FPI Dianggap Bubar

GP Ansor Ajak Eks FPI Gabung Ormas Moderat Seperti NU atau Muhammadiyah

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Mohammad Haerul Amri

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Front Pembela Islam (FPI) telah bubar terhitung sejak pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama 6 Menteri yang resmi melarang aktivitas organisasi tersebut mulai Rabu (30/12/2020).

Merespons pelarangan FPI tersebut, Gerakan Pemuda (GP) Ansor meminta para anggota FPI untuk menghormati dan tunduk dengan keputusan pemerintah tersebut.

“Ansor juga mengajak kepada eks kader-kader FPI untuk melanjutkan perjuangannya secara baik dengan bergabung di ormas Islam yang memiliki pandangan keislaman moderat (washatiyah). Cara ini menjadi jembatan terbaik dan bisa menghindari aksi-aksi yang tidak dibenarkan,” ujar Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Mohammad Haerul Amri di Jakarta, sebagaimana siaran persnya pada Tribunjateng.com, Kamis (31/12/2020).

Menurut Haerul Amri, saat ini ada banyak ormas Islam yang bisa menjadi wadah baru bagi para mantan anggota FPI, seperti NU atau Muhammadiyah.

Dia meyakini, dengan tangan terbuka ormas-ormas tersebut akan bersedia menerima niat para eks FPI untuk bergabung.

Selain diakui pemerintah, sejumlah ormas tersebut juga memiliki pandangan keislaman yang washatiyah, sehingga dakwah yang dilakukan mudah diterima masyarakat.

“Mari bersama-sama untuk kembali meneguhkan komitmen kebangsaan kita dengan menciptakan situasi yang damai dan kondusif,” pinta dia.

Haerul Amri juga menyatakan, GP Ansor sepenuhnya mendukung langkah pemerintah yang telah menerbitkan SKB 6 Menteri tersebut.

Pihaknya menilai, dalam perjalanannya, FPI nyata-nyata menunjukkan sebagai ormas yang telah berlawanan dengan ketentuan hukum di Indonesia.

Tak hanya itu, cara dakwah FPI juga kerap kali bertentangan dengan nilai-nilai, norma serta azas kehidupan bersama masyarakat Indonesia.

Atas pelarangan FPI ini, maka Ansor juga meminta kepada seluruh aparatur negara untuk bertindak tegas karena FPI sudah berstatus sebagai organisasi yang terlarang.

Dengan demikian, jika ada pihak-pihak yang berupaya melanggar keputusan pemerintah ini, aparat harus berani bertindak tegas dan adil dalam kerangka menegakkan hukum dan aturan SKB 6 Menteri.

GP Ansor juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak mengambil tindakan main hakim sendiri pasca pembubaran FPI.

Publik diminta untuk berpikir jernih dengan tidak mudah terprovokasi dengan berita palsu (hoaks) dan menghasut.

Haerul Amri juga menginstruksikan kepada seluruh anggota Ansor, Banser, dan seluruh kader di penjuru Tanah Air untuk satu komando dan tetap menjaga kondusivitas kedamaian hidup bermasyarakat.

“Caranya dengan mengedepankan sikap toleransi yang tinggi dan dialog demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lebih-lebih di saat pandemi Covid-19 ini yang meniscayakan kolaborasi dan sinergi semua pihak,” terangnya. 

Tanggapan Kemenag

Kementerian Agama (Kemenag) menilai pelarangan organisasi Front Pembela Islam (FPI) yang dilakukan oleh pemerintah pada Rabu (30/12/2020), diputuskan melalui pertimbangan matang dan dasar hukum yang kuat.

Untuk itu, segala hal yang terjadi sebagai dampak dari pelarangan tersebut harus dijalankan dalam koridor hukum pula.

Juru Bicara Kemenag Abdul Rochman, dalam siaran persnya pada Tribunjateng.com, mengatakan, dengan adanya pelarangan tersebut, maka seluruh aktivitas FPI dilarang.

Begitu juga dengan para aktivisnya, dilarang melakukan aktivitas apapun, termasuk Rizieq Shihab yang saat ini tengah menjalani proses hukum.

"Konsekuensi dari pelarangan ini jelas, bahwa tidak ada lagi pihak-pihak yang diizinkan untuk menggunakan nama dan beragam atribut FPI dalam kegiatan di tengah masyarakat. Termasuk dalam urusan dakwah, mereka juga tak diperkenankan lagi membawa-bawa nama dan simbol FPI lagi,” ujar Rochman di Jakarta, Kamis (31/12/2020).

Konsekuensi legal lain dari pelarangan FPI ini adalah semua pihak termasuk anggota FPI harus menghormati dan menjunjung tinggi aspek hukum.

Untuk itu, Kemenag meminta kepada para pimpinan dan anggota eks FPI untuk menaati keputusan final pemerintah ini dengan tidak menyelenggarakan kegiatan-kegiatan baru yang justru berpotensi memicu ketegangan di tengah masyarakat.

Kedewasaan berdemokrasi harus diutamakan dalam kerangka mewujudkan kehidupan berbangsa yang penuh kedamaian.

Di sisi lain, Kemenag juga mengimbau kepada seluruh elemen bangsa untuk terus menjaga kondusivitas yang telah terjalin selama ini.

Masyarakat Indonesia diajak untuk tidak mudah terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang tidak puas atau memiliki kepentingan lain di balik pembubaran FPI.

“Kemenag juga mendorong kepada tokoh-tokoh masyarakat untuk berhati-hati dalam menyikapi masalah ini. Jangan sampai justru membuat pernyataan yang kontraproduktif dengan upaya pemerintah yang kini terus mewujudkan situasi aman dan damai,” katanya.

Rochman meminta para mantan pimpinan dan anggota FPI memiliki kedewasaan cara pandang dalam memaknai kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia.

Untuk itu, Kemenag sangat berharap, pembubaran organisasi ini menjadi momentum eks FPI untuk tetap berkiprah bagi bangsa melalui saluran-saluran baru yang lebih baik.

Sebelumnya, dilansir dari Kompas.com, pemerintah secara resmi telah menyatakan FPI bubar dan melarang setiap kegiatan yang dilakukan atas nama FPI.

Keputusan ini disampaikan pemerintah setelah rapat bersama yang dilakukan di Kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan.

Adapun, penghentian kegiatan dan pembubaran ormas FPI ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani enam menteri/kepala lembaga.

"Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari Kompas TV, Rabu (30/12/2020).

Mereka yang menandatangani SKB itu adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.

Kemudian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.

Keenamnya menuangkan Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Isi SKB yang berlaku mulai 30 Desember 2020 itu dibacakan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.

Berikut isi lengkap keputusan pembubaran FPI: Menyatakan:

1. Menyatakan Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan.

2. Front Pembela Islam sebagai organisasi kemasyarakatan yang secara de jure telah bubar pada kenyataannya masih terus melakukan kegiatan yang mengganggu ketentraman, ketertiban umum, dan bertentangan dengan hukum.

3. Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Republik Indonesia

4. Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diatur dalam diktum ketiga di atas, aparat penegak hukum akan menghentikan semua kegiatan yang diselenggarakan Front Pembela Islam

5. Meminta kepada masyarakat:

a. Untuk tidak terpengaruh, terlibat dalam kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam.

b. Untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam

6. Kementerian/lembaga yang menandatangani Surat Keputusan Bersama ini agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.

7. Keputusan Bersama ini mulai berlaku ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta 30 Desember 2020.(*)

Berita Terkini