TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Entah kapan mulainya, istilah whistleblower akhir-akhir ini makin sering terdengar. Whistleblower berasal dari bahasa Inggris yang artinya peniup peluit. Namun makna sebenarnya dari whistleblower adalah pelapor pelanggaran.
Istilah ini juga sering digunakan bagi para tersangka kasus korupsi yang mengungkap keterlibatan orang lain.
Mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin adalah sosok whistleblower yang sangat dikenal. Nazaruddin yang pernah lari ke Kolombia ini memilih menjadi whistleblower dengan mengungkap kejahatan korupsi rekan-rekannya di Partai Demokrat.
Tiupan peluit Nazaruddin berbuah beberapa nama tersangka dan berujung terpidana. Rekan-rekan separtai Nazaruddin pun terkena getahnya. Nazaruddin ikut punya andil hingga membuat Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Angelina Sondakh merasakan dinginnya sel penjara.
Belakangan, meski masih meringkuk di penjara, tiupan peluit Nazaruddin tak juga berhenti. Nama-nama orang penting di negeri ini disebutnya ikut menikmati aliran dana haram dari kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Dengan lantangnya Nazaruddin mengungkap penerimaan uang kasus e-KTP untuk mantan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Melchias Marchus Mekeng dan tiga wakilnya, Olly Dondokambey, Mirwan Amir dan Tamsil Lindrung. Nazaruddin lah yang menyatakan bahwa Setya Novanto juga menerima aliran dana dari proyek e-KTP.
Adalah Andi Narogong, terpidana kasus e-KTP yang kemudian mengikuti jejak Nazaruddin. Berharap hukumannya menjadi ringan, kepada KPK, Andi yang mengajukan diri menjadi justice collaborator dengan lantang membeberkan keterlibatan beberapa orang dalam kasus megakorupsi ini.
Upaya Andi berbuah manis dengan vonis hukuman yang terbilang ringan bagi kasus sebesar e-KTP. Vonis delapan tahun penjara tentu terasa cepat bagi Andi Narogong. Dibandingkan dengan vonis kasus korupsi lainnya, hukuman delapan tahun penjara layak disyukuri oleh Andi.
Fakta inilah yang mungkin menarik bagi terdakwa Kasus e-KTP Setya Novanto. Setelah berbagai upayanya gagal, kubu Setya mulai melirik upaya meringankan hukuman dengan menjadi justice collaborator.
Dan hasilnya mulai tampak. Nama-nama besar muncul dalam sidang e-KTP. Di awal persidangan, pengacara Setya Novanto bahkan mempertanyakan hilangnya nama-nama politisi besar dalam berita acara penyidikan, termasuk Gubernur Jateng Setya Novanto.
Namun satu hal yang perlu diingat adalah, pernyataan jujur seorang terdakwa terkait orang-orang yang terlibat dalam sebuah kejahatan akan otomatis mampu meringankan hukumannya? Kalau begini kejadiannya dan terus berulang, bukan tidak mungkin menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini.
Seseorang tak takut lagi melakukan korupsi. Dia akan berpikir, toh nanti kalau tertangkap, tinggal bongkar saja keterlibatan orang lain dan hukumannya menjadi ringan. Lebih parah lagi, jika dia hanya sekadar bicara saja tentang keterlibatan orang lain, tanpa ada alat bukti apapun. Ini akan lebih berbahaya lagi.
Perlu disadari, mereka berani meniup peluit setelah menjadi tersangka, bukanlah seorang whistleblower yang sesungguhnya. (tribunjateng/erwin ardian)