TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, baru-baru ini menyebutkan sejumlah klaster yang menonjol di provinsi ini.
Satu di antaranya yakni klaster pasar tradisional yang terdapat di Kota Semarang. Beberapa pasar rakyat sempat ditutup karena munculnya kasus.
Penyebaran virus di pasar tradisional dinilai sangat cepat lantaran tingginya interaksi dan banyaknya kerumunan. Serta kurangnya pengelolaan protokol kesehatan yang ketat.
Ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Tengah, Suwanto, menampik munculnya kasus penyebaran virus corona Covid-19 di pasar tradisional hingga disebut klaster karena ketidakdisplinan baik dari pengunjung maupun pedagang.
"Aslinya wong pasar iku manut-manut (pedagang pasar nurut ikut aturan) kalau dikasih penjelasan. Mereka lebih taat asalkan diberikan contoh yang bagus. Sekarang yang kasih pemahaman orang luar pasar (dari pemerintah) yang kasih tahunya ancam-ancam dengan perintah keras, ya tidak jadi," kata Suwanto, Kamis (2/7/2020).
Menurutnya, kekurangan pemerintah dalam menangani penyebaran corona di pasar tradisional yakni kurangnya edukasi dan sosialisasi.
Ia juga menyoroti perlakuan pemerintah dalam menangani kasus pandemi di pasar tradisional dengan pasar modern atau mal. Pengawasan ketat dari pemerintah seharusnya dibutuhkan di tempat publik ini.
Karena itu, jangan sampai pedagang pasar tradisional dijadikan kambing hitam saat terjadi kemunculan kasus corona.
"Jangan hakimi pasar tradisional sebagai sumber penularan. Pemerintah juga harus memperhatikan penerangan atau pemahaman kepada pedagang. Yang memberikan pemahaman haruslah orang yang tahu karakteristik pedagang pasar. Strategi pemberian pemahaman antara pedagang, ASN, dan nelayan pastinya berbeda," tandasnya.
Ia menambahkan, penerapan protokol kesehatan ketat di pasar jangan sampai mengorbankan perekonomian warga. Harus seimbang antara kepentingan perut dengan kesehatan dan keamanan masayrakat.
"Kalau semua di-lockdown, ditutup, ekonomi hancur, kalau perut lapar mau apa lagi? Pasti muncul kejahatan," ujarnya.
Ia juga menyoroti bantuan perlengkapan untuk protokol kesehatan yang dinilai belum memenuhi unsur keadilan dibandingkan pasar modern.
Karena itu, ia meminta pemerintah mengerahkan petugas di setiap pintu masuk di semua pasar tradisional. Petugas tersebut untuk mengecek suhu badan pembeli maupun penjual.
Selain itu, bantuan berupa masker dan tempat cuci tangan juga dibutuhkan.
Hal senada juga diungkapkan pedagang Pasar Induk Wonosobo yang juga Ketua APPSI Wonosobo, A Fikri Wijaya. Ia menuturkan kurangnya edukasi dan menumbukan kesadaran kepada pedagang pasar dari pemerintah yang menyebabkan munculnya kesan pedagang pasar sulit diatur.
"Perlu peningkatan intensitas pemberiaan edukasi masyarakat pasar. Karena SDM mereka berbeda-beda," tegasnya.
Ia mengakui pasar tradisional berbeda dengan pasar ritel modern atau maul yang bisa dengan mudah mengatur pedagang dan pembeli. Serta bisa membatasi jumlah maksimal pengunjung supaya tidak ada kerumunan.
Belum, lagi lapak para pedagang yang saling berdempetan dan barang-barangnya meluber hingga akses jalan dalam pasar.
Fikri menambahkan di Pasar Induk Wonosobo total ada 4.333 pedagang. Saat ini ada 17 pintu masuk yang dilengkapi tempat cuci tangan dan sebagainya sebagai syarat protokol kesehatan.
Sementara, anggota Komisi B (Bidang Perekonomian) DPRD Jawa Tengah, Imam Teguh Purnomo, menegaskan ada perbedaan perlakuan dari pemerintah kepada pasar tradisional dan pasar modern dalam penanganan corona.
Saat rapat Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng, ia menyampaikan agar ada perhatian khusus untuk pasar tradisional dan penerapan protokol kesehatan.
"Saya sampaikan secara tegas kepada dinas terkait agar pasar tradisional dilengkapi fasilitas layaknya pasar modern dalam penanganan covid. Misalnya, ada fasilitas untuk rapid test kepada pedagang dan pengunjung, kasih tempat cuci tangan, disinfektar, bagi masker dan sebagainya," jelasnya.(mam)
2. Anggota Komisi B (Bidang Perekonomian) DPRD Jawa Tengah, Imam Teguh Purnomo.