Baca tanpa iklan
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Perkawinan Venna Melinda (43) dan Ivan Fadilla Soedjoko (50) diputuskan berakhir dengan perceraian oleh Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan pada 18 Maret 2014.
Saat itu majelis hakim PA mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan Venna terhadap Ivan. Perkawinan yang telah berusia 17 tahun itu akhirnya kandas.
Hakim PA juga memutuskan harta gono-gini untuk dibagi dua dan hak pengasuhan anak-anak mereka, Verrell Bramasta (20) dan Athala Naufal (16), diberikan kepada Ivan dan Venna.
Kini, hampir dua tahun berselang setelah putusan cerai, Venna dan Ivan kembali berperkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ivan memperkarakan harta bersama yang menjadi gono-gini selama sidang cerai digelar.
Dua harta yang dipersoalkan adalah rumah mewah yang berdiri di Jalan Paso, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan sebuah mobil Toyota Alpard. Ivan mempersoalkannya ke pengadilan setelah Venna ingin memiliki rumah mewah itu.
Petrus Balapationa, pengacara Ivan, mengatakan, ketika putusan perceraian dibacakan hakim PA dua tahun lalu, rumah kliennya yang ada di Jalan Paso itu dibagi dua.
“Ketika mau di lelang, Venna melalui pengacara OC Kaligis tiba-tiba mengajukan upaya PK (peninjauan kembali) atas perkara cerainya ke MA,” kata Petrus ketika dihubungi melalui telepon, Rabu (24/2) siang.
Perkara PK dikirimkan Venna ke MA pada 17 April 2015 dan diputuskan hakim MA pada 30 Juni 2015. Hanya dalam waktu yang cukup singkat, sekitar 71 hari sejak PK didaftarkan, MA memutuskan perkara tersebut.
“(Putusan) Itu terlalu cepat bagi kami. Ini aneh,” kata Petrus. Selain cepat, amar putusan PK juga mengejutkan Ivan.
“Amar putusannya menyebutkan, rumah Jalan Paso itu milik Venna seorang,” kata Petrus seraya melanjutkan, “Kan di putusan cerai sudah jelas bahwa rumah tersebut milik bersama dan hasilnya dibagi dua jika kelak di lelang.”
Ivan, melalui Petrus yang juga menjadi kuasa hukum perceraiannya dulu, lalu melayangkan gugatan perdata atas harta bersama ke PN Jakarta Selatan.
Perkara tersebut didaftarkan Petrus pada 4 Februari 2016. “Masalahnya adalah Venna tidak bisa membuktikan bahwa rumah bersama itu sudah dibayarkan lunas karena jasa dia,” sebut Petrus.
Sidang pertama perkara perdata (harta) itu akan digelar di PN Jakarta Selatan, 3 Maret esok. Ivan menolak jika Venna kemudian mengklaim memiliki rumah bersama tersebut.
Dicicil Ivan
Petrus mengungkapkan, rumah bersama itu dibeli Ivan pada 2005 ketika rumah-tangganya bersama Venna masih adem-ayem.
Ivan membeli rumah dan mengatasnamakannya ke Venna.
Ketika itu, harga rumah tersebut diperkirakan Rp 1,5 Miliar.
Lantaran kala itu tidak ada uang tunai untuk membayar rumah, maka Ivan membayar dengan cara cicilan melalui perantaraan bank.
Ivan memakai jasa kredit pemilikan rumah rumah (KPR) selama 10 tahun di Bank CIMB Niaga selama 10 tahun hingga berakhir pada 2015.
Total cicilan yang dibayarkan Ivan setiap bulan selama 10 tahun itu senilai total sekitar Rp 1,5 Miliar.
Saat ini harga rumah itu ditaksir lebih dari Rp 5 Miliar. Selama KPR itu, Ivan yang membayarkan cicilannya.
“Begitu cicilan kredit rumah lunas, Venna mengakui rumah tersebut sebagai miliknya. Padahal selama ini tidak pernah ada pembicaraan (Ivan dan Venna) terhadap rumah itu,” jelas Petrus.
Rumah tersebut, lanjutnya, adalah harta bersama, bukan milik Venna seorang.
Tapi Venna seolah ingin mengambil semua miliknya seperti yang tertulis di perkara PK di MA.
Sementara mobil Alpard yang dipersoalkan juga diharapkan Ivan dibagi dua jika kelak di lelang. Saat ini mobil tersebut dipakai sebagai kendaraan Varrel.
“Kami mengajukan gugatan harta ke PN Jakarta Selatan agar rumah dan mobil yang menjadi harta gono-gini bersama itu dibagi dua, bukan hanya jadi hak Venna seorang,” kata Petrus.
Dihubungi terpisah, Rabu malam, Venna belum dapat dimintai komentarnya terkait perkara bagi harta yang diajukan Ivan ke PN Jakarta Selatan itu. (kin)