Berita Internasional

Militer Myanmar Beredel 5 Perusahaan Media & Tangkap Editor yang Liputan Demonstrasi Kudeta

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi bergerak maju untuk membubarkan massa anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, pada Sabtu (20/2/2021). Aparat keamanan bertindak lebh keras dengan menggunakan peluru tajam, setelah meriam air dan peluru karet tidak berhasil menghalau demonstran.

Editor: M Nur Huda

TRIBUNJATENG.COM, YANGON - Lima perusahaan media independen diberedel atau dicabut izinnya oleh militer Myanmar.

Pencabutan 5 perusahaan media tersebut diumumkan oleh Dewan Militer Myanmar.

Sementara berbagai laporan menyebutkan beberapa pria bersenjata menggeledah kantor salah satu dari perusahaan itu dan menangkap seorang editor yang meliput protes-protes anti-kudeta.

Media pemerintah Myanmar melaporkan bahwa kelima perusahaan media itu adalah Myanmar Now, Khit Thit media, Democratic Voice of Burma (DVB), Mizzima, dan 7 Day.

Baca juga: Loyal pada Demokrat AHY, Bupati Lebak Ancam Santet Moeldoko dari Banten

Baca juga: Aksi Pesawat Pengebom B-52 AS Dikawal Jet Tempur Israel Disebut Sinyal Pamer Kekuatan Ke Iran

Baca juga: Meghan Markle Sebut Kate Middleton yang Membuatnya Menangis Sejak Awal Pernikahan

Baca juga: Bertemu Mantan Wali Kota Solo, Sikap Gibran Jadi Sorotan Saat Rudy Pamit Pulang

DVB, Mizzima, dan 7 Day adalah afiliasi VOA.

Pencabutan izin itu berdampak pada publikasi konvensional dan televisi, serta platform digital.

Kelima media itu telah meliput protes-protes anti-kudeta secara luas.

Di laman Facebook-nya Senin (8/3/2021), Redaktur Utama Mizzima Soe Myint mengecam aksi itu.

Dia mengatakan Mizzima akan terus berjuang melawan kudeta militer dan memulihkan demokrasi dengan mempublikasikan dan menyiarkan berita lewat berbagai platform, termasuk Facebook.

Sementara, VOA melaporkan beberapa pria bersenjata dalam lima truk militer menggeledah kantor Myanmar Now pada Senin (8/3/2021).

Tidak ada staf yang berada di kantor karena mereka bekerja dari rumah akibat pandemi.

Para saksi mata mengatakan beberapa pria bersenjata itu menyita dokumen.

VOA juga mengonfirmasi berbagai laporan bahwa Sai Zin DD Zon, kepala editor Eastern Review, ditangkap pada Senin (8/3/2021) di ibukota negara bagian Shan, Taunggyi, ketika meliput protes-protes disana.

Dia dilaporkan telah dibebaskan setelah menandatangani pernyataan tidak akan mengambil foto protes-protes lagi.

Kameranya dikembalikan, tapi mengatakan kartu di dalamnya hilang.

Protes dan aksi mogok besar-besaran telah diadakan di seluruh Myanmar sejak militer merebut pemerintahan pada 1 Februari.

2 Demonstran Myanmar Tewas Ditembak

Dua pengunjuk rasa anti-kudeta militer Myanmar tewas akibat luka tembak di kepala, dalam aksi protes yang berlangsung pada Senin (8/3/2021).

Selain itu, sedikitnya tiga orang lain dikabarkan terluka.

Seorang saksi mengaku ikut membantu memindahkan mayat, menyampaikan kepada Reuters bahwa dua orang ditembak di kepala dan meninggal di tempat.

"Betapa tidak manusiawi membunuh warga sipil yang tidak bersenjata. Kita harus memiliki hak untuk memprotes secara damai," kata saksi tersebut.

Foto yang diposting di Facebook menunjukkan mayat dua pria tergeletak di jalan di kota utara Myitkyina. Saksi mata mengatakan mereka ikut serta dalam protes ketika polisi menembakkan granat kejut dan gas air mata. Beberapa orang kemudian terkena tembakan dari gedung-gedung di dekatnya.

Tidak begitu jelas siapa yang menembaki para pengunjuk rasa, meski polisi dan militer berada di tempat protes, kata para saksi. Meski begitu, massa yang berdemonstrasi menentang kudeta tetap berkumpul di Yangon, serta kota terbesar kedua, Mandalay dan beberapa kota lain.

Pemimpin aksi protes, Maung Saungkha, di Facebook, mendesak perempuan untuk menentang kudeta dengan keras, sementara Nay Chi, satu penyelenggara gerakan sarung, menggambarkan perempuan sebagai "revolusioner".

"Rakyat kami tidak bersenjata tetapi bijaksana. Mereka mencoba memerintah dengan ketakutan, tetapi kami akan melawan ketakutan itu," katanya kepada Reuters.

Para demonstran mengibarkan bendera yang dibuat dari htamein (sarung wanita) di beberapa tempat, atau menggantungnya di melintasi jalan untuk menandai Hari Perempuan Internasional, sambil mengutuk junta militer.

Berjalan di bawah sarung wanita, menurut pandangan tradisional dianggap membawa sial bagi pria dan cenderung memperlambat gerakan polisi dan tentara.

Setidaknya sembilan serikat pekerja yang meliputi sektor konstruksi, pertanian, dan manufaktur meminta semua orang Myanmar menghentikan pekerjaan untuk membalikkan kudeta dan memulihkan demokrasi.

"Membiarkan bisnis dan kegiatan ekonomi terus berlanjut akan membantu militer, karena mereka menekan energi rakyat Myanmar. Sekaranglah waktu untuk mengambil tindakan mempertahankan demokrasi kita," kata serikat pekerja dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, militer mengatakan telah menangkap 41 orang pada hari sebelumnya. (Kompas.com/cnn/tribunnews)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Junta Militer Myanmar Cabut Izin 5 Perusahaan Media"

Baca juga: Peserta KLB Demokrat Ini Ungkap hanya 32 Peserta Miliki Hak Suara, Siap Bersaksi di Pengadilan

Baca juga: Meghan Markle Sebut Bukan Ratu Elizabeth II yang Persoalkan Warna Kulit Anak Pangeran Harry 

Berita Terkini