TRIBUNJATENG.COM, PEMALANG - Sejumlah 14 mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang berkunjung ke tempat produksi Tenun Goyor di Kelurahan Kabunan, Pemalang, Minggu (18/10/2020).
Tenun Goyor banyak diproduksi di Pemalang dan Tegal sebagai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sehingga sesuai untuk program kerja KKN mahasiswa.
Adalah Rofa’i (54) yang merupakan pemilik UMKM Tenun Goyor A3 di Kabunan.
Rofa’i sudah berkecimpung di dunia tenun sejak tahun 1985 ketika menjadi karyawan kontrak di UMKM tenun di Jepara.
Rofa’i memiliki modal empat juta rupiah yang digunakan untuk membeli empat alat tenun sebagai awal beliau merintis usahanya.
“Saya dulu juga berawal dari karyawan. Pas anak pertama saya kelas 4 SD sunat, uangnya untuk beli alat buat nenun” tutur Rofa’i.
UMKM Tenun Goyor A3 dijalankan bersama sebagai usaha keluarga.
Anak pertama juga sudah sangat hafal dengan usaha yang dirintis ayahnya.
Asror (26) mengatakan usaha ini adalah sampingan setelah dia mengajar di sekolah.
“Hidup di jaman sekarang yang paling berpengaruh adalah ekonomi, jangan sampai pendapatan itu lebih kecil dari pengeluaran, jadi kita harus multitalent, jangan hanya ahli di satu bidang saja,” ucap Asror.
Dari proses mbaki (membuat pola) sampai hasil akhir menjadi sarung membutuhkan waktu sampai kurang lebih tiga hari tergantung cuaca ketika proses penjemuran.
Tenun goyor ini akan dibawa ke Tegal untuk kemudian diekspor ke negara di Timur Tengah.
Selain diekspor, sarung goyor A3 juga diminati oleh masyarakat lokal.
“Tenun Goyor ini sudah sampai negara-negara di Timur Tengah. Di sana juga ternyata banyak peminatnya karena memang kualitasnya bagus. Kalau dijual di sini saya pakai merek sendiri yaitu A3 singkatan dari nama anak-anak saya: Asror (26), Aqil (25), Ahyar (19),” jelas Rofa’i.
Banyak pelanggan yang menyukai sarung goyor karena bahannya adem, mudah dipakai, dan tidak kaku.
Meskipun harga satuannya mahal akan tetapi kualitasnya sudah tidak diragukan lagi.
Proses pembuatannya manual dengan tangan manusia.
Alatnya pun masih tradisional menggunakan bahan dasar kayu dan bambu.
Usaha ini patut dikembangkan untuk melestarikan tradisi asli Indonesia. (*)