Wisatawan Kerap Tanyakan Keberadaan PSK, Ini Jawaban Tegas Warga Dieng

Penulis: khoirul muzaki
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Embun beku muncul di komplek candi Arjuna Dieng di awal kemarau ini.

TRIBUNJATENG COM, BANJARNEGARA - Kemajuan pariwisata di suatu daerah umumnya diikuti perkembangan berbagai sektor lain yang mendukungnya.

Namun di sisi lain, dampak negatif tak jarang turut mengiringi perkembangan pariwisata.

Bisnis prostitusi pun ikut bergeliat.

Lihat saja, sejumlah kawasan wisata andalan di berbagai daerah, terutama di wilayah berhawa sejuk atau pegunungan, terkenal dengan perkembangan industri esek-eseknya.

Dari yang terang-terangan berwujud lokalisasi hingga yang terselubung dengan bermacam kedok.

Tentu saja, tidak semua kawasan wisata identik dengan hal itu.

Siapa tidak mengenal kawasan wisata dataran tinggi Dieng.

Daerah berjuluk negeri atas awan ini menjadi satu di antara destinasi unggulan nasional.

Tiap tahun, ratusan ribu wisatawan dari berbagai daerah mengunjungi kawasan berhawa dingin ini untuk menikmati berbagai objek wisata yang menawan.

Pengunjung tertentu mungkin merasa ada yang kurang saat berkunjung ke tempat ini.

Tidak ada pemandangan gemerlap yang menyorot tubuh perempuan berpakaian mini.

Jangan harap bisa menemukan tempat hiburan malam semisal klub atau tempat karaoke di kawasan wisata utama, terutama di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur Banjarnegara.

Apalagi berburu tempat prostitusi berkedok panti pijat maupun lainnya.

Sekadar mencari bir saja susah.

Tidak berkembangnya dunia malam di Dieng bukan karena sepi permintaan.

Yudi, pedagang keliling di komplek wisata mengaku berkali-kali mendapatkan pertanyaan sama dari pengunjung Dieng.

Ia kerap ditanyai perihal keberadaan perempuan yang bisa menemani kencan selama di Dieng, tentu dengan istilah yang bermacam.

"Banyak.

Ada yang tanya selimut hidup,"katanya

Yudi pun menjawab apa adanya.

Ia menjelaskan tidak ada tempat hiburan malam di Dieng, termasuk penyedia layanan prostitusi.

Ia pun mempersilakan pengunjung pria itu untuk mencari di tempat lain atau keluar Dieng jika keinginannya tak tertahan.

Yudi tidak berbohong.

Ia menegaskan Dieng hingga saat ini steril dari jenis bisnis tersebut.

Kondisi ini menurut dia tak lepas dari kebijaksanaan pemerintah setempat dan masyarakatnya yang sepakat menolak keberadaan tempat hiburan di komplek wisata Dieng.

Warga desa Dieng Kulon khususnya, menjaga betul wilayahnya dari gemerlap dunia tersebut.

Jangankan tempat hiburan, masyarakat setempat bahkan menolak pendirian hotel di kawasan wisata oleh investor dari luar.

Keuntungan industri pariwisata di Dieng hampir didinikmati merata oleh masyarakatnya.

Masyarakat ramai-ramai menyulap rumah mereka menjadi tempat penginapan yang jumlah kamarnya dibatasi (homestay).

Manajemen homestay meniscayakan tamu menginap satu atap dengan keluarga pemilik rumah.

Serasa menginap di rumah orang, pengunjung terpantik untuk menjaga kesopanan.

Pemilik homestay pun kerap memastikan penyewa kamar adalah keluarga atau pasangan suami yang sah.

Meski berada di komplek wisata unggulan, masyarakat Desa Dieng Kulon tak meninggalkan kultur pedesaan yang selama ini mereka jaga.

"Ini juga karena peran pemerintah desanya yang membuat aturan.

Kalau ada yang mau mendirikan apa di Dieng, dikonsultasikan ke warga,"katanya. (Aqy)

Breaking News: Truk Tertabrak Kereta di Perlintasan Tanpa Palang Pintu, Sopir Truk Terlempar Keluar

Setiap Sabtu Polisi Ini Wajib Naik Sepeda atau Angkot ke Kantor, Melanggar Dihukum 25 Kali Push Up

Waduk Gondang Tutup Saluran Irigasi, Sawah di 6 Desa di Karanganyar Terancam Gagal Panen

Disoraki Anak Kecil, Sapi Kurban Ini Berontak dan Terjun ke Kali Berok Semarang

Berita Terkini