Tajuk ditulis oleh wartawan Tribun Jateng, Muslimah
TRIBUNJATENG.COM - Apa jawaban yang akan didapat jika kita bertanya pada masyarakat tentang sosok ideal seorang wakil rakyat? Tentu saja adalah mereka yang mau memperjuangkan kepentingan masyarakat bukan kepentingan pribadi atau partai. Wakil rakyat yang ideal selain berorientasi pada masyarakat, juga harus jujur, adil, takut pada Tuhan, rela berkorban, cerdas dan berbagai sifat baik lainnya.
Sayangnya, selama ini lebih sering terdengar berita negatif tentang sosok wakil rakyat. Dari yang sekedar dinilai kurang luas literasi bahasanya, kurang Attitude, hingga yang berat seperti melakukan tindak korupsi. Sebut saja Setya Novanto yang kasusnya masih heboh dan menyita perhatian.
Tak heran jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggagas Peraturan KPU (PKPU) tentang larangan eks narapidana maju sebagai calon legislatif.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, masuknya aturan tersebut sudah melalui kajian yang mendalam. "Pemilu harus lebih berkualitas, kandidatnya juga harus berkualitas. Dampaknya, partisipasi masyarakat juga akan meningkat," kata Arif.
Ia juga beralasan larangan mantan narapidana korupsi ikut pemilu legislatif 2019 mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, mengatakan, usulan larangan tersebut merupakan bentuk perluasan tafsir dari Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017."Yakni dengan menambahkan norma baru berupa ketentuan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg," katanya.
Perluasan tafsir yang dimaksud berasal dari Pasal 240 Ayat 1 huruf (g) UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Bunyinya, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan.
Persyaratan itu yakni tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Mayoritas fraksi di DPR tidak setuju rancangan PKPU tersebut. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, mantan narapidana sudah mendapat ganjaran hukum yang setimpal. Jika ia sudah bertobat, kenapa tidak mendapat kesempatan yang sama? Bambang berpendapat, sebaiknya partai politik saja yang menyeleksi apakah seorang mantan narapidana perkara korupsi bisa maju menjadi calon wakil rakyat atau tidak.
Faktanya, sejumlah kejadian di masa lalu, mantan Napi yang kembali terjun ke dunia politik tak sedikit yang terjerembab ke lubang yang sama dan kembali melakukan korupsi ketika kembali menjadi anggota legislatif.
Bagaimana pun, rancangan PKPU tersebut tetap disambut baik banyak pihak. Politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni menyebutnya sebagai langkah progresif. "Indonesia tidak kekurangan orang bersih. Kenapa harus narapidana?" (tribunjateng/cetak/msi)