Forum Guru

FORUM GURU: Guru, Hoaks, dan Kemiskinan Literasi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi hoax

Oleh: Ari Kristianawati
Guru SMAN 1 Sragen

TRIBUNJATENG.COM - Jajaran Cyber Crime Polri patut diacungi jempol dengan semakin tegas menindak pelaku penyebaran informasi Bohong (Hoaks) yang meresahkan masyarakat. Hoaks yang disebarkan pelaku bertujuan untuk menciptakan kondisi tidak aman dan melanggengkan akar konflik sosial. Terakhir Polri menangkap delapan orang pelaku penyebaran hoaks. Yang memprihatinkan pelaku penyebaran Hoaks dua diantaranya adalah guru di Lampung dan Banten.

Guruyang menyebarkan Hoaks memang telah keluar dari jati diri sebagai pendidik yang seharusnya bisa dijadikan "tuladha" (contoh) dalam pemikiran,perkataan dan perbuatan yang berorientasi nilai kebaikan. Guru seharusnya mencerminkan diri sebagai representasi intelektual yang kaya wawasan informasi pengetahuan yang ilmiah, terbuka dan bersifat Good News.

Penyebaran Hoaks di kalangan guru memang patut dijadikan perhatian khusus. Karena dalam fakta banyak guru yang menjadi "pengunyah" Informasi bohong dan bernuansa ujaran Kebencian. Guru-guru yang tergabung dalam grup medsos semacam grup facebook, Whatsapp, Instagram sering menjadi pelaku penyebaran hoaks di antara mereka sendiri. Hoaks yang berkonten ujaran kebencian berbasis sentimen SARA sampai hoaks terkait dunia pendidikan.

Beberapa waktu lalu banyak guru sejarah yang menyebarkan hoaks tentang sejarah palsu terkait sosok Gajah Mada yang dianggap sebagai Gaj Ahmada atau Candi Borobudur yang konon disebut sebagai buatan Nabi Sulaiman. Banyak guru sejarah yang mempercayai tanpa nalar sehat dengan mencoba mengkritisi melalui pembacaan sumber sejarah yang otentik.

Guru yang terjangkiti virus hoaks umumnya memiliki pandangan politik partisan atau menjadi kader organisasi masyarakat tertentu yang selama ini pandangannya bersifat puritan,intoleran dan anti demokrasi. Harus diakui banyak guru yang menjadi kader/simpatisan bahkan pengurus ormas yang memiliki haluan ideologi anti konstitusi. Memiliki ideologi yang menolak keberagaman. Guru-guru yang demikian menjadi objek paparan Hoaks melalui laman media sosial atau grup media sosial.

Ciri subyektif guru yang mudah percaya hoaks dan bahkan menjadi penyebar hoaks adalah: Pertama, tidak aktif dalam aktivitas literasi. Guru yang aktivitasnya sekadar melaksanakan tugas mengajar diruang kelas dengan materi pelajaran yang dibakukan dalam kurikulum. Guruyang enggan mengembangkan potensi diri dengan banyak membaca khazanah informasi dari sumber yang terpercaya semacam media massa, Buku, jurnal dan hasil penelitian. Guru yang enggan membangun komunitas diskusi yang muaranya pada penuisan ilmiah populer.

Kedua, guru yang pragmatis.Guruyang bersikap tidak idealis dan hanya menjalankan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang menolak berinteraksi dengan komunitas intelektual yang maju dan berkembang dalam ilmu pengetahuan. Guru yang sekadar mengejar jam mengajar, tugas administrasi sebagai pendidik, dan kegiatan rumah tangga (keluarga) paska mengajar di ruang kelas.

Ketiga, guru yang partisan. guruyang memiliki idola maupun afiliasi kepentingan dengan partai/ormas atau tokoh tertentu sehingga sering mendapatkan materi propaganda yang tidak seimbang dan cenderung mendeskreditkan kelompok/tokoh lain yang dianggap musuh atau berseberangan ideologi dan haluan politiknya.

Guru yang mudah menerima Hoaks adalahguruyang sesungguhnya berada dalam kemiskinan literasi. Guru yang enggan menyisihkan jatah tunjangan sertifikasi untuk belanja buku, media cetak dan jurnal. Guru yang tidak mau melengkapi diri dengan minat membaca berita dan informasi yang sahih dan terpercaya.Guruyang jarang melakukan aktivitas diskusi bersama komunitas guru untuk membahasa fenomena sosial maupun dinamika Ilmu pengetahuan.

Kemiskinan literasi adalah kondisi dimana guru tidak memiliki hasrat untuk belajar informasi, ilmu pengetahuan dan wacana (diskursus) yang ilmiah-rasional dan mencerahkan. Kondisi yang menjadikan guru tidak memiliki sumber bacaan yang mencerdaskan. Guru yang tidak mau terlibat dalam membangun aktivitas Intelektual (Intelectual Exercise) seperti penulisan dan penelitian. Memang banyakguruyang membuat PTK (penelitian tindakan kelas) untuk mengejar kenaikan pangkat namun dalam fakta sosial banyak PTK yang abal-abal atau hasil menjiplak karya orang lain.

Memang akhirnya memprihatinkan banyak guru yang percaya hoaks dan bahkan menjadi pelaku penyebaran hoaks. Hanya merendahkan jati diri dan martabat guru sebagai representasi intelektual organik yang bertanggung-jawab mencerdaskan siswa dan masyarakat. Jangan menjadi pelaku penyebaran hoaks, wahai para guru. Jadilah kita menjadi sarana menyebarkan informasi yang sehat bagi rekan sejawat dan masyarakat. (*)

Berita Terkini