Forum Guru

OPINI Usman Roin : Menggugah Karya Pustakawan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oleh Usman Roin

Guru Ekskul Jurnalistik SMP IT PAPB Semarang dan Pengurus Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah.

TRIBUNJATENG. COM - Membicarakan perpustakaan sekolah menjadi hal yang menarik untuk ditelisik lebih dalam. Terlebih, bila kemudian dihubungkan dengan jumlah perpustakaan menurut kondisi tiap provinsi secara nasional untuk jenjang SMP (negeri/swasta) mengutip data statistik.data.kemdikbud.go.id tahun 2017/2018 sudah mencapai 30.030 perpustakaan.

Keberadaan perpustakaan sekolah yang sangat signifikas sebagai tempat kumpulan berbagai macam buku ilmu pengetahuan sebagai sumber belajar bagi semua warga sekolah tersebut, tentu akan lebih optimal bila diberengi dengan langkah nyata lahirnya karya pustakawan (orang yang bergerak dalam bidang perpustakaan). Hanya saja, melihat begitu banyak perpustakaan belum sepenuhnya pustakawan mampu melahirkan karya sebagaimana buku-buku yang ada berderet di rak perpustakaan. Yang jamak ada baru sebatas tugas administratif berupa sirkulasi pelayanan pinjam-kembali hingga denda atas keterlambatan serta pengorganisasian buku.

Di era milenium ini, sudah semestinya keberadaan pustawakan juga lebih maju. Fungsi dan keberadaannya bukan sekedar administratif, melainkan juga ditambah kepada bagaimana menghasilkan karya keilmuan di gudang keilmuan bernama perpustakaan. Akan ada kelebihan tersendiri sebagai pustakawan disamping menguasai input data buku apa saja yang ada di perpustakaan mulai dari jumlah, judul, pengarang, hingga mekanisme hasil donasi atau pembelian.

Pustakawan yang setiap harinya bergelut dengan penempatan buku tentu mempunyai nilai plus, karena ia hafal betul penempatan buku dengan berbagai genre yang dimilikinya. Jika pustakawan sedikit inovatif saja bergelut dalam literasi, tentu secepat kilat akan mudah menemukan rujukan buku yang tepat. Hanya saja, jamak dari pustakawan kita belum banyak melahirkan karya baik berupa fiksi maupun non fiksi. Justru dengan lahirnya karya pustakawan keberadaannya tidak semata menempatkan dia sebagai pelayan administratif, melainkan sudah mulai berpikir bahwa pustakawan juga bisa menghasilkan karya. Bentuknya bisa mulai dari buku, novel, puisi, artikel hingga riset ilmiah yang memadahi tentang permasalahan sosial yang ada dari perpustakaan yang ditempati.

Guna menghasilkan pustakawan sekolah yang bisa melahirkan karya, bagi penulis ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, niat untuk punya karya. Ini lebih kepada pribadi pustakawan, bila keberadaannya tidak ingin hanya sekedar dicap sebagai tenaga administrasi belaka maka ia harus berkarya.

Caranya bisa dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan anak-anak tentang kebiasaan belajar selama di rumah, atau iseng-iseng bertanya motivasi para siswa membaca kala berada di perpustakaan. Hasil interview tersebut selanjutnya ditulis ulang bisa dalam bentuk catatan harian yang ending-nya dijadikan buku, atau dijadikan sebuah cerita pendek maupun bersambung untuk kemudian diterbitkan dimedia cetak. Jika tayang, maka keberadaan pustakawan yang kesehariannya bergelut dengan buku, akan menjadikan nilai tambah pegiat literasi, munculnya semangat melahirkan karya lanjutan dan tidak sebatas menuntaskan tugas sebagai tenaga kependidikan an sich.

Kedua, mengikuti perlombaan. Menjadi pustakawan dengan keterampilan manajerial tentu akan banyak dilirik oleh sesama pustakawan di sekolah lainnya. Apalagi, jika keterampilan itu kemudian disalurkan dalam lomba perpustakaan yang saben tahun diselenggarakan. Tentu ini akan manambah daya kreatifitas pustakawan untuk memanajeman perpustakaan sekolahnya dengan seoptimal mungkin.

Mulai dari renovasi ruangan, melengkapi dan mengorganisir koleksi buku, memberi inovasi pelayanan, melakukan penganggaran, program promosi, hingga jalinan kerjasama dengan berbagai LSM, pegiat literasi, penulis/esai, terlebit mendatangkan para penerbit. Jika hal ini dilakukan oleh pustakawan, tentu keberadaannya menjadi sangat penting terhadap kemajuan literasi di sekolah. Keberadaan perpustakaan disamping sebagai sumber ilmu, ditopang dengan kehadiran pustakawan yang tahu bagaimana mengelola agar sumber ilmu itu menjadi menarik untuk dikunjungi para warga sekolah.

Ketiga, pandai merencanakan program. Ini memberi maksud, sudah saatnya pustakawan itu mempunyai program literasi yang berpusat didalam atau luar perpustakaan baik mingguan, bulanan, triwulan hingga tahunan. Tujuannya tidak lain agar semangat literasi ini bisa senantiasa terpupuk dengan baik khususnya dilembaga pendidikan.

Adanya program literasi yang unik, inovatif yang dilakukan oleh pustakawan tersebut justru akan merangsang para siswa untuk rajin berkunjung ke perpustakaan hingga aktif mengikuti semua program-programnya. Sukses tidaknya literasi sangat tergantung pada pustakawan melalui perencanaan program yang terorganisir melainkan kerjasama dengan sesama guru kelas, guru bahasa Indonesia serta bidang kesiswaan yang bertanggung jawab terhadap siswa secara keseluruhan.

Akhirnya, kiprah pustakawan dalam jenjang pendidikan apapun sangat dinanti untuk melahirkan karya intelektual sesuai dengan tugas intinya menjaga agar pusat keilmuan bernama perpustakaan menjadi embrio lahirnya karya keilmuan yang kontekstual. Semoga. (*)

Berita Terkini