TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Sempat dikatakan gila oleh masyarakat sekitar, karena hendak menyalurkan air dari sumber mata air yang letaknya dibawah permukiman penduduk tak membuat gentar hati Sudiyanto (53).
Hingga awal 1997 warga Dukuh Glempang, Desa Kotayasa, Kecamatan Sumbang, Banyumas mengalami kesulitan akses air bersih.
Banyak warganya bersusah payah mengangkut air bersih dari bawah permukiman menggunakan ember dan jerigen.
Mereka sesungguhnya tidak kekurangan air, karena mata air di kaki gunung Slamet itu melimpah.
Akan tetapi cara mengakses yang sulit mengharuskan mereka berjalan sekira satu kilometer menuruni perbukitan yang letaknya jauh dibawah permukiman mereka.
Pemukiman warga Desa Kotayasa berada di perbukitan, sedangkan sumber air berada di lembah.
Warga Dukuh Glempang kurang lebih ada sekira 500 jiwa merasakan dilema akan kondisi yang menyulitkan kehidupan mereka.
Hingga suatu ketika muncul gagasan dari Sudiyanto agar air yang melimpah ini dapat naik dari lembah ke pegunungan dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
"Awalnya masyarakat menganggap saya gila.
Orang berpikiran mengambil air itu dari atas ke bawah, sementara ini dari bawah ke atas," ucap Sudiyanto kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (20/8/2020).
Sampai pada pertengahan 1997, Sudiyanto menemukan sebuah buku tentang teknologi tepat guna berbahasa Belanda yang ia temukan di perpustakaan desa.
Karena tak mengerti isi dari buku itu, ia meminta temannya yang pandai berbahasa Belanda untuk menerjemahkan.
Setelah diterjemahkan, ternyata buku itu membahas tentang teknologi sederhana pompa air tenaga air warisan Belanda, yang dikenal dengan Hidrolik Ram Pam.
Bukan hanya menemuka buku itu saja, Sudiyanto juga tidak sengaja menemukan pipa hydram lawas buatan belanda.
Sejak saat itulah ia mulai memikirkan mengembangkan lagi dan menyempurnakan teknologi warisan Belanda tersebut.
Bermodalkan rasa penasaran dan ingin tahu yang tinggi mulailah ia mengutak-atik alat dan barang yang akan menjadi cikal bakal alat inovasi ciptaanya, yaitu HySu (Hydram Sudiyanto).
Berbagai cara sempat dilakukannya agar dapat mengangkut air dari sumber mata air yang letaknya dibawah permukiman ke atas permukiman warga menggunakan tabung vacum untuk menyedot.
Ia sempat pula mencoba menggunakan alat lain seperti Sanyo secara paralel.
Namun sayangnya semua itu terkendala sering alat itu rusak hingga masalah susahnya listrik.
Belajar dari kesalahan-kesalahan itulah, ia mulai memodifikasi teknologi Belanda tentang teknologi tepat guna.
Sudiyanto membuat pompa air hydram (hydraulic ram) yang mampu mendorong air dari bawah ke atas tanpa bantuan tenaga listrik maupun bahan bakar, sehingga murni menggunakan tenaga air.
Dia merakitnya sendiri dirumahnya di RT 3 RW 5 Desa Kotayasa, Kecamatan Sumbang, Banyumas.
Sudiyanto kala itu hanya dibantu oleh kedua kakak laki-lakinya tanpa ada campur tangan warga desa lainnya.
Dia praktik membuat pompa hydram menggunakan besi bekas dan karet bekas yang di design dengan ukuran tertentu.
"Dulu membuat ini menggunakan uang pribadi saya semua senilai Rp 7.5 juta nominalnya itu cukup banyak di tahun 1997.
Karena pada waktu itu warga belum percaya dengan saya," katanya.
Percobaan Sudiyanto berhasil, akan tetapi
hanya untuk beberapa warga dulu karena pompanya waktu itu masih kecil dengan kapasitas output 1.5 inchi dan hanya dapat dimanfaatkan oleh sekitar 15 kk saja.
Berbeda dengan Pompa Air Hydram pada Umumnya
Pompa air HySu berbeda dengan pompa air hydram pada umumnya, karena
pompa air karya Sudiyanto ini memiliki aliran air yang lebih konstan.
Dari segi katup yang digunakan, pompa air Hysu ini telah menggunakan katup kerucut, bukan silinder lagi dan hal inilah yang membuat aliran air lebih konstan.
Pompa air HySu memiliki daya lontaran air sampai 500 meter atau tiga kali lipat dari Hydram biasa.
