TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Deru mesin mobil yang melintasi jalan Desa Langgar Kecamatan Kejobong Purbalingga selalu membuat warga penasaran.
Dari situ lahir harapan, mobil itu datang membawa tangki berisi air bersih yang dibagikan gratis ke warga.
Karenanya mereka selalu siaga dengan ember dan jerigen.
Saat suara mobil semakin dekat, mereka berbondong-bondong keluar rumah untuk menyambut bantuan.
Pagi itu, sejumlah ibu-ibu rumah tangga sudah berkerumun di pinggir jalan.
Di hadapan mereka, puluhan ember kosong berjejer, menanti diisi air.
Tetapi perkiraan mereka kala itu meleset.
• Mahasiswa UMP Demo, Begini Trik Kapolres Purworejo Redam Ketegangan Massa
• Polda Jawa Tengah Sosialisasikan New Smile Police di Pendopo Bupati Semarang
Memang ada mobil tangki melintas, namun itu bukan diperuntukkan bagi mereka.
Mobil itu hanya lewat saja di hadapan mereka yang akhirnya gigit jari.
"Saya pikir mau kesini, makanya kami kesini bawa ember,"katanya
Animo warga menunggu bantuan air ini amat beralasan.
Sudah 5 bulan ini warga Desa Langgar dilanda krisis air bersih.
Kemarau panjang membuat sumur warga mengering.
Padahal air menjadi kebutuhan vital yang harus ada setiap harinya.
Tanpa hujan, sumber air di sumur warga kering kerontang.
Mau tak mau, warga harus berusaha mendapatkan air bagaimanapun caranya, jika ingin bertahan hidup.
Sementara sumber mata air yang tersisa adanya di tempat nan jauh.
Medan menuju tempat itu pun tidak mudah dilewati, kecuali dengan berjalan kaki naik turun tebing.
Butuh perjuangan lebih karena mereka harus membawa beban ember atau jerigen berisi air.
Bantuan air bersih dari Pemerintah Kabupaten pun tak datang setiap hari.
Jumlah bantuan pun terbatas, hingga banyak warga tak kebagian.
"Itupun antre,"katanya
Saat air langka dan permintaan masyarakat meningkat, di situ ada potensi bisnis yang menjanjikan bagi sebagian orang.
Setiap hari, mobil-mobil pembawa tangki air bersih berseliweran di desa.
Mereka pandai membaca peluang dengan menjajakan air bersih kepada warga yang membutuhkan.
Warga terpaksa membeli air itu seharga sekitar Rp 60 ribu per 1000 liter.
Menurut Sinah, air sejumlah itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga selama 3 atau 4 hari.
Kemarau menjadi memang musim paceklik bagi warga desa.
Matapencaharian warga yang rata-rata petani terganggu karena lahan mereka tak mendapatkan pasokan air.
Usaha mendapatkan pakan untuk ternak pun kian sulit karena banyak rumput mengering.
Di lain sisi, pengeluaran warga bertambah karena harus mengalokasikan sebagian uangnya untuk membeli air.
Ini membuat ekonomi warga desa yang terbelakang menjadi kian sulit.
Slamet tokoh masyarakat Desa Langgar mengatakan, di desanya sebenarnya sudah terpasang sumur bor, namun sumber air itu hanya mampu mencukupi kebutuhan masyarakat satu RT.
Padahal, ada banyak RT di desa itu yang mengalami kesulitan air saat kemarau.
Alhasil, masyarakat mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah atau mencari sumber air di tempat yang jauh.
"Warga yang antre air bersih bisa 100 ember, itu baru satu titik, padahal di satu dusun saja ada 4 titik,"katanya. (aqy)