apalagi pada November sudah mulai dicanangkan program "Yuk Nabung Saham" yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai transaksi di BEI. Dengan program "Yuk Nabung Saham" ini diharapkan bisa merubah persepsi masyarakat tentang investasi di pasar modal, bahwa menabung tidak hanya bisa dilakukan di bank, tapi bisa juga dilakukan di pasar modal dengan menabung saham, reksadana, maupun ETF (Exchange Trade Fund), yang apabila silakukan secara benar dan teratur akan memberikan return yang optimal
Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan transaksi?
Utamanya adalah tingkat literasi. Apabila semakin paham, maka makin banyak orang yang bertransaksi di pasar modal. Memang sebenarnya sudah banyak orang ingin tahu mengenai pasar modal, rata-rata dari keingintahuan mereka mulai terjun sebagai investor baru. Meski di awal mereka mencoba dalam nominal tidak terlalu banyak, sekitar Rp 1 juta. Kemudian kondisi perekonomian, karena sejauh ini kalau ekonomi global mengalami pelemahan imbasnya juga terasa di transaksi bursa juga.
Apa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah investor baru?
Kami banyak melakukan edukasi dan sosialisasi. Tahun 2015 kemarin, setiap dua bulan sekali ada sekolah pasar modal yang dilakukan di kantor bekerja sama dengan instansi dan komunitas. Paling banyak event lewat kampus karena 2015 kami mempunyai 14 galeri investasi. Itu menjadi ujung tombak kami memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Tahun 2016 upaya tersebut akan kami tingkatkan lagi.
Apa hambatannya?
Pada awalnya banyak dari mereka yang khawatir apabila uang yang telah diinvestasikan hilang. Itu wajar karena ini hal baru. Jadi kami memberikan edukasi bukan bagaimana menjadi investor jual beli, melainkan sebagai investor pemula. Kami arahkan bagaimana berinvestasi memilih saham yang baik. Tahun 2015, kami launching program baru, yakni "Yuk Nabung Saham". Jadi kami mengajak masyarakat untuk mulai berinvestasi di pasar modal, dengan membeli saham setiap bulan secara rutin.
Berapa nilai minimal terjun ke pasar modal?
Kalau untuk buka rekening awal sekarang sudah cukup mudah, hanya Rp 100 ribu sudah bisa. Berbeda saat era tahun 2000 pembukaan rekening efek, transaksi awal harus memiliki uang Rp 50 juta.
Bagaimana investor lokal di jateng melihat perkembangan IHSG?
Kalau secara daerah memang belum ada datanya. Namun jika dilihat nasional memang jumlah transaksi tergantung IHSG. Tapi jika dilihat sampai sekarang, transaksi lebih banyak dilakukan oleh investor domestik dibanding asing. Untuk kepemilikan memang masih banyak investor asing, tapi transaksi masih banyak dilakukan investor domestik.
Bagaimana pertumbuhan jumlah investor di jateng, dan target pada 2016?
Pada tahun 2016 nanti kami menargetkan di wilayah kami Semarang pantura ada 20 ribu investor baru. Sedangkan, keseluruhan Jawa Tengah ada penambahan 40 ribu investor baru. Angka itu meningkat dibanding target 2015 yang sekitar 14 ribu investor baru. Sejauh ini, target 2015 sudah terlampaui yakni mencapai 18 ribu investor baru. Jauh meningkat dibandingkan capaian 2014 yang hanya menambah 8 ribu investor baru. Secara nasional kami menargetkan di 2016 ada penambahan 300 ribu investor baru.
Bagaimana dampak pojok bursa yang dibuat di sejumlah kampus terhadap perkembangan transaksi di Jateng?
Dampaknya memang belum besar dari sisi nilai transaksi. Masih sangat kecil, sekitar 0,5-1% dari total transaksi per bulan di area KP Semarang. Hal itu karena segmennya mahasiswa yang dananya masih terbatas. Jadi kami tidak terlalu menyasar seberapa besar value transaksi yang dihasilkan dari pojok bursa di kampus-kampus. Melainkan kami lebih pada bagaimana mahasiswa sudah mulai terbuka pemikirannya untuk tampil di pasar modal. Sehingga diharapkan setelah mereka lulus kuliah, memiliki pekerjaan mereka bisa menambah nilai transaksinya karena sudah mendapatkan gaji.
Bagaimana upaya membidik perusahaan di Jateng menjadi emiten di BEI?
Kami membuat event namanya bisnis meeting, atau semacam kerjasama dengan perusahaan. Kami undang mereka untuk diberikan sosialisasi menganai go public. Selain itu, kami juga door to door ke beberapa perusahaan potensial untuk menawarkan materi sosialisasi go public. Ada juga perusaahan yang nanya-nanya langsung datang ke kantor kami.
Bagaimana respons yang diterima?
Responsnya masih kurang. Susah meyakinkan perusahaan agar go public karena kebanyakan status perusahaan keluarga. Pemikiran mereka, inginnya semua dikelola oleh keluarga. Jadi sedapat mungkin kalau masih bisa dikelola sendiri kenapa harus melibatkan pihak luar apalagi sampai berbagi kepemilikan dengan orang lain. Padahal banyak keuntungan mereka go public, yakni lebih transparan dalam hal pengelolaan keuangan. Sehingga kesempatan mendapatkan pendanaan dari luar lebih terbuka lagi. Katakanlah, apabila sebuah perusahaan itu ingin mencari partner di luar negeri dengan melihat status mereka yang sudah 'Tbk' maka memiliki nilai tambah dibanding perusahaan tertutup. (tribunjateng/hermawan endra)