Adapun susunan komponen pembentuk pompa air HySu pipa terdiri dari seperti pipa T, Water Mur Pvc, dan tabung vacum.
Terdapat dua buah katup yaitu, katup hantar yang ada di dalam vacum dan katup limbah.
Cara pembuatannya Pipa T disambung dengan Double Nipple dan Water Mur.
Didalam Water Mur ada katup penghantar yang terdorong dari pipa vacum.
Kemudian ada Elbow long boch sebagai inputnya dari sumber mata air.
Nantinya air masuk melalui Long Boch Masuk ke pipa T, kemudian sampai di pipa T ada penyambung dari Double Nipple.
Ada pula Knie sebagai pompa atau katup limbahnya.
"Jadi pada intinya air masuk ke tabung penghantar atau tabung vacum, kemudian terangkat lalu membuka katup penghantar yang ada di dalam tabung sehingga terdorong dan melontarkan air menuju ke atas permukiman warga," jelasnya.
Setelah mencoba mengutak-atik sendiri dan terus berinovasi hingga akhirnya pada 1998 ia berhasil mengangkat air ke permukiman warga.
"Ini adalah teknologi Belanda, dikenal dengan Hydroulic Ram dimana ada input langsung pompa.
Sementara yang saya buat adalah ada input kemudian langsung output, sementara pompanya ada di bagian belakang.
Sehingga air yang keluar lebih konstan dibandingkan teknologi terdahulu dan juga ini tidak rentan terhadap tekanan sumber mata air atau besar kecilnya sumber mata air," jelasnya.
Sudiyanto dapat menyebut dirinya sebagai penyempurna teknologi sebelumnya dan menamakannya sebagai Hydram Sudiyanto (HySu).
Ia mengatakan bahwa baru memanfaatkan sebagian kecil sumber mata air dari banyaknya sumber di Desa Kotayasa.
Kurang lebih ada 10 sumber mata air antara lain sumber mata air Kracakan, Benda, linceng, kedungpoh, Jurang, keblembeng, tuksadan, kawasan bengkok, kalikubang.
Saat ini air terangkat ke permukiman warga dengan tujuh pompa dengan kapasitas masing-masing output satu inchi, total sehingga ada tujuh inchi pompa.
Sudiyanto membentuk Paguyuban Masyarakat Pendamba Air Bersih untuk menghimpun masyarakat yang ingin terlibat dalam penyaluran air bersih.
Atas kerja keras Sudiyanto, ia mendapat penghargaan Energi mandiri dari Kemenristek dan pada 2005 sempat mengikuti lomba, Indonesia Daya Masyarakat setelah dan mendapat juara pertama tingkat nasional.
Atas karyanya itu dia dikenal ke berbagai daerah seperti di Jawa Timur hingga Banyuwangi bahkan sampai ke Sinabung, Sumatra Utara.
Dia sering diundang ke berbagai daerah tersebut untuk mencontohkan pemasangan HySu.
Karena banyak yang tertarik, dia pun membuka peluang bisnis dengan menjual produk HySu tersebut secara komersil.
Rata-rata yang beli adalah berasal dari daerah yang sama seperti di daerah Kotayasa dimana sumber mata air berada di bawah permukiman.
"Kalau terkecil output 0.5 inchi dijual Rp 1.750.000, ukuran 1 inchi dijual Rp 3.750.00
sampai yang terbesar adalah 5 inchi dijual Rp 25 juta," terangnya.
Bahkan penjualannya juga sudah melalui melalui online, dengan paling tidak sebulan dapat menjual dua unit.
Teknologi ini bisa dikatakan murah meriah karena semuanya dibuat dari limbah besi dan karet dan menaikan air tanpa listrik.
Dukungan mengalir dari berbagai pihak salah satunya adalah dari Litbang Bappeda Kabupaten Banyumas dan ada pula dari Organisasi internasional berupa materi.
Terkait Hak Kekayaan Intelektual sendiri sudah dipatenkan oleh Litbang Bappeda Banyumas dan Sudiyanto disebut sebagai perekayasa teknologinya.
"Awal percobaan dianggap gila sampai tapi sekarang orang menjadi tergila-gila dengan alat saya dan isa mengambil air bersih tanpa harus berjalan kaki jauh," tambahnya.
Siapa kira, Sudiyanto yang hanyalah lulusan Madrasah Aliyah ini dapat membantu ratusan warga di desanya.
Sudiyanto berharap agar dapat membentuk badan usaha bersama di desanya.
"Saya sudah mengukur setiap jarak rumah dari 500 pelanggan atau 215 kk minimal paling tidak kita punya pabrikan rumahan," pungkasnya. (Tribunbanyumas/jti)