TRIBUNJATENG.COM, NAYPYIDAW - Rekaman kebrutalan yang dilakukan aparat Myanmar beredar luas.
Hal itu menuai kemarahan dan desakan agar dunia bertindak lebih keras.
Dalam video yang dibagikan di media sosial, nampak polisi menembak demonstran dari titik buta, mengejar, dan menyiksa pengunjuk rasa.
Baca juga: Para Pria Rela Antre Beli Kopi Rp 100 Ribu di Warung, Minumnya di Kamar Bareng PSK Pantura
Baca juga: Cara Sumani Membunuh 4 Orang Keluarga Dalang Anom Rembang Mirip Penjagal Anjing
Baca juga: Anak Dalang Anom Rembang Ngamuk Lihat Adegan Sumani Meremuk 4 Kepala Keluarganya: Bajingan Kowe!
Baca juga: Viral Satpol PP Tangkap Pemain Skateboard, Anies Ajak Bertemu Perwakilan dan Bicarakan Hal Ini
Rekaman itu beredar sehari setelah hari paling berdarah di Myanmar, di mana 38 orang pengunjuk rasa tewas Rabu (3/3/2021).
Meski mendapat tekanan keras dari aparat, demonstran tetap turun ke jalan pada Kamis (4/3/2021), setelah rekaman kebrutalan itu menyebar.
AS menyatakan video itu meresahkan, dan menyerukan sudah waktunya cengkeraman militer dalam demokrasi Myanmar diakhiri.
Dewan Keamanan PBB, dengan Inggris adalah presiden periode ini, diminta untuk melihat rekaman itu sebelum bertemu Jumat (5/3/2021).
Sementara di Myanmar, aktivis setempat menegaskan peluru takkan menghalangi mereka untuk menggulingkan junta militer.
Berdasarkan keterangan Save the Children, empat anak menjadi korban tewas dalam peristiwa brutal Rabu.
Dilansir Sky News, total 54 orang tewas dalam aksi unjuk rasa sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari.
Ratusan ribu orang turun ke jalan ketika Tatmadaw, nama kantor militer, menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Untuk membubarkan demonstrasi, aparat menembakkan mulai dari peluru karet, gas air mata, hingga peluru tajam.
Maung Saungkha kepada Reuters menekankan, sikap keras pihak berwenang tidak menggoyahkan langkah mereka.
"Kami tahu bahwa kami akan ditembak dan terbunuh.
Namun kami tidak mau terus hidup di bawah junta," kata dia.
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, China dilaporkan bakal didesak untuk berperan lebih aktif dalam menyelesaikan krisis.
Sejauh ini, Beijing menolak mengecam kudeta, dengan media pemerintah menyebutnya sebagai "reshuffle kabinet skala besar".
Richard Weir, peneliti di Human Rights Watch mengatakan, pasukan keamanan secara ceroboh bertindak brutal demi mematahkan gerakan anti-kudeta.
Weir menjelaskan dalam salah satu rekaman yang meresahkan dia melihat ada aparat yang menembaki demonstran dari belakang.
Uni Eropa juga bereaksi dengan menyatakan, penembakan pada warga sipil dan pekerja medis jelas pelanggaran hukum internasional.
Disebutkan juga Tatmadaw bertindak represif terhadap media, dengan jumlah jurnalis yang ditahan terus meningkat.
Akar kudeta terjadi setelah junta militer menuding partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), bertindak curang.
Tuduhan itu merujuk pada kemenangan besar NLD di pemilu November 2020, di mana mereka mendapat lebih dari 80 persen suara.
Pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menjanjikan bakal ada pemilu baru tanpa menjabarkan detilnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beredar Video Kebrutalan Aparat Myanmar, Dunia Diminta Bertindak"
Baca juga: Jhoni Allen Tertawa Dituding Beri Iming-iming Rp 100 Juta untuk Kader Demokrat yang Temui Moeldoko
Baca juga: Athletic Bilbao Tantang Barcelona dalam Laga Bersejarah
Baca juga: Warga Kebumen Ditemukan Tersangkut Batu Di Sungai Paingan Pekalongan
Baca juga: TKW Terpapar Virus Corona B.1.1.7 Gelar Hajatan di Brebes