TRIBUNJATENG.COM - Berikut materi khutbah jumat singkat dengan tema Inti Makna Iman dan Ihtisab Puasa Ramadhan.
Sesuai tema, khutbah jumat singkat materinya Inti Makna Iman dan Ihtisab Puasa Ramadhan.
Materi khutbah jumat ini harapannya bisa jadi bahan referensi pembantu bagi khotib jumat.
Selain itu materi khutbah jumat singkat dapat menjadi bacaan umat muslim, guna meningkatkat ketakwaan kepada Allah SWT di bulan Ramadhan.
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Sambut Kedatangan Bulan Suci Ramadhan
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Meraih Keutamaan Salat
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat Mengevaluasi Artikulasi Makna Salat Kita
Selengkapnya simak materi khutbah jumat singkat yang dikutip dari Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam (YPKPI) Masjid Raya Baiturrrahman, Simpanglima Semarang.
Khutbah I
الحمد لله الذى ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا
اشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له واشهد ان محمدا عبد ه ورسوله
اللهم صل على محمد وعلى اله واصحابه اجمعين اما بعد
فيا عبادالله اوصيكم ونفسى بتقوى الله وقال الله تعالى فى كتابه الكريم : يا ايها الذين امنوا اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون
وقال النبي صلى الله عليه وسلم : اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حس.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda;
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ [وفي رواية]: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
[رواه البخاري ومسلم]
"Siapa saja yang berpuasa ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu pasti diampuni." (Dalam riwayat lain), siapa saja yang melakukan qiyam (di malam hari) Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu pasti diampuni." (HR. Bukhari & Muslim)
Menjelaskan hadis ini, Al Hâfidz Ibn Hajar menuturkan dalam kitabnya, Fath al Bari;
اَلْمُراَدُ بِالإِيْمَانِن : الاِعْتِقَادُ بِفَرْضِيَّةِ صَوْمِهِ. وَبِالاِحْتِسَابِ: طَلَبُ الثَّوَابِ مِنَ اللهِ تَعَالَى. وَقَالَ اَلْخَطَّابِيْ: اِحْتِسَابًا أَيْ : عَزِيْمَةً، وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِيْ ثَوَابِهِ طَيِّبَةَ نَفْسِهِ بِذَلِكَ غَيْرَ مُسْتَثْقِلٍ لِصِيَامِهِ وَلاَ مُسْتَطِيْلٍ لأَيَامِهِ. اهـ
"Maksud dari lafadz 'Imanan' adalah meyakini kewajiban puasanya (Ramadhan).
Sedangkan maksud lafadz 'Ihtisaban' adalah mencari pahala dari Allah SWT.
Al Khatthabi berkata, 'Ihtisaban' maksudnya 'Azimah' yaitu berpuasa dengan konotasi mengharapkan pahala-Nya, dengan jiwa bersih terhadapnya, tidak merasa berat menjalankan puasa, dan mengulur-ulur harinya."
Sedangkan Al Manawi menjelaskan, dalam kitab Faidh Al Qadir;
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً: تَصْدِيْقاً بِثَوَابِ اللهِ أَوْ أَنَّهُ حَقٌّ، وَاحْتِسَاباً لأَمْرِ اللهِ بِهِ، طَالِباً الأَجْرَ أَوْ إِرَادَةَ وَجْهِ اللهِ، لاَ لِنَحْوِ رِيَاءَ، فَقَدْ يَفْعَلُ المُكَلَّفُ الشَّيْءَ مُعْتَقِدًا أَنَّهُ صَادِقٌ لَكِنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ مُخْلِصاً بَلْ لِنَحْوِ خَوْفٍ أَوْ رِيَاءَ
"Siapa saja yang puasa ramadhan dengan 'imanan', yaitu membenarkan pahala Allah, bahwa pahala itu benar, dan dengan 'ihtisaban' semata karena menunaikan perintah Allah, dengan mengharap pahala, atau berharap kepada Allah, bukan untuk tujuan riya’ (ditunjukkan kepada selain Allah).
Sebab, kadang seorang mukallaf melakukan sesuatu, dia yakin bahwa itu benar, tetapi dia tidak melakukannya dengan ikhlas, namun karena takut atau riya.
Imam An Nawawi juga menjelaskan hadis di atas dengan menyatakan;
مَعْنَى إِيْمَاناً: تَصْدِيْقاً بِأَنَّهُ حَقٌّ مُقْتَصِدٌ فَضِيْلَتُهُ، وَمَعْنَى اِحْتِسَاباً، أَنَّهُ يُرِيْدُ اللهَ تَعَالَى لاَ يَقْصُدُ رُؤْيَةَ النَّاسِ وَلاَ غَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يُخَالِفُ الإِخْلاَصَ
"Makna 'imanan' adalah membenarkan, bahwa itu memang benar, dengan nilai keutamaan.
Sedangkan makna 'ihtisaban' adalah dia menginginkan Allah SWT, bukan berharap dilihat manusia, dan bukan yang lain.
Yakni sesuatu yang menyalahi keikhlasan."
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Pada bulan Ramadhan pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu.
Seperti dalam hadis Rasulullah SAW berbunyi;
6/1220- وعن أبي هريرة ، أَنَّ رسولَ اللَّهِ ﷺ قالَ: إِذا جَاءَ رَمَضَانُ، فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجنَّةِ، وغُلِّقَت أَبْوَابُ النَّارِ، وصُفِّدتِ الشياطِينُ متفقٌ عَلَيْهِ.
"Apabila bulan Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ditutup dan setan-setan dibelenggu."
Meneganai ini, para ulama berbeda (pandangan) tentang makna dibelenggunya setan-setan pada bulan Ramadan.
Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat seraya menukil dari Al Hulaimy;
"Kemungkinan maksudnya adalah para setan tidak bersungguh-sungguh menggoda kaum muslimin, sebagaimana yang mereka lakukan di bulan lainnya karena kesibukan (manusia beribadah).
Atau yang dimaksud para setan (yang dibelenggu) adalah sebagian mereka, yaitu dari jenis pembangkang di antara mereka.
Ulama selain Al Hulaimy berkata;
"Maksud dibelenggu adalah diikat dengan rantai.
Iyadh berkata, ada kemungkinan maknanya sesuai zahir dan hakikatnya.
Yaitu sebagai tanda bagi para malaikat akan masuknya bulan Ramadan, agar mereka mengagungkan kesuciannya dan melarang para setan mengganggu kaum beriman.
Kemungkinan juga (maknanya) sebagai simbol banyaknya pahala dan pengampunan.
Dan berkurangnya gangguan setan, sehingga seakan-akan mereka dibelenggu.
Dia berkata, yang menguatkan kemungkinan kedua ini adalah ungkapan dalam riwayat Yunus dari Ibnu Syihab.
Dalam riwayat Muslim, (yaitu ungkapan) 'pintu-pintu rahmat dibuka'.
Dia juga berkata bahwa kemungkinan (makna) dibelenggunya setan ialah simbol dilemahkannya (setan) dalam menggoda dan menghias sahwat.
Zain bin Munayyir berkata, pendapat pertama (makna dibelenggu secara zahir) lebih tepat.
Lafaz ini tidak perlu dialihkan dari dzahirnya." (Fathul Bari, 4/114)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang sabda Nabi SAW, setan-setan dibelenggu padahal kita lihat ada orang-orang yang dapat kerasukan (jin) pada siang hari Ramadan.
Bagaimana setan-setan dibelenggu (sementara) sebagian orang ada yang kerasukan (jin)?
Beliau menjawab dengan mengatakan; dalam sebagian riwayat hadits (disebutkan);
Setan-setan pembangkang dibelenggu (di bulan Ramadan) atau diikat, yaitu dalam riwayat Nasa’i.
Hadia seperti ini termasuk perkara ghaib, sikap orang muslim adalah menerima dan membenarkannya.
Dan kita tidak memperbincangkan (apa kenyataan sesungguhnya) di balik itu.
Karena sikap tersebut lebih menyelamatkan agama seseorang dan lebih bagus akibatnya.
Oleh karena itu ketika Abdullah bin Imam Ahmad berkata kepada bapaknya;
"Sesungguhnya orang kerasukan (jin) pada bulan Ramadhan (maksudnya mengapa sampai terjadi padahal katanya setan dibelenggu)."
Imam Ahmad berkata, begitulah hadis ini dan jangan membicarakan (lebih dalam masalah) ini.
Tampaknya, yang dimaksud dibelenggu adalah dibelenggunya setan dari upayanya menyesatkan manusia, dengan dalil banyaknya kebaikan dan orang yang bertaubat kepada Allah taala di bulan Ramadan. (Majmu Fatawa, hal. 20)
Kesimpulannya, setan dibelenggu bersifat hakiki (nyata).
Allah SWT yang lebih mengetahui tentang hal tersebut.
Dan hal itu tidak harus, berarti kejelekan dan kemaksiatan tidak terjadi di antara manusia. Wallahu a’lam
Khutbah II
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Demikian materi khutbah jumat singkat, semoga bermanfaat. (amk)