Harga Beras

Gejolak Harga Beras Sangat Sensitif

Penulis: hermawan Endra
Editor: iswidodo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

News Analisis oleh Wahyu Widodo Ekonom Undip

News Analisis oleh Wahyu Widodo / Ekonom Undip

TRIBUNJATENG.COM - Sinyal kenaikan harga beras yang tinggi, saat ini telah melebihi HET (Rp 9.450 - beras medium), sebenarnya sudah terlihat gejalanya sejak pertengahan tahun 2017.

Harga beras yang terus naik mengindisikan ketidakseimbangan pasar, dimana permintaan lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan beras.

Beberapa hal ditengarai menjadi penyebab gejolak harga beras. Pertama, sisi produksi terganggu akibat hama wereng batang coklat pada tahun 2017, yang menyebabkan gagal panen di beberapa sentra produksi beras.

Gejolak harga beras sangat sensitif dengan siklus panen dan musim. Sementara tidak ada kepastian terkait data surplus produksi padi.

Pemerintah menegaskan tidak akan mengimpor beras umum atau medium meski stok di gudang Bulog kurang dari 1 juta ton. Pasokan beras ini dirasa masih cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, termasuk untuk bantuan sosial beras keluarga sejahtera (rastra). Tribunnews/Jeprima (tribunnews.com/jeprima)

Kedua, kebijakan pengklasifikasian jenis beras menjadi medium dan premium tidak sesuai dengan fakta bahwa beras adalah produk terdeferensiasi. Ini memicu produsen untuk menggeser pola produksinya ke beras premium. Pada akhirnya akan menggerakan harga untuk naik.

Di sisi lain cadangan beras yang dimiliki bulog di bawah standar minimal yang ditentukan FAO sebesar 1.5 juta ton, secara psikologis hal ini akan mendorong harga beras naik.

Impor adalah kebijakan tersulit yang harus diambil pemerintah, tetapi tidak ada pilihan untuk stabilisasi harga beras dalam jangka pendek.

Stabilisasi harus dilakukan karena kenaikan harga beras sudah sangat tinggi. Selain menekan daya beli konsumen, kenaikan harga ini juga menekan daya beli petani yang mayoritas skala kecil dan net consumer beras.

Meskipun terlambat, impor ini harus cepat direalisasikan agar tidak berbarengan dengan panen raya, sekitar akhir Februari-Maret.

Jika berbarengan maka akan terjadi over supply dan menekan harga jual gabah petani. Artinya petani rugi dua kali, harus membeli harga beras mahal saat ini dan menjual gabah dengan harga murah. (tribunjateng/cetak/Wan)

Berita Terkini