TRIBUNJATENG.COM- Presiden ILC Karni ILyas tak sega-segan menyindir Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadi Zon.
Hal itu tampak pada acara ILC yang tayang pada Selasa (9/12/2020).
Sindiran Karni Ilyas itu membuat Fadli Zon bingung untuk mengelak.
Mulanya, politikus Gerindra itu meminta maaf kepada Karni Ilyas karena terlambat hadir.
Fadli Zon lantas bicara soal kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) yang menjadi tema ILC malam itu.
Tema itu iambil lantaran nama Menteri Sosial Juliari P Batubara diduga menerima Rp 17 miliar dari bansos Covid-19 tersebut.
Fadli Zon mengaku ia mendukung bantuan BLT karena saat ini masyarakat terdampak covid-19.
"Saya kira BLT itu memperkecil ruang untuk korupsi karena langsung diterima oleh yang berhak. Ini juga merupakan penanganan covid-19 secara langsung karena ekonomi juga terdampak," beber Fadli Zon.
Namun Fadli Zon menyayangkan pemerintah justru mengambil keputusan pembagian sembako untuk bansos covid-19.
"Situasi ini sangat luar biasa apalagi di tengah pandemi covid-19, leading sector yang bertugas Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial, maka terjeratnya Kemensos dalam korupsi dana bansos, saya kira ini kesempurnaan dari carut marutnya penanganan Covid-19," ujar Fadli.
Fadli menilai, dari awal sudah ada kesempatan untuk mengambil dana tersebut saat mengelolanya.
"Kesempatan itu bisa membuat orang menjadi maling, apalagi ini gak cuma kesempatan tetapi monopoli, kapabilitas dan sebagainya. Itu yang munculkan orang untuk lakukan korupsi."
Fadli Zon lalu membeberkan jika di saat seperti ini transparasi dana sangat sulit karena dikejar waktu.
"Kedaruratan juga menjadi celah korupsi karena di tengah situasi itu, terkadang harga yang fluktuatif dan kebijakan diskresi sehingga memungkinkan orang memainkannya dan sulit untuk transparansi karena dikejar waktu," imbuh Fadli Zon.
Setelah selesai memberikan tanggapannya terkait kasus bansos Covid-19, Fadli Zon seketika disindir Karni Ilyas.
Karni Ilyas meyindir Fadli Zon yang enggan datang saat ILC membahas kasus suap yang dilakukan Edhy Prabowo selaku Petinggi Gerindra yang menjabat sebagai Menteri Kelautan da Perikanan.
"Hari ini Anda terlambat, ketika kita bicara korupsi benur Anda gak bersedia hadir," ucap Karni Ilyas.
"Oh waktu itu ?" jawab Fadli Zon singkat.
Fadli Zon mengaku saat itu dirinya tidak ditugasi utnuk datang ke acara ILC.
"Oh itu soalnya ada yang ditugasi, bukan saya," kata Fadli Zon.
"Tapi ga datang," timpal Karni Ilyas.
Fadli Zon pun menjelaskan bahwa dirinya tidak tahu karena sedang di luar kota.
"Saya gak tahu ya bang Karni, saya ada di luar kota kebetulan," ungkap Fadli Zon.
"Ga ada Gerindra yang mau datang," celetuk Karni Ilyas yang nampak menyayangkan hal itu.
Fadli Zon lalu tak bisa mengelak dan tersenyum.
Selain itu terdengar pula tawa beberapa orang di studio.
Diketahui, Edhy Prabowo diduga menerima suap Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS terkait izin ekspor benih lobster.
Dikatakan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, uang Rp 3,4 miliar itu diterima Edhy dari pemegang PT Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar melalui Ainul Faqih, staf istri Edhy.
"Tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT (Bahtiar) ke rekening salah satu bank atas nama AF (Ainul) sebesar Rp3,4 milyar yang diperuntukkan bagi keperluan EP (Edhy), IRW (Iis Rosyita Dewi, istri Edhy), SAF (staf khusus Menteri KKP Safri) dan APM (staf khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata)," kata Nawawi dalam konferensi pers, Rabu (25/11/2020).
Nawawi menuturkan, uang tersebut digunakan berbelanja oleh Edhy dan Iis pada 21 hingga 23 November 2020 di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
"Sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi.
PT Aero Citra Kargo disebut menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster.
Sebab, ekspor benih lobster hanya dapat melalui PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Nawawi menyebut PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) sempat mentranfer uang Rp 73.1.573.564 ke rekening PT Aero Citra Kargo (PT ACK) untuk dapat melakukan ekspor benih lobster.
"Selanjutnya PT DPP atas arahan EP melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," kata Nawawi.
Di samping itu, pada Mei 2020, Edhy juga diduga menerima uang sebesar 100.000 dollar AS dari Direktur PT DPP Suharjito melalui Safri dan seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.
KPK pun menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini yakni Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Suharjito, Andreau, dan Amiril.
Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Andreau, dan Amiril selaku tersangka penerima suap disangka melanggar melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, Suharjito selaku tersangka pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(*)