TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Tiga anggota debt collector atau mata elang dijadikan tersangka perampasan motor terkait kasus keributan dengan kelompok pengemudi ojek online (ojol) di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian mengatakan, tiga tersangka itu merupakan anggota mata elang atau debt collector, masing-masing berinisial R, V, dan H.
"Sekarang sudah dilakukan proses penyidikan dan sudah ada 3 orang yang kita jadikan tersangka terkait yang pengambilan motor secara paksa," kata Arie di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2020).
Arie menjelaskan, dua orang ditetapkan sebagai tersangka karena pengambilan motor milik pengemudi secara paksa.
"Kita jadikan tersangka terkait yang pengambilan motor secara paksa. Kita kenakan pasal 365 KUHP Juncto Pasal 335 KUHP," ungkap Arie.
Sedangkan, satu orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka karena memukul pengemudi ojol.
Pasalnya, dia membantu dua temannya yang hendak mengambil motor ojol secara paksa.
"Awalnya pengemudi ojol ini ditarik motornya oleh 2 orang, kemudian datang 1 orang untuk membantu menyelesaikan," kata Arie.
"Terjadi perselisihan sehingga terjadi pemukulan di situ. Kita kenakan Pasal 170 KUHP," lanjutnya.
Sebelumnya diketahui, keributan antara kelompok pengemudi ojek online dengan mata elang terjadi di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, Selasa (18/2/2020) sore.
Keributan itu berawal ketika dua orang anggota mata elang yang hendak mengambil motor milik seorang driver ojek online yang diduga cicilannya menunggak.
"Terus terjadi sedikit perselisihan dan mereka sudah mau menyelesaikan tetapi sudah banyak berkerumun dari para pengemudi ojek ini," kata Arie.
Setelah keributan terjadi, polisi langsung terjun ke lokasi dan mengamankan beberapa orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Polisi juga menyita barang bukti sepeda motor milik pengemudi ojol yang diduga menunggak cicilan.
"Sehingga, polisi langsung mengambil langkah. Kita langsung ambil yang diduga melakukan perampasan dan juga korban kita bawa ke kantor polisi dan kita proses," ungkap Arie.
Ojol geruduk kantor polisi
Puluhan pengemudi ojek online ( Ojol) mendatangi Mapolrestro Jakarta Timur, Selasa (18/2/2020), meminta polisi menindak kelompok Debt Collector yang merampas kendaraan nasabah.
Mereka bertemu Kapolrestro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian Rishadi dan Kapolsek Pulogadung Kompol Lindang Lumban.
Kepada Arie, seorang Ojol menyampaikan bahwa para mata elang memiliki markas di Jalan Pemuda, Kelurahan Rawamangun.
"Izin pak, barang-barang hasil rampasan tolong dicek. Ada di sana, karena belum lama kemarin saya bantu seorang perempuan yang motornya ditarik," kata Ojol tersebut di Mapolrestro Jakarta Timur, Selasa (18/2/2020), seperti dikutip Tribun Jakarta.
Menurut dia, dalam markas tersebut disimpan puluhan sepeda motor hasil rampasan mata elang yang dilakukan secara ilegal.
"Tolonglah itu tempatnya dibongkar, karena di sana markas mereka. Sudah sangat meresahkan pak, banyak teman-teman Ojol yang jadi korban mereka," ujarnya.
Firman (37), pengemudi Ojol lain yang ikut mendatangi Mapolrestro Jakarta Timur mengaku resah dengan aksi mata elang yang kerap melakukan kekerasan.
"Di Kelapa Gading, Pancoran, Cengkareng juga kejadian. Kalau untuk tindak lanjutnya kita minta agar dihukum sesuai jalur hukum, karena sudah masuk tindak pidana," tutur Firman.
Dalam kesempatan tersebut, mereka ingin memastikan dua mata elang yang hendak merampas motor rekannya diproses secara hukum.
Selain itu, seorang Ojol bernama Rahmat juga mengalami luka sayat dan dipukul karena meminta mata elang menunujukkan surat tugasnya.
"Kita sebagai Ojol hanya menitip dia ke sini, biarkan jalur hukum yang mengadili. Di sini kita untuk Ojol enggak ada kata damai," lanjut dia.
Menanggapi laporan tersebut, Arie memastikan jajarannya bakal menindak setiap debt collector yang melakukan penarikan secara ilegal.
Dia juga memastikan dua mata elang yang diamankan dan terlibat keributan di Jalan Pemuda bakal diproses secara hukum.
"Sekarang kita masih lakukan pemeriksaan terhadap dua orang (mata elang) tersebut. Apakah mereka ini resmi dari pihak leasing atau tidak," kata Arie.
Kronologi
Keributan antara kelompok pengemudi Ojol dengan dua orang Debt Collector atau mata elang di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, Selasa sore, dibubarkan polisi dengan tembakan peringatan.
Ali (36), pengemudi Ojol yang saat kejadian berada di lokasi mengatakan, keributan berawal saat dua orang mata elang memberhentikan seorang Ojol perempuan bernama Ledi sekira pukul 16.00 WIB.
"Mereka mengaku dari leasing dan bilang Ledi belum bayar cicilan kredit. Posisinya Ledi pas kejadian lagi enggak bawa penumpang," kata Ali.
Tak lama, seorang Ojol lain bernama Rahmat datang dan menunujukkan bukti Ledi telah membayar angsuran yang ditunggak kepada pihak leasing.
Rahmat menanyakan surat tugas dua mata elang guna memastikan asal leasing tempat mereka bekerja sesuai tempat Ledi mencicil.
"Tapi pak Rahmat bagian kepalanya malah dipukul dari belakang sama mata elang ini. Padahal debt collector kan harus ada surat tugas resmi dan prosedurnya," ujarnya.
Tak terima Rahmat dipukul, sejumlah Ojol yang saat kejadian melintas di Jalan Pemuda akhirnya terseret dalam perselisihan.
Keributan tak bisa dihindarkan sampai akhirnya seorang mata elang menghunus senjata tajam ke arah lengan kiri Rahmat.
Leasing dilarang rampas unit
Untuk diketahui, pihak leasing tidak diizinkan secara hukum menarik paksa unit.
Hal itu ditegaskan kembali dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada Januari 2020 lalu.
Mahkamah Konstitusi memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
MK menyatakan, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Kendati demikian, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.
Adapun mengenai wanpretasi tersebut, MK menyatakan pihak debitur maupun kreditur harus bersepakat terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanpretasi terjadi.
Sementara aparat kepolisian selama ini menegaskan akan menindak para debt collector yang merampas barang nasabah yang menunggak.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus meminta agar pemilik kendaraan maupun rumah untuk melapor ke polisi jika obyeknya dirampas secara semena-mena tanpa melalui pengadilan.
"Masyarakat bisa lapor kan ke Polres kalau ada (perampasan) seperti itu," kata Yusri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/1/2020).(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rampas Motor Ojol yang Cicilannya Menunggak, Tiga Anggota Mata Elang Jadi Tersangka"