Pemburu kelabang atau berburu kelabang merupakan pekerjaan banyak warga Dusun Teguhan RT 1, Desa Tempelrejo, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mahfira Putri Maulani
TRIBUNJATENG.COM, SRAGEN - Mayoritas warga Dusun Teguhan RT 1, Desa Tempelrejo, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, memiliki pekerjaan ekstrem.
Pekerjaan itu adalah pemburu kelabang atau lipan (Scolopendra sp).
Mereka mencari binatang berbisa itu di hutan atau di tegalan sekitar dusun.
Tidak jarang pula ke tempat-tempat yang jauh di luar daerah.
Satu di antara para pemburu kelabang tersebut ialah Alvi Andika (23) atau biasa dipanggil Dika.
• Mencuri di Rumah Tetangga, Pria di Sragen Ini Malah Tertidur di Kamar, Begini Ceritanya
• Kisah Pengemis di Jalan Kebun Krumput Banyumas, Apa yang Terjadi Jika Pengendara Tak Lempar Koin?
• Baru 5 Hari Nikah Alika Setia Puri Tewas Dibunuh Suami karena Alasan Sepele, Ini Kronologinya
• Lowongan Pekerjaan Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jateng, Ada Ratusan Formasi
• Viral Mie Ayam Rp 2.000 di Facebook, Inilah Penjelasan Rika Sang Penjual di Sragen
Dia anak pertama dari empat bersaudara.
Dika sudah menekuni pekerjaan ini selama delapan tahun.
Sebelumnya bekerja di pabrik kerupuk di Surabaya sekitar satu tahun.
"Kalo kerja ikut orang itu mau libur nggak enak. Kadang nggak boleh. Mending kerja sendiri libur kapan saja tidak masalah," ujar Dika di sela-sela mencari kelabang kepada Tribunjateng.com, Selasa (22/1/2019).
"Kita kan makhluk sosial, harus guyub sama tetangga. Kalau saya merantau, ikatan kekeluargaan saya berkurang," lanjutnya.
Dika hanya tamat sekolah menengah pertama (SMP) pada 2011 silam.
Dia mengaku menyesal tidak meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
"Ya sekarang menyesal kenapa ga lanjut sekolah dulu. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur," tuturnya.
Mencari kelabang sangat tergantung jenis tanah.
Kelabang biasa hidup di tanah merah.
Hewan ini biasa bersembunyi di balik daun jati yang sudah kering.
"Walau banyak daun jati kering tapi jenis tanahnya nggak merah, ya, nggak ada," terangnya.
Menjadi pemburu kelabang merupakan pekerjaan musiman.
Saat musim penghujan, lipan banyak ditemukan di kebun, tegalan, dan alas atau hutan.
Pada musim kemarau, Dika pun bekerja sebagai kuli bangunan.
Namun, tetap tidak jauh dari kampungnya di Sragen.
Berburu atau mencari kelabang ini tidak menggunakan alat tambahan, hanya tangan kosong.
Tidak memakai sarung tangan atau pelindung.
Tidak pula memakai peralatan atau sepatu khusus.
Bisa pakai sandal dan celana pendek saja.
Apakah tidak takut digigit lipan? Bukankah binatang ini berbisa?
"Kalau salah pegang ya bisa digigit. Tangan saya bengkak beberapa hari jika tergigit. Saya lupa berapa kali sudah tergigit," jelasnya.
Kalau tergigit kelabang apa obatnya?
"Tidak pernah saya obati. Saya diamkan saja. Nanti juga sembuh sendiri," jelasnya.
Sejak beberapa kali digigit kelabang, Dika tak pernah ketinggalan membawa gunting.
Dia pakai untuk memotong gigi setiap kelabang yang ditangkapnya.
Pada musim hujan, mencari kelabang tidak terikat waktu.
Kapan saja bisa dilakukan.
Cuma pada malam hari tidak kelihatan sehingga jarang yang berburu pada saat itu.
Sehari-hari Dika memperoleh belasan kelabang kalau mencari di hutan sekitar rumah.
"Kalau cuma dapat 5 atau 10 ya disimpan dulu. Setelah 2 atau 3 kali berburu baru dijual," paparnya kepada Tribunjateng.com.
Beberapa kali Dika berburu ke luar daerahnya, bahkan sampai ke Ngawi, Jawa Timur.
Perlu diketahui, Sragen memang berbatasan langsung dengan Ngawi.
Sekali berburu ke luar kota, dia bisa memperoleh 30 hingga 50 ekor kelabang.
Ngawi merupakan daerah yang paling jauh yang dituju Dika saat berburu.
Tidak jarang saat ke luar daerah, Dika ditemani sang ayah.
• Kisah Dika Pemburu Kelabang di Sragen: Di Mana Ada Kelabang Di Situ Ada Ular Hijau (2/Habis)
Kalau sendirian, tidak ada teman mengobrol atau bercakap sehingga terasa membosankan. (Bersambung)