TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Berdasarkan data Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), sejak tahun 2016-2019 tercatat 1.145 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 2.067 perempuan menjadi korban dan 1.531 di antaranya menjadi korban kekerasan seksual.
LRC-KJHAM, pada Kamis (9/1/2020), menggelar laporan tahunan situasi kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah sepanjang 2019.
LRC-KJHAM memaparkan, dalam tiga tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.
Kekerasan terhadap perempuan dilakukan paling tinggi oleh suami korban.
Sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi hak perempuan korban.
Di antaranya, UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Perlindungan Saksi Korban, dan sebagainya.
Namun, dalam peraturan tersebut dinilai masih terjadi kekosongan hukum yang melindungi hak perempuan, terutama korban kekerasan seksual.
“Tentunya kita harus bersama-sama dengan jejaring dan lembaga-lembaga yang fokus menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Seperti NGO, perguruan tinggi, aparat penegak hukum dan pemerintah.
Kita juga berharap, ketika ada anggaran untuk korban kekerasan perempuan, tapi ada persoalan baru seperti HIV AIDS, diharapkan pemerintah lebih responsif agar turut dianggarankan dalam APBD Jawa Tengah,” ujar Witi Muntari, Kepala Operasional LRC-KJHAM.
Acara tersebut berlangsung di Hotel GrandDhika, Jalan Pemuda No 80-82, Semarang.
Hadir dalam acara tersebut, Kanit PPA Ditreskrimum Polda Jateng, AKBP Sulistyowati; Hakim Suryadani dari Pengadilan Tinggi Jawa Tengah; Dian Kartika dari Komunitas Sekartaji; dan Devi Herawati dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah. (adl